Sabtu, Agustus 18, 2012

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1433H

Jangan berkecil hati. Manusia diciptakan di dunia ini memang untuk membuat kesalahan, lalu memperbaiki diri. Kalau semua orang sudah tidak bikin kesalahan lagi, maka semua ini akan dimatikan Tuhan, karena tidak ada lagi tujuan kehidupan.( Abu Bakar Baasyir).

Minal aidin wal faizin..

Semoga kita termasuk mereka yang kembali fitrah, diampuni dosa-dosanya oleh gusti Allah.. dan juga dimaafkan oleh sesama manusia.

Juga semoga kita termasuk mereka yang meraih kemenangan.. Amin99x..

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1433 H, Mohon Maaf Lahir dan Batin.. untuk kesalahan yang disengaja, ataupun tidak.

Dan taqabbalallahu minna wa minkum, semoga Allah menerima semua amalan kita di bulan Ramadhan. Dan menjadikan kita pribadi yang taqwa, sehingga bisa istiqomah menatap perjuangan di bulan-bulan selanjutnya. Allahumma Amin.. 99x



--------------------------
Salam hangat dari neilhoja. "Sebesar keinsyafanmu, sebesar itu pula keuntunganmu."

Rabu, Agustus 15, 2012

Enam Kriteria Harta yang Wajib Dizakati

by. Ahmad Sarwat

Zakat memang ibadah yang hukumnya wajib. Mereka yang tidak membayar zakat diancam dengan hukuman berat, baik di dunia maupun di akhirat. 

Namun yang perlu diketahui, zakat hanya bagian kecil dari ibadah secara harta (maliyah), dimana secara umum semua ibadah maliyah itu hukumnya sunah, tetapi zakat merupakan ibadah yang hukumnya wajib.

Maka sebagai muslim kita harus tahu dengan benar dan tepat, apa kriteria harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Hal itu penting agar kita tidak terbalik-balik dalam menjalankan agama. Jangan sampai ada harta yang wajib dizakati malah tidak kita keluarkan zakatnya, sebaliknya, yang sedekah yang tidak wajib malah kita kerjakan.

Paling tidak ada 6 kriteria utama harta yang wajib dikeluarkan zakat, dan ini telah menjadi sesuatu yang disepakati oleh para ulama, yaitu :

1. KEPEMILIKAN YANG SEMPURNA

Syarat pertama dari harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah kepemilikan yang sempurna, atau dalam istilah bahasa Arab disebut al-milkut-taam (الملك التام). Maka konsekuensinya adalah hal-hal berikut :

a. Harta Yang Tidak Halal Tidak Boleh Dizakati

Harta milik orang lain yang kita rampas adalah harta yang hukumnya haram, seperti dari hasil menipu, merampok, merampas, berjudi, atau hasil korupsi, baik yang ketahuan atau yang tidak ketahuan, baik korupsinya berjamaah atau sendiri-sendiri, semua adalah harta yang BUKAN milik kita.

Oleh karena itu harta itu tidak perlu dikeluarkan zakatnya, justru yang harus dilakukan adalah MENGEMBALIKAN harta itu kepada pemiliknya yang sah. 

Pemikiran bahwa zakat itu berfungsi untuk mensucikan harta adalah sebuah kekurang-telitian dalam membaca ayat Al-Quran. Sebab ayat Al-Quran tegas menyebutkan bahwa zakat itu gunanya untuk mensucikan jiwa orang yang melakukannya, bukan untuk mensucikan hartanya.

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ 

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo'alah untuk mereka. (QS. At-Taubah :103). 

b. Harta Yang Hilang Tidak Wajib Dizakati

Seorang yang kehilangan hartanya tidak wajib mengeluarkan zakat atas harta itu. Sebab meski statusnya masih berhak atas harta itu, namun nyatanya harta itu tidak bisa dipakainya, karena tidak ada di tangannya. Dan tidak ada kepastian apakah hartanya itu akan kembali atau tidak. Sehingga secara prinsip, tidak ada kewajiban zakat atas harta itu.

c. Harta Yang Dipinjam Pihak Lain

Misalnya A memiliki uang bermilyar, tetapi uangnya dipinjam pihak lain (B). Namun ternyata B kemudian menghabiskan uang itu, tanpa pernah tahu apakah dia bisa membayarkannya suatu hari atau tidak. 

