Jumat, April 11, 2008

Kunjungan Pak Yai...

Assalamu'alaikum....

wah, akhirnya aku bisa nulis lagi. setelah sekian hari yang lalu aku sibuk dengan buletin Cakrawalaku.

Oya, ada berita bagus nih. Kemaren ust. Syukri dan rombongan badan wakaf Pondokku dulu berkunjung ke Kairo. Wuah... senengnya bisa ketemu lagi dengan beliau. Kangen banget ama pondokku dulu. Padahal dulu waktu masih jadi santri... heh, kayaknya gak betah banget pengen cepet keluar, kalau perlu pindah sekolah.

Tapi, alhamudulillah... rupanya apa yang dulu aku anggap sangat membosankan, gak nyeni, la yanfa' dan buang-buang waktu aja justru malah sekarang aku kangen lagi.... oh, Pondokku...

Yang kerennya lagi, aku sempet makan bareng ama beliau di Abu Romi, nama sebuah tempat makan, sejenis franchise gitu. Tapi, makanannya khas Mesir. Kalo enaknya udah pasti, karena aku di sana, untuk pertama kalinya makan daging di restoran. Pake duit sendiri, mana tahan...!!! Subhanallah... enak sekali lah tu makanan. Daging sapi, dicampur tuhnah (saus mesir), pake salad, ditambahin gargir (daun bayam Mesir, rasanya seperti kemangi). Ck...ck....ck.... uennak tenannnnnnnnnnnnnnnnnn!! Lebih enaknya lagi, tau sendiri kan porsi orang Mesir? Jadi, bener-bener kenyang... dan puassszzzz :D

Setelah kita makan-makan (ini sebenernya khusus orang-orang gedean di IKPM Kairo, tapi kebetulan aku ada di sono, ya... sekalian diajak aja... he..he..he..) ust. Syukri yang didampingi ust. Masruh berkunjung ke Sekretariat IKPM. Padahal katanya, beliau ini jarang-jarang datang ke Kairo trus mampir ke Sekretariat IKPM. Tapi, kali ini beliau bersedia datang ternyata.

Acara pun dilanjutkan dengan ngobrol santai dengan para punggawa IKPM Kairo. Sebut saja beberapa, ada ust. Suhartono yang jadi ketua PKS Kairo, ada juga bung Sazali yang jadi ketua PPSP (panitia pengadaan sekretariat permanen), ada juga pimred majalah La Tansa, para Home Staff IKPM, Ketua Wihdah PPMI Mesir, dan lain-lain yang kesemuanya masih anggota IKPM. Ini salah satu bukti bahwa alumni Gontor mampu bersaing, begitu kata beliau.

Ngobrol santai pun berjalan lepas, dalam suasana keakraban yang sangat renyah. Ust. Syukri tak jarang mengeluarkan joke-joke segar, yang bikin suasana tambah nyenengin. Pada kesempatan itu, ust. Syukri cerita banyak soal Pondok dan perkembangannya. Termasuk cerita trik-trik keberhasilan Gontor mengundang Grand Syaikh al-Azhar, yang setingkat Perdana Menteri. Membentuk jaringan dan memanfaatkannya, begitu beliau selalu berpesan.

Acara pun kemudian ditutup pada jam 17.30 waktu Kairo. Kita foto-foto bareng beliau dan bersalaman. Hah... senengnya bisa nyium tangan beliau lagi.







Secarik Kertas Cinta

Matahari musim panas di Kairo mulai memincing cahayanya. Siluet merah pun menyebar di antara gedung-gedung apartemen di distrik 10, Nasr City. Sore hari, di antara keramaian klakson mobil, mengumpat keruwetan arus lintas. Bersahut-sahutan.

Di bawah gedung apartemen itu, aku bikin janji ketemuan dengannya. Lantai satu, apartemen nomor dua.

“Emang siapa sih, orangnya?” tanya dia, sambil kembali melepas senyum indahnya.

