Selasa, Januari 15, 2013

Pin It

Widgets

Andragogy vs Pedagogy


Tulisan ini ditulis untuk menanggapi pernyataan salah satu dosen penulis. Mohon maaf karena disampaikan justru setelah aktivitas kuliah sudah berlalu. Tak lain karena keterbatasan penulis dalam mencerna apa yang beliau sampaikan. 

Dalam paparan tersebut, ada perbedaan mencolok antara andragogi dan pedagogi. Perbedaan itu terletak pada mindset, cara pandang yang akan berdampak pada teknis dan metodologi pengajaran/ yang dilakukan oleh seorang tenaga pengajar. 

Beliau memaparkan, bahwa pendidikan orang dewasa (andragogi) mengkritik pendidikan model anak-anak (metode ceramah), yang menganggap bahwa anak didik sama sekali tidak tahu. Dan guru adalah satu-satunya sumber pengetahuan di dalam kelas. Metode ini dikritik karena dianggap tidak memanusiakan manusia, yang notabenenya punya pengalaman/ pengetahuan sebelumnya. Metode orang dewasa mengajarkan adanya interaksi antara guru dan murid. Bukan  hanya guru yang aktif di dalam kelas. 

Salah satu dampak dari pengajaran pedagogi adalah tidak sinkron-nya ilmu dengan perilaku. Yang beliau contohkan dengan mata pelajaran PMP atau PPKn ketika di SD dulu. Di mana seorang murid ditanya tentang pendidikan moral. Semisal apa yang akan kamu lakukan bila ada orang buta yang ingin menyeberang jalan? Tentu dengan mudah seorang murid akan menjawab, pilihan jawaban ‘membantunya’. Tapi pada prakteknya, tidak banyak orang bisa bertindak seperti itu.. hanya berhenti dalam teori, atau kemampuan kognitif. 

Maka tidak heran bila banyak orang pintar, tapi tetap saja jadi koruptor. Menurut beliau, yang bisa dilakukan semisal dengan menutup mata semua orang siswa, kemudian memberi mereka bola dan membiarkan bermain di dalam kelas. Kemudian ditanya, “apa yang kalian rasakan saat mata kalian ditutup dan tidak bisa melihat?” dan dilanjutkan, “bagaimana dengan orang yang buta dan ingin menyeberang, apakah kalian akan membantunya?”

Dengan begini, seorang siswa akan diajar moral dengan apa yang ia rasakan, ia alami sendiri. Sehingga munculnya sikap empati tersebut, bukan atas kemampuan kognitif, tapi kepekaan hati..

Kemudian beliau pun merumuskan beberapa prinsip penting dari metode andragogi:
  1. Bersifat praktis. Berangkat dari studi kasus, berbentuk terapan yang dikaitkan dengan pengalaman peserta didik.
  2. Aksi dan komunikasi. Adanya interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan guru. Bukannya monolog dari gurunya.
  3. Emansipatoris. Tujuan utama dari metode ini adalah mewujudkan manusia merdeka dalam mengambil keputusan atau pemikiran yang tidak bergantung kepada pihak lain, termasuk gurunya. Dengan bentuk, aksi-refleksi.



Kritik

Beliau menganggap bahwa metode pedagogi salah.. metode ceramah tidak tepat. Sebagaimana yang sering dilakukan oleh juru bicara agama.

Jawaban
  1. Pedagogi adalah pembentukan dasar. Pijakan, fundamental, asas. Yang tanpa ini andragogi tidak ada artinya. Andragogi sendiri lebih bersifat pengembangan. (pendekatan fungsional)
  2. Beda peserta ajar, beda pula metode pendidikannya. Beda antara orang yang belajar yang sudah punya pengalaman, dengan mereka yang baru membangun dasar. (pendekatan psikologis)
  3. Beda materi ajar, beda pula cara pengajarannya. Contoh, panduan manual book akan berbeda dengan buku ajar mahasiswa S2. Di mana-mana, manual book bersifat doktrin. Sementara buku ajar mahasiswa, akan lebih berupa pengembangan bila sudah berada di level advance. (pendekatan materi)
Dengan demikian, alasan dosen penulis mengkritik habis metode ajar pesantren, sorogan, dan ceramah dalam agama Islam tidaklah tepat. Metode ajar sorogan, ceramah, adalah memang dikhususkan bagi mereka-mereka yang benar-benar baru belajar.. atau sebagai upaya pembentukan fondasi. 

Apalagi khususnya, yang diajarkan dalam keagamaan bersifat wahyu, doktrin. Maka tak heran, bila banyak materi ajar yang ada (khazanah keilmuan Islam) bersifat pedagogis dibanding andragogis. Tentu ini bukannya tidak ada ruang bagi andragogi.. tapi khusus bagi mereka yang sudah menguasai dasar-dasar pijakan dalam khazanah keilmuan Islam. Tentu kita tidak akan mengajarkan ilmu fatwa, kepada mereka yang tulisan Arab saja gak bisa baca, apalagi mengenal ilmu fiqih, ushul fiqih, dan lainnya. 

Adapun kritikannya tentang sifat praktis, tidak satupun ilmu dalam khazanah keilmuan Islam yang tidak bersifat praktis. Bahkan sejatinya, khazanah keilmuan Islam itu sendiri, lahir dari hipotesa, dialektika dengan realita.. 

Pun penulis sepakat, bahwa di suatu kondisi, pengajaran pedagogi menjadi sia-sia, stagnan dan tidak praktis, ketika tidak dilanjutkan pada ranah nyata. Kesimpulannya, antara pedagogi dan andragogi, tidak ada yang lebih baik..  kecuali bila digunakan dalam bentuk saling melengkapi. Pembentukan fondasi, kemudian pengembangannya. 

Kalau dalam kesempatan kali itu, beliau juga menyinggung, metode ini tak ada hubungannya dengan usia seseorang, maka bentuk kombinasi dari dua metode ini pun sama. Tapi secara sederhana bisa dipetakan dengan fungsinya, apakah untuk pembentukan dasar atau pengembangan/ penerapannya. Belajar Bahasa Inggris di tingkat basic, tentu berbeda dengan tingkat advance bukan?

Wallahu a'lamu bish-showab.
--------------------------
Salam hangat dari neilhoja. "Sebesar keinsyafanmu, sebesar itu pula keuntunganmu."

Artikel terkait :



1 comments:

Ninda mengatakan...

bener-bener... pengajaran di indonesia sebenarnya memang demikian, masih perlu banyak perbaikan
semoga kedepan semakin baik

Posting Komentar

Punya opini lain? Ceritakan di sini kawan.. :)