Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda, "Betapa banyak, seseorang yang berpuasa, namun tidak mendapat apa-apa dari puasanya, kecuali rasa lapar. Dan betapa banyak seseorang yang beribadah sholat malam, namun juga tidak mendapat apa-apa dari sholatnya, kecuali begadang." (HR. Ibn Majah)
Bulan Ramadhan sudah melewati pertengahannya. Dan ibadah puasa, sudah berhari-hari kita kerjakan. Sudahkah kita merasakan hasil dari kerja keras kita ini?
Ramadhan adalah bulan yang sangat istimewa. Di dalamnya begitu banyak keberkahan, kasih sayang, cinta dan jutaan rahmat bertebaran di mana-mana. Inilah bulan cinta.. bukti cinta dari Allah swt, yang Ia berikan kepada kita. Sungguh tidak ada sebuah pemberian dari Allah kepada hamba-Nya di dunia, melebihi kemuliaan bulan Ramadhan.
Allah swt sangat mempersiapkan bulan ini, agar benar-benar bisa menjadi bulan kesucian dan penggemblengan bagi hamba-Nya. Dia persiapkan dari mulai waktunya yang 30 hari.. sungguh sangat lapang untuk bisa membentuk karakter dan sarana latihan kita. Kemudian dari euforianya, Ia juga sengaja memborgol iblis, membuka pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka. Sesuatu yang tidak akan pernah kita dapatkan selain di bulan Ramadhan. Bahkan Allah swt juga mengiming-imingi kita dengan pahala yang sangat berlimpah...
Pahala sholat sunnahnya, sama dengan pahala sholat fardhu di bulan-bulan lainnya. Belum lagi dengan keutamaan malam lailatul Qadar yang sebentar lagi akan datang.. Maka sungguh sangat merugi, bila kita yang diberi kesempatan beribadah di bulan Ramadhan kali ini, hanya mendapat baju baru, angpao baru, atau handphone baru... yang kesemuanya itu, bahkan dibawa ke kubur pun engga. Apalagi mau jadi temen kita di akhirat.. Emang bener hanya tipuan dunia.
Lantas, bagaimana caranya agar Puasa dan ibadah kita di bulan Ramadhan tidak sia-sia?
1. Tahu tujuannya;
Yang pertama harus kita perhatikan adalah, kita paham betul.. apa yang diharapkan dari ibadah puasa ini. Jangan sampai kita capek-capek puasa, tapi kita ga dapet apa-apa, hanya lapar tok. Karena kalau kita ingat-ingat, sungguh banyak ibadah kita yang ternyata sama sekali ga ngefek dengan tingkah laku kita.. alias ibadah formalitas. Kita sering sholat.. tapi sholatnya belum bisa mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Kita selalu berpuasa, tapi setelah Ramadhan usai.. kita kembali jadi manusia sebelumnya yang banyak maksiatnya.. seolah, ingat Allah hanya di bulan Ramadhan. Setelahnya, boleh diabaikan. Ups!!
Diantara kita mungkin sudah sangat hafal, bahwa tujuan puasa adalah agar kita bertaqwa. Akan tetapi, tidak banyak yang sadar.. atau berusaha mencapai derajat taqwa tersebut, karena ga ngerti.. apa itu taqwa. Atau seperti saat kita bertasbih. Kita bahkan lebih sering mengingat hitungan dzikirnya, ketimbang mentadabburi makna dari dzikir tersebut.. Lebih fokus dengan hitungan 33-nya, dibanding mengingat gusti Allah-nya!!
Pada hakikatnya, tujuan ibadah adalah latihan buat diri kita, jiwa dan hati.. agar berakhlak mulia. Akhlak adalah karakter. Ia tidak membutuhkan proses berpikir untuk menunjukkan respon. Kalau akhlak kita bagus, penyabar.. maka kita ga butuh motivasi untuk bersabar, baru kita bisa sabar. Atau kita ga butuh banyak berpikir, merenung, untuk bisa bersyukur. Semua itu terjadi secara spontan. Itulah akhlak.
Bagaimana ini bisa terjadi? Akhlak terbentuk, memang awalnya adalah dari proses berpikir.. dari sebuah cara pandang. Hingga ketika proses berpikir itu berulang-ulang kita kerjakan, maka akan menjadi sebuah kebiasaan.. dan akhirnya menjadi karakter, alias akhlak. Memang bukan sebuah proses yang instan.. justru karena itulah, kita butuh banyak waktu untuk membentuk akhlak ini. Dan bulan Ramadhan adalah momen yang sangat tepat untuk itu..
2. Tertib dalam ibadahnya;
Tentu saja, menuju sebuah tujuan harus menjalani proses. Untuk bisa sampai ke Jakarta, harus menaati rutenya. Untuk bisa sampai ke surga, tentu harus berjalan dalam koridornya. Sama juga, untuk bisa sampai ke tujuan ibadah, harus serius dalam pelaksanaannya. Taati semua pra syaratnya, kita jaga rukunnya, kita maksimalkan nilainya... dan menghindari hal-hal yang bisa mengurangi kekhusyukannya.
Memang ga akan membatalkan puasa, kalau kita hanya sekedar membayangkan apa yang akan kita makan saat berbuka nanti. Tapi tentu akan lebih baik, kalau kita fokus dalam menahan hawa nafsu tersebut, ketimbang mendekati batasan akhirnya.
3. Terakhir adalah menjaga kualitas, bukan kuantitas.
Berapa kali kita khatam, tidaklah menjadi parameter seberapa sholeh Anda. Tapi yang akan membantu kita untuk mencapai derajat takwa tersebut adalah, kualitas dari membaca al Qurannya. Sudahkah kita memahami arti bacaannya? Sudahkah kita mentadabburi nya? Bagaimana pula dengan mengamalkannya?
Sungguh, sangat merugi bila kita menjadi umat yang tersesat, sementara al Quran setiap hari kita baca. Ini bisa terjadi karena kita membaca, namun tak pernah lebih dari kerongkongan.. terhenti dalam bacaan, tapi tak pernah sampai ke hati, apalagi untuk diamalkan.
Menakar Nilai Ibadah Kita
Ibn Qayyim al Jauziyah berkata, "Bahwa janji-janji pahala yang akan diberikan kepada kita, itu adalah apabila ibadah tersebut kita kerjakan dalam bentuknya yang paling sempurna.."
Maka, pahala sholat sunnah yang setara dengan sholat fardhu, dan lipat ganda dalam sedekah, atau juga dalam ibadah haji, hanya berlaku kalau kita benar-benar bersungguh-sungguh memberikan ibadah tersebut dengan sesempurna mungkin. Bila tidak, maka akan termasuk orang-orang yang seperti disebut Rasulullah di atas, hanya mendapat rasa lapar.. atau ngantuknya begadang.
Na'udzubillah..
--------------------------
Salam hangat dari
neilhoja.
"Sebesar keinsyafanmu, sebesar itu pula keuntunganmu."