Secara hukum, uang yang dipinjam itu milik A, namun karena tidak jelas lagi apakah uangnya itu akan kembali atau tidak, maka kepemilikian uang itu oleh A disebut kepemilikan yang tidai sempurna. Maka dalam hal ini, A tidak diwajibkan membayar zakat atas uang yang tidak lagi dimilikinya secara sempurna itu.

2. PRODUKTIF

Syarat kedua agar harta menjadi wajib dikeluarkan zakatnya adalah harta yang tumbuh atau bisa ditumbuhkan, tidak mati atau diam. Dalam bahasa Arab disebut (النمو).

Dalam bahasa kita sekarang ini, harta itu dimiliki pokoknya namun bersama dengan itu, harta itu bisa memberikan pemasukan atau keuntungan bagi pemiliknya.

Ada begitu banyak harta yang tidak produktif meski secara nominal nilainya mungkin sangat besar. Namun karena harta itu tidak produktif, maka tidak ada beban untuk zakat atas kepemilikan harta itu. 

a. Mobil Pribadi

Mobil mewah yang harganya milyaran dalam pandangan syariat Islam bukan harta yang bersifat produktif, selama bila tidak ada pemasukan yang bisa didapat dari mobil itu. 

Meski seseorang memiliki sedan mewah seperti Jaguar, Lamborghini, Maybach, Ferrari, Bugatti, hingga Aston Martin, dia tidak wajib membayar zakat. Padahal harga mobil itu setidaknya kalau sudah sampai Indonesia bisa menembus sepuluh bermilyar rupiah. Tetapi selama barang mahal itu tidak memberikan pemasukan secara ekonomis kepada pemiliknya. 

Disitulah letak uniknya hukum zakat dan perbedaannya dengan hukum pajak. Sistem hitung-hitungan pajak tidak bisa dipaksakan masuk ke dalam hukum zakat. Sebab zakat punya sumber yaitu Al-Quran dan As-Sunnah.

Sebaliknya, meski seseorang hanya punya Bajaj yang harganya hanya berkisar 15 jutaan, tetapi bila Bajaj itu memberikan pemasukan secara ekonomis buat pemiliknya, maka dari pemasukan itu ada ketentuan zakat tersendiri.

b. Rumah Pribadi

Rumah pribadi, villa, apartemen, cottage, kondominium dan sejenisnya yang dimiliki secara pribadi, termasuk ke dalam jenis harta yang diam dan tidak produktif. Apakah aset itu ditempati setiap hari atau hanya sesekali saja, pada hakikatnya sama saja. 

Bahkan meski ditempati oleh orang lain, tetapi bukan dengan sewa atau kontrak, artinya tidak komersial, maka sama-sama dianggap bukan aset yang bersifat produktif. Maka meski nilainya milyaran rupiah, secara hukum syariah tidak ada kewajiban zakatnya. 

Lagi-lagi logika fiqih zakat 180 derajat berbeda dengan logika Dirjen Pajak, yang biasanya selalu mengaitkan nilai ekonomis suatu aset dengan besarnya pajak.

Dalam hukum zakat, bila semua aset itu disewakan dan secara ekonomis memberikan pemasukan buat pemiliknya, barulah tentu ada hitungan zakatnya tersendiri.

c. Tanah Kosong

Demikian juga dengan aset berupa tanah, meski luasnya berhektar-hektar, dan harganya bermilyar-milyar, selama tanah itu kosong saja, tidak ada aktifitas ekonomi di atasnya, tidak disewakan, tidak dijadikan lahan pertanian, atau bentuk apa pun yang sifatnya ekonomis dan memberikan pemasukan secara nominal, maka tanah itu bukan aset yang produktif.

Maka tanah itu tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Kalau dilihat dengan kaca mata pajak, tiap jengkal tanah itu harus ada pajaknya. Sebaliknya, dalam hukum zakat, tanah itu bukan harta produktif, maka tidak ada zakat atas kepemilikan tanah.

