Kamis, November 15, 2012

Sebab-Sebab Kemunduran Umat Islam bag. 1

Di bawah selimut pagi yang mendung, aku dan temenku Makmun berangkat ke kawasan pusat kota Jakarta. Melewati jalanan ibukota yang lumayan lengang. Maklum, buat warga kota ini, hari libur adalah ‘mukjizat’ yang tidak setiap hari mereka mendapatkannya. Maka tatkala datang libur panjang, sejak Kamis ini sampai Ahad nanti, banyak diantara warga Jakarta yang bersantai-santai di rumah, atau bertamasya. Mencoba melupakan kepadatan lalu lintas yang biasa mereka makan sehari-hari.

Perjalanan pagi itu kami tempuh dalam waktu satu setengah jam. Dari jam 9, sampai di tujuan sekitar pukul setengah sebelas. Fyiuh.. lumayan capek duduk. Padahal cuma jadi penumpang, gimana kalau jadi pengemudinya. Dan beruntung jalanan kali itu pun agak lengang.. jangan dibayangkan lengangnya seperti kota Pekalongan di malam hari. He.. lengang di sini artinya, ramai lancar.. :P 

Segera kami menuju masjid al-Arif, di komplek Kementrian Perdagangan RI, kawasan Tugu Tani. Di sana, pak Agus Mustofa sudah memulai pengajian. Jadi teringat dulu pernah bareng sama beliau di Kairo. Kedekatan yang aneh, karena beliau ini penulis best seller tingkat nasional, sementara saya masih jadi penulis lokal IKPM Kairo. Tapi seperti tak ada jarak berarti antara kami. Apalagi bila istri beliau, yang juga saya panggil dengan sebutan Bunda, ikut nimbrung. Wis.. jadi kayak ibu sama anak sendiri. He..

Saat itu Pak Agus sedang menerangkan bahwa umat Islam adalah umat teladan. Seperti yang disitir dalam al-Qur’an, kuntum khaira ummatin.. kalian adalah umat teladan. Akan tetapi, ternyata keteladanan kita sebagai sekelompok umat, hanya berlangsung selama 700 tahun. Dari sejak masa Rasulullah, hingga keruntuhan dinasti Turki Utsmani. Sejak saat itu, kata beliau, kita tidak lagi menjadi umat teladan. Bahkan umat terbelakang.

Di bidang politik, saat ini tidak ada sekelompok umat Islam yang bisa dibanggakan. Apakah di Saudi? Di Iran? Irak, India, Pakistan, Malaysia atau bahkan di Indonesia? Kelompok-kelompok umat Islam itu masih kalah dengan umat lain di Amerika, Eropa, Jepang, apalagi Cina. Menurut beliau, Cina sangat siap untuk menjadi Negara superpower baru, dalam waktu 10 hingga 15 tahun mendatang.

Atau kita perkecil lagi dengan capaian orang-orangnya, yaitu orang Islam. Siapa diantara kita yang jadi penerima Nobel? Hanya segelintir. Siapa yang jadi pakar ekonomi, sosial, politik, perdagangan, budaya, informasi, teknologi? Kebanyakan adalah mereka yang bukan muslim. Penguasa keuangan dunia, juga bukan umat Islam.

Bahkan dalam sebuah literatur kuliah saya, disebutkan bahwa sistem asuransi syariah, bagaimanapun belum bisa melepaskan diri dari sistem konvensional. Karena belum ada satu pun lembaga asuransi syariah yang berkelas dunia. Maka mau tak mau, sesuai sistem yang berlaku, mereka tetap harus menyandarkan kinerja mereka kepada lembaga asuransi konvensional. Belum lagi dunia perbankan, bursa saham, bursa komoditas termasuk emas. Kita tidak lagi masuk dalam hitungan.. persis seperti sabda Rasulullah, bagai buih di lautan… Sebutlah lagi dalam dunia politik, geopolitik.. posisi umat Islam dengan OKI-nya seperti macan ompong di hadapan PBB. Selain OKI, tidak ada lagi kerjasama bilateral ataupun multilateral yang dibangun umat Islam yang pantas dibanggakan.