“Janji ya, ntar Shinta gak akan marah?” balasku mengulur waktu. Tenangkan sedikit beban berat di hati.

“Iya. Emang kenapa harus marah? We…” dan lagi, candanya mengusik hatiku.
“Namanya terlalu indah untuk diucapkan. Aku gak bisa nyebutinnya. Jadi, Shinta baca sendiri aja, ya…” tanganku menjulur, berikan sebuah kotak merah berpita.

“Kok pakai ginian segala?” tanya Shinta lagi. Dahinya berkerut. Heran.

“Iya, udah baca aja. Ada surat kok di dalamnya, yang bakal ngejelasin siapa dia.”

Kairo, 10 April 2008

Assalamu’alaikum wr. wb.

Bismillah…

Shinta percaya takdir? Saat ini, aku sedang menggoreskan sejarah di dalamnya.
Sebelumnya aku ucapin banyak terima kasih buat Shinta yang udah mau ngedengerin ocehanku tentang sebuah emosi dan perasaan gundah di hatiku selama ini. Aku bener-bener gak tau musti bilang apa. Tapi, mungkin hanya kata terima kasih yang mampu aku berikan untuk kesediaan Shinta beberapa hari ini.

Mungkin kita tak pernah kenal atau bertemu sebelumnya. Tapi, saat kita bertemu di chatbox Y! Messenger, seolah kamu dan aku adalah dua orang yang telah mengenal satu sama lain, sejak dahulu kala. He..he..he.. terlalu muluk ya? Tapi begitulah. Dan aku percaya, ini bukan sebuah kebetulan, ini adalah takdir. Takdir bagiku untuk mengenalmu.

Karenanya, aku mohon maaf kalau hanya dalam bilangan hari, kemudian aku tumpahkan curhat kepadamu. Sepertinya agak terlalu cepat untuk orang yang baru kenal dalam hitungan hari. Tapi aku percaya, kamu dan aku bisa saling mengerti. Inilah yang kemudian membuatku semakin mau terbuka kepadamu. Bercerita tentang sebuah rasa alami anak Adam dan Hawa. Meski
dengan jujur, aku terpaksa menyembunyikan namanya.

Lalu siapa sih namanya?

Aku telah janji, dan akan aku sebutin namanya kali ini. Aku pernah bilang, bahwa kamu mengenalnya. Aku juga bilang, benar kalau dia bukan cinta pertamaku, tapi ku berharap dia kan jadi cinta terakhirku. Dan aku juga bilang, aku begitu sayang padanya dan amat takut kehilangan dia.

Maka, ketika rasa ini tak terbendung, ku curahkan padamu. Ku berharap kamu mau sampaikan rasa hati ini padanya.

Dia cantik, berparas indah dan tasurrun nazirin . Kebaikan hati tampak dari kejernihan sorot matanya. Ketulusan dan agamanya, membuatku kembali belajar tentang arti Islam. Ada canda tawanya selalu mampu cerahkan gundah pelik di hati. Lalu sifat ‘iffah dari dirinya, membuatku berdiri tenang berada di sisinya.

Aku mohon maaf bila kata-kata tak mampu meluncur langsung dari hatiku. Jantung dan darahku serasa terhenti bila mendengar namanya, jadi bagaimana kan ku ucapkan namanya di depanmu, Shinta? Maka, hanya dalam secarik kertas cinta ini, ku ukir namanya. Tahukah kamu bahwa bidadari dan mimpiku selama ini adalah…

Kamu, Shinta Nara Putri.

“Kok???”

Kepala Shinta mendongak. Menatapku tajam, mencari sebuah kejujuran. Seolah detik waktu berhenti di antara kami. Namun, sebelum meluncur kata lain dari bibir indahnya, aku berkata…

“Maukah kau jadi istriku?”

Entah apa yang sedang bergejolak di dalam hatinya. Tapi, saat sebuah senyum tersungging dari bibirnya, aku tak kuasa menahan tegar hatiku. Mataku berkaca-kaca dan batinku bertahmid,

Alhamdulillah…