3. TERPENUHINYA NISHAB

Bila suatu harta belum memenuhi jumlah tertentu, maka belum ada kewajiban zakat atas harta itu. Namun sebaliknya, bila jumlahnya telah sampai pada batas tertentu atau lebih, barulah ada kewajiban zakat atasnya. Jumlah tertentu ini kemudian disebut dengan istilah nisab (النصاب).

Nishab ditetapkan dalam syariah dan punya hikmah antara lain untuk memastikan bahwa hanya mereka yang kaya saja yang wajib membayar zakat. Jangan sampai orang miskin yang sesungguhnya tidak mampu diwajibkan untuk mengeluarkan zakat.

Namun nisab masing-masing jenis harta sudah ditentukan langsung oleh Rasulullah SAW. Dan kalau dikomparasikan antara nisab jenis harta tertentu dengan nisab lainnya dari nilai nominalnya, maka sudah pasti tidak sama.

Misalnya, nishab zakat emas adalah 85 gram. Sedangkan nisab zakat beras adalah 520 kg. Bila dinilai secara nominal, harga 85 gram emas itu berbeda dengan harga 520 kg beras. Kita tidak bilang bahwa ketentuan nisab ini tidak adil.

Sebab yang menentukan semua itu tidak lain adalah Rasulullah SAW sendiri. Tentunya apa yang beliau SAW tentukan pasti datang dari Allah SWT, sebagai sebuah ketetapan dan hukum yang absolut dan mutlak. 

Jadi kita perlu sadar bahwa jenis harta itu memang berbeda-beda, maka wajar pula bila nilai nominal nisabnya pun berbeda pula.

D. HAUL (SUDAH DIMILIKI SETAHUN)

Istilah haul dalam bahasa Arab maknanya adalah as-sanah (السَّنَة) yang berarti tahun dan juga bermakna putaran, dikatakan (حال الشيء حولا), sesuatu berputar.

Secara penggunaan istilah dalam masalah zakat, istilah haul berarti jangka waktu satu tahun qamariyah untuk kepemilikan atas harta yang wajib dizakatkan.

Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW :

لاَ زَكَاةَ فِي مَالٍ حَتَّى يَحُول عَلَيْهِ الْحَوْل

Tidak ada kewajiban mengeluarkan zakat hingga harta itu berjalan padanya masa (dimiliki selama) satu tahun. (HR. Ibnu Majah) 

Para ulama telah menetapkan bahwa bila seseorang memiliki harta hanya dalam waktu singkat, maka dia tidak bisa dikatakan sebagai orang kaya. Sehingga ditetapkan harus ada masa kepemilikan minimal atas sejumlah harta, agar pemiliknya dikatakan sebagai orang yang wajib membayar zakat.

Yang penting untuk diketahui, bahwa batas kepemilikan ini dihitung berdasarkan lama satu tahun hijriyah, dan bukan dengan hitungan tahun masehi. Dan sebagaimana diketahui, bahwa jumlah hari dalam setahun dalam kalender hijriyah lebih sedikit dibandingkan kalender masehi.
Maka menghitung jatuh tempo pembayaran zakat tidak sama dengan menghitung tagihan pajak. Jatuh tempo zakat dihitung berdasarkan kalender qamariyah. 

Sebagai ilustrasi, bila seseorang pada tanggal 15 Rajab 1425 H mulai memiliki harta yang memenuhi syarat wajib zakat, maka setahun kemudian pada tanggal 15 rajab 1426 H dia wajib mengeluarkan zakat atas harta itu. 

Seluruh zakat menggunakan perhitungan haul ini, kecuali zakat rikaz, zakat tanaman dan turunannya, zakat profesi. Zakat-zakat itu dikeluarkan saat menerima harta, tanpa menunggu haul.