Bila andalan kita, yaitu OKI saja seperti macan ompong, bagaimana dengan asosiasi umat Islam lainnya di dunia ini? Lagi-lagi, dengan pemeluk terbanyak di dunia, umat Islam hanya jadi buih di lautan.

Lalu, di mana masalahnya? Apakah realitas ini yang salah, yaitu kita bukanlah umat terbelakang, atau al-Quran yang salah menyebut bahwa kita umat teladan? Padahal bukankah, Maha Suci Allah, dan Maha Benar Ia dengan segala firman-Nya..? Atau apakah ini yang disebut bahwa, realitas/ logika dan wahyu mungkin saja bertentangan?

Sebelum buru-buru menyimpulkan, ada baiknya kita singgung sedikit hubungan akal/logika dengan wahyu. Bahwa bila kita lihat, antara ilmu yang diperoleh akal dan ilmu yang disebut oleh wahyu, sumbernya adalah satu. Yaitu dari Allah swt. Lantas, mungkinkah dua keran yang berasal dari sumber yang satu, bisa berbeda airnya? Idealnya tidak. Tapi bisa saja berbeda, tapi ini murni faktor dari luar. Yang bila kita aplikasikan pada logika dan wahyu, maka yang salah adalah apakah cara berpikir dalam logika. Atau cara menafsirkan yang salah terhadap wahyu. Sehingga kemudian ditemukan ada dua air keran berbeda dari satu sumber yang sama. Lebih lanjut, baca kitab Ibnu Taimiyyah, dar’u ta’arudh al-aql wa an-naql.

Lalu bagaimana dengan realita bahwa umat kita terbelakang, dan bukankah ini sesuai dengan kenyataan? Kalau begitu mari kita lihat wahyu atau nash al-Quran nya. Ups, ternyata.. kualifikasi khairu ummat itu belum selesai kita jabarkan. Yaitu, ta’muruna bil ma’ruf wa tanhauna ‘an al-munkar wa tu’minuna billahi.. (Ali Imran: 110)

Maka pertanyaannya, sudahkah kita melakukan dan mengajak kepada hal yang konstruktif? Sudahkah kita mencegah hal-hal yang destruktif dan kezhaliman? Dan sudahkah kita mengesampingkan ego kepentingan pribadi, keluarga, kelompok dan hanya beriman kepada satu Tuhan saja? Bukan kepada pekerjaan, bukan kepada uang, atau kepada atasan?

Dan ternyata.. masih banyak diantara kita yang bermalas-malasan. Membiarkan terjadinya kemunkaran atau malah mencegah kemunkaran dengan kemunkaran itu sendiri, dengan asal pukul, dengan memarahi obyek dakwah, dengan sweeping, terorisme, atau anarkisme..

Kita mengaku bertuhan Allah saja. Katanya. Tapi menarik pertanyaan Pak Agus. Apa yang kita pikirkan sesaat setelah bangun tidur, mau mandi, mau makan, dalam perjalanan kerja, saat kerja, pulang kerja, bareng keluarga, hingga tidur lagi.. apa yang paling banyak kita pikirkan, itulah tuhan kita. Dan well, ternyata susah kita pungkiri bahwa apa yang kita sehari-hari ingat, bukanlah Allah. Tapi pekerjaan, anak, istri, keuangan, orangtua, kelompok, ormas, partai, transport atau bahkan perut!

Maka tidak heran, kita akan sangat susah menjadi umat yang satu. Meskipun kita mengaku satu Tuhan, tapi ternyata.. kita terbiasa menyembah banyak tuhan dalam hidup kita. Maka tidak heran, bila umat yang katanya ummatan wahidah ini, sangat sulit bersatu.. karena kepentingan, tujuan, visi dan misi mereka tak pernah sejalan. Tak pernah untuk satu Tuhan seperti yang mereka syahadat-kan.

Selain sebab-sebab umum dan pokok seperti yang al-Quran ajarkan di atas, Pak Agus juga menjabarkan lima sebab khusus dan teknis mengenai kemunduran umat ini.

Apa saja? Kita bahas di tulisan lain insya Allah. :)

 --------------------------
Salam hangat dari neilhoja. "Sebesar keinsyafanmu, sebesar itu pula keuntunganmu."