E. MELEBIHI KEBUTUHAN DASAR

Mazhab Al-Hanafiyah dalam kebanyakan kitab mereka menambahkan syarat zakat, yaitu bahwa sebuah harta baru diwajibkan untuk dizakatkan, manakala pemiliknya telah terpenuhi hajat dasarnya atas harta itu. Sedangkan mazhab lainnya tidak secara eksplisit menyebutkan syarat ini dalam kitab-kitab mereka. 

Sebab bila seseorang yang punya harta banyak, namun dia juga punya hajat dasar atau tanggungan yang lebih banyak lagi, maka pada hakikatnya dia justru orang yang kekurangan. 

a. Hajat Hidup Bukan Gaya Hidup

Harus dibedakan antara hajat hidup dengan gaya hidup. Hajat hidup adalah hajat yang paling dasar yang dibutuhkan oleh seseorang untuk bertahan hidup. Semua manusia punya hajat hidup yang sama, baik dia kaya atau dia miskin. 

Sedangkan bila kita bicara tentang gaya hidup, tentu tiap orang berbeda-beda gaya hidupnya. Ada orang yang gaya hidupnya bermewah-mewah, meski sesungguhnya dia termasuk kategori miskin, sehingga untuk memenuhi gaya hidup itu dia harus memaksakan diri, termasuk dengan cara berhutang. 

Sebaliknya, ada orang yang gaya hidupnya sederhana meski sesungguhnya dia orang berpunya, kaya dengan harta berlimpah.

b. Hajat Hidup Tiap Orang Sama

Hajat hidup jelas berbeda dengan gaya hidup, dan yang dibahas disini adalah hajat hidup, bukan gaya hidup. Hajat hidup tiap orang sama, dan itulah yang dibicarakan oleh para ulama ketika menentukan batasan besarnya zakat fithrah dan juga fidyah.

Orang kaya yang hartanya berlimpah mengeluarkan zakat fithrah yang besarnya sama dengan orang biasa, tidak lebih dan tidak kurang, yaitu 3,5 Kg beras. Kalau pun ada sedikit perbedaan, hanya pada kualitas berasnya saja. Memang dihimbau agar orang kaya kalau mengeluarkan zakat fithrah dengan beras, mengukurnya dengan harga besar yang biasanya dimakannya. 

Tetapi semahal-mahalnya beras yang dimakan, tentu harganya tidak akan terpaut terlalu jauh. Beras dengan kualitas menengah saat ini katakanlah Rp. 10.000,- per liter. Dan beras yang paling mahal katakanlah beras kualitas terbaik yang diimpor dari Pakistan, harganya Rp. 25.000,- per liter.

Seorang milyuner terkaya di negeri kita, kalau pun dia mengeluarkan zakat fithrah dengan nilai beras yang paling mahal, maka harganya tidak sampai Rp. 100.000,-. Dan orang biasa kalau mengeluarkan zakat fithrah, nilainya tidak terlalu terpaut jauh dari nilai orang kaya.
Semua karena yang dizakati itu hanyalah hajat hidup manusia, dimana standarnya tidak akan terlalu terpaut jauh antara satu orang dengan orang lain. 

F. SELAMAT DARI HUTANG

Sebagian ulama menambahkan syarat terakhir, yaitu bila seseorang memiliki harta yang memenuhi kriteria di atas, namun dirinya sendiri punya hutang kepada pihak lain, maka dia tidak lagi punya kewajiban membayar zakat. 

Namun yang dimaksud dengan hutang disini bukan sembarang hutang. Apalagi di masa sekarang ini, roda perekonomian di bangun di atas hutang. Perusahaan-perusahaan besar itu dimodali oleh bank. Dan bank itu mendapat uang dari para nasabahnya.

Maka boleh dibilang bahwa berhutang itu justru malah menjadi ciri khas orang kaya. Semakin kaya seseorang, pastilah semakin banyak hutangnya. 

Lalu apakah orang-orang kaya ini menjadi bebas dari kewajiban membayar zakat, dengan alasan dia punya hutang?

Tentu jawabnya tidak demikian.

Hutang yang dimaksud sebagai penghalang dari seseorang membayar zakat bukan hutang bisnis, melainkan hutang yang sifatnya untuk memenuhi hajat hidup yang paling dasar. 

Maka yang dimaksud dengan hutang disini adalah kondisi dimana seseorang mengalami tekanan kemiskinan yang akut, sehingga sekedar untuk makan dan memenuhi hajat hidup yang paling dasar pun tidak ada. Padahal boleh jadi dirinya menjadi tulang punggung keluarga, dimana sekian banyak orang bergantung hidup pada dirinya. Dan untuk itu dengan sangat terpaksa harus berhutang kepada orang lain.

Ketika si miskin ini suatu ketika mendapat rejeki, ada dua pilihan, pilihan pertama bayar hutang, dan pilihan kedua bayar zakat. Maka pilihan yang benar adalah membayar hutang. Dia tidak perlu bayar zakat, karena hartanya itu lebih diutamakan untuk membayar hutang.
--------------------------
Salam hangat dari neilhoja. "Sebesar keinsyafanmu, sebesar itu pula keuntunganmu."

Selasa, Agustus 07, 2012

Cara Memulai Usaha Berwiraswasta ala Sandiaga Uno


Oleh; Sandiaga Uno (kontan.co.id)
Apakah mudah menjadi pengusaha? Bagi saya, awal berbisnis adalah survival mode. Betul-betul terpaksa karena terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Ada krisis tahun 1998 yang menyebabkan saya kehilangan pekerjaan, sementara saya harus bertahan dan menghidupi keluarga baru saya.
Waktu itu ada dua pilihan. Mencari pekerjaan baru atau berbisnis sendiri. Saya putuskan berbisnis sendiri.
Enam bulan pertama, boleh dibilang nyaris tanpa order. Klien nol. Hampir putus asa. Sampai terpikir, apakah benar pilihan saya menjadi pengusaha? Jangan-jangan memang mental saya lebih cocok menjadi karyawan.
Dalam situasi ini, orang tua menasihati saya agar berani dan pantang menyerah. Harus sabar dan tekun memang. Alhamdulillah, perlu empat tahun agar bisnis ini memasuki fase titik balik ke arah positif.
Sering saya ditanya, apa dan bagaimana memulai usaha? Kunci wirausaha adalah entrepreneurship. Ini berkaitan dengan sikap mental.
Pertama, umumnya orang enggan menjadi pengusaha karena takut bangkrut, takut tertipu dan lain-lain. Intinya takut akan risiko. Padahal risiko bukan barang asing bagi kita. Semua perbuatan mengandung risiko. Menyeberang jalan misalnya, berisiko tertabrak mobil.
Namun risiko bisa ditekan dengan manajemen yang baik. Jika kita tidak sanggup menanggung bisnis berisiko besar, pilih saja bisnis yang lebih kecil risikonya. Jadi, mulailah dari yang kecil.
Kedua, jangan takut kekurangan modal, selama Anda punya kreativitas. Modal memang penting tapi ini bukan segalanya. Lazim berlaku di kalangan pedagang, menjual cash tetapi membeli dari pemasok dengan bayar di belakang.
Jadi, tidak ada modal uang di sini.
Ide kreatif lebih berguna menjalankan bisnis. Uang berapa pun cepat atau lambat habis jika tidak memiliki ide. Sementara kekuatan ide bisnis akan mengundang uang dengan sendirinya.
Ketiga, berani memulai. Makin cepat akan makin baik. Ibarat sebuah antrean, yang lebih dulu akan mendapatkan kesempatan lebih dulu. Jika selalu ragu-ragu, kita tidak akan pernah memulai dan tidak tahu apakah akan berhasil atau gagal.
Kalaupun di tengah perjalanan ada kegagalan, itu hal wajar. Anggap saja hal itu ongkos belajar. Lebih baik kita gagal di awal daripada gagal di akhir.
Bahkan seringkali yang tadinya kita anggap sebagai kegagalan, ternyata menjadi keberuntungan kita di kemudian hari. Sebab, kegagalan di awal menghindarkan kita dari kerugian yang lebih besar di belakang hari.
Keempat, mengubah mindset atau pola pikir. Think like an entrepreneur. Seorang pengusaha melihat kendala dan krisis sebagai peluang. Jika mindset ini sudah terbangun, kita akan memiliki banyak akal, kreatif, inovatif, berpikir tidak linier, dan mudah mengambil keputusan.
Ketika orang-orang perkotaan memiliki waktu terbatas untuk mencuci, seorang pengusaha mendirikan usaha laundry.
Contoh lain, saya melihat jumlah penumpang di bandara semakin padat. Ini pertanda ekonomi kita makin bagus. Permintaan terhadap jasa angkutan udara juga meningkat. Bisnis penerbangan tentu punya prospek bagus. Makanya, kami berani masuk ke Mandala Airlines.
Ada sebuah pameo, lebih baik menjadi kepala semut daripada ekor gajah. Dengan menjadi pengusaha, kita menjadi kepala, bukan sebatas ekor. Apakah kemudian badan kita besar atau kecil, tentu tergantung bagaimana kita mengelolanya.

--------------------------
Salam hangat dari neilhoja. "Sebesar keinsyafanmu, sebesar itu pula keuntunganmu."

Minggu, Agustus 05, 2012

Tips Agar Puasa dan Ramadhan Kita Tidak Sia-Sia



Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda, "Betapa banyak, seseorang yang berpuasa, namun tidak mendapat apa-apa dari puasanya, kecuali rasa lapar. Dan betapa banyak seseorang yang beribadah sholat malam, namun juga tidak mendapat apa-apa dari sholatnya, kecuali begadang." (HR. Ibn Majah)
Bulan Ramadhan sudah melewati pertengahannya. Dan ibadah puasa, sudah berhari-hari kita kerjakan. Sudahkah kita merasakan hasil dari kerja keras kita ini?

Ramadhan adalah bulan yang sangat istimewa. Di dalamnya begitu banyak keberkahan, kasih sayang, cinta dan jutaan rahmat bertebaran di mana-mana. Inilah bulan cinta.. bukti cinta dari Allah swt, yang Ia berikan kepada kita. Sungguh tidak ada sebuah pemberian dari Allah kepada hamba-Nya di dunia, melebihi kemuliaan bulan Ramadhan.

Allah swt sangat mempersiapkan bulan ini, agar benar-benar bisa menjadi bulan kesucian dan penggemblengan bagi hamba-Nya. Dia persiapkan dari mulai waktunya yang 30 hari.. sungguh sangat lapang untuk bisa membentuk karakter dan sarana latihan kita. Kemudian dari euforianya, Ia juga sengaja memborgol iblis, membuka pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka. Sesuatu yang tidak akan pernah kita dapatkan selain di bulan Ramadhan. Bahkan Allah swt juga mengiming-imingi kita dengan pahala yang sangat berlimpah...

Pahala sholat sunnahnya, sama dengan pahala sholat fardhu di bulan-bulan lainnya. Belum lagi dengan keutamaan malam lailatul Qadar yang sebentar lagi akan datang.. Maka sungguh sangat merugi, bila kita yang diberi kesempatan beribadah di bulan Ramadhan kali ini, hanya mendapat baju baru, angpao baru, atau handphone baru... yang kesemuanya itu, bahkan dibawa ke kubur pun engga. Apalagi mau jadi temen kita di akhirat.. Emang bener hanya tipuan dunia.

Lantas, bagaimana caranya agar Puasa dan ibadah kita di bulan Ramadhan tidak sia-sia?

1. Tahu tujuannya;

Yang pertama harus kita perhatikan adalah, kita paham betul.. apa yang diharapkan dari ibadah puasa ini. Jangan sampai kita capek-capek puasa, tapi kita ga dapet apa-apa, hanya lapar tok. Karena kalau kita ingat-ingat, sungguh banyak ibadah kita yang ternyata sama sekali ga ngefek dengan tingkah laku kita.. alias ibadah formalitas. Kita sering sholat.. tapi sholatnya belum bisa mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Kita selalu berpuasa, tapi setelah Ramadhan usai.. kita kembali jadi manusia sebelumnya yang banyak maksiatnya.. seolah, ingat Allah hanya di bulan Ramadhan. Setelahnya, boleh diabaikan. Ups!!

Diantara kita mungkin sudah sangat hafal, bahwa tujuan puasa adalah agar kita bertaqwa. Akan tetapi, tidak banyak yang sadar.. atau berusaha mencapai derajat taqwa tersebut, karena ga ngerti.. apa itu taqwa. Atau seperti saat kita bertasbih. Kita bahkan lebih sering mengingat hitungan dzikirnya, ketimbang mentadabburi makna dari dzikir tersebut.. Lebih fokus dengan hitungan 33-nya, dibanding mengingat gusti Allah-nya!!

Pada hakikatnya, tujuan ibadah adalah latihan buat diri kita, jiwa dan hati.. agar berakhlak mulia. Akhlak adalah karakter. Ia tidak membutuhkan proses berpikir untuk menunjukkan respon. Kalau akhlak kita bagus, penyabar.. maka kita ga butuh motivasi untuk bersabar, baru kita bisa sabar. Atau kita ga butuh banyak berpikir, merenung, untuk bisa bersyukur. Semua itu terjadi secara spontan. Itulah akhlak.

Bagaimana ini bisa terjadi? Akhlak terbentuk, memang awalnya adalah dari proses berpikir.. dari sebuah cara pandang. Hingga ketika proses berpikir itu berulang-ulang kita kerjakan, maka akan menjadi sebuah kebiasaan.. dan akhirnya menjadi karakter, alias akhlak. Memang bukan sebuah proses yang instan.. justru karena itulah, kita butuh banyak waktu untuk membentuk akhlak ini. Dan bulan Ramadhan adalah momen yang sangat tepat untuk itu..

2. Tertib dalam ibadahnya;

Tentu saja, menuju sebuah tujuan harus menjalani proses. Untuk bisa sampai ke Jakarta, harus menaati rutenya. Untuk bisa sampai ke surga, tentu harus berjalan dalam koridornya. Sama juga, untuk bisa sampai ke tujuan ibadah, harus serius dalam pelaksanaannya. Taati semua pra syaratnya, kita jaga rukunnya, kita maksimalkan nilainya... dan menghindari hal-hal yang bisa mengurangi kekhusyukannya.

Memang ga akan membatalkan puasa, kalau kita hanya sekedar membayangkan apa yang akan kita makan saat berbuka nanti. Tapi tentu akan lebih baik, kalau kita fokus dalam menahan hawa nafsu tersebut, ketimbang mendekati batasan akhirnya.

3. Terakhir adalah menjaga kualitas, bukan kuantitas.

Berapa kali kita khatam, tidaklah menjadi parameter seberapa sholeh Anda. Tapi yang akan membantu kita untuk mencapai derajat takwa tersebut adalah, kualitas dari membaca al Qurannya. Sudahkah kita memahami arti bacaannya? Sudahkah kita mentadabburi nya? Bagaimana pula dengan mengamalkannya?

Sungguh, sangat merugi bila kita menjadi umat yang tersesat, sementara al Quran setiap hari kita baca. Ini bisa terjadi karena kita membaca, namun tak pernah lebih dari kerongkongan.. terhenti dalam bacaan, tapi tak pernah sampai ke hati, apalagi untuk diamalkan.

Menakar Nilai Ibadah Kita

Ibn Qayyim al Jauziyah berkata, "Bahwa janji-janji pahala yang akan diberikan kepada kita, itu adalah apabila ibadah tersebut kita kerjakan dalam bentuknya yang paling sempurna.."

Maka, pahala sholat sunnah yang setara dengan sholat fardhu, dan lipat ganda dalam sedekah, atau juga dalam ibadah haji, hanya berlaku kalau kita benar-benar bersungguh-sungguh memberikan ibadah tersebut dengan sesempurna mungkin. Bila tidak, maka akan termasuk orang-orang yang seperti disebut Rasulullah di atas, hanya mendapat rasa lapar.. atau ngantuknya begadang.

Na'udzubillah..
--------------------------
Salam hangat dari neilhoja. "Sebesar keinsyafanmu, sebesar itu pula keuntunganmu."