Kamis, Juni 16, 2011

Antara Ilmu, Ujian dan Tawakkal

Hari ini, seperti biasa sebelum menghadapi ujian, kupersiapkan materi yang akan diujikan sebaik-baiknya. Jangan terlalu husnudzon juga, maksud sebaik-baiknya ini ya.. semood-nya aku. Hehe.. Tapi insya Allah sudah ku sesuaikan, dan ku planning, agar kira-kira ketika ujian nanti, aku bisa menjawab dengan baik.

Ujian hari ini sebenarnya bukanlah ujian yang terlalu sulit. Pertama karena ia adalah ujian syafahi (lisan), yang biasanya kemurahan hati duktur (dosen) lebih berperan ketimbang kemampuan kita menjawab soal. Dan kedua, karena materinya adalah hafalan al Quran. Bukan kenapa, karena kebetulan dari sejak di Gontor dulu, aku sudah hafal hingga juz 5. Dan karena yang diujikan adalah juz 4, maka otomatis tidak terlalu sulit buatku.

Tapi ternyata, planning yang sudah ku jalani, tidak membuahkan hasil seperti yang ku inginkan. Beberapa ayat masih sering terlupa sambungannya. Bahkan hingga ketika pagi itu sudah kuulang lagi. Juz 3 dan 4 yang seharusnya udah harus lancar, eh ternyata ketika ku ulang dalam perjalanan di bus, ada yang tersendat. Apa kurang konsentrasi? Enggak juga. Karena ketika itu aku bisa duduk dan nyaman ber-murojaah. So what? Aku ga tau, yang jelas.. waktu aku ga punya gambaran apa terusan ayat tersebut. :|

Keadaan semakin diperparah karena materi ta'yin tafsir, alisa materi tafsir yang akan diujikan, belum kucorat-coret. Lima halaman terdepan memang sudah ku baca. Tapi karena yang ku baca adalah fotocopy punya temen, walhasil, makhtutat (naskah) punyaku belum sempat ku coret.

Gimana ini, hafalan masih ada yang kurang.. eh materi tafsir juga belum selesai dicoret-coret?!

Masih kurang tegang? Tenang, masih ada lagi. Karena kitabku materi tafsir tahlili juga hilang, jadi aku harus beli buku dulu di kantor bawah fakultas. Pengalamanku yang kemarin, tiga kali aku ke sana dan ditolak terus dengan alasan belum buka. Bagaimana nasib hari ini? Wallahu a'lamu.

Sambil berjalan pasrah, aku ke kantor bawah untuk beli buku. Dan seperti pengalamanku ketika beli buku takhrij, sang ammu, alias penjaga toko ternyata ga ada di tempat. Sempat khawatir, karena ujian gak lama lagi. Tapi untungnya, ketika nengok di ruangan sebelah dipanggil dan ditanya, mo ngapain. "Yallah bi sur'ah, alasyan hanu'fil bakda kidza!"

Sang Ammu minta cepet, karena dah mo tutup. Padahal jam masih menunjuk angka 10 pagi. :P
Alhamdulillah, akhirnya bisa terbeli juga nih buku...

Selesai beli buku, aku ke tingkat atas. Tepatnya lantai dua, ruangan Imam Bukhori, tempat ujian syafahi. Sampai di sana, udah lumayan rame, meski terlihat lengang dibanding luasnya ruangan. Dan ku lihat wajah-wajah sumringah menyimpan tegang di baliknya. Temenku, Mujib, yang biasanya mantap sepertinya memberi alasan. "Ternyata, ngafalin 4 juz sekaligus gak gampang!" Dan sepertinya, wajah-wajah itu bercerita sama. Tak heran, biarpun ujian sudah mulai dari setengah jam tadi, hanya beberapa gelintir saja yang udah siap diuji para dosen.

Karena alasan belum siap itu pula, akhirnya aku jalan-jalan. Hehe.. biar ga segera dipanggil. Eh tapi, baru dua kali keliling, dipanggil sama duktur paling ujung. Dengan isyarat meminta karneh, alias kartu mahasiswa. Ups! "Anta huna," kata duktur. "U'qud hunak.." Welewh, ternyata aku ujian sama duktur ini (jangan tanya kenapa ga kusebut nama beliau, bukan gak hormat, tapi karena beliau ga ngajar di kelasku. :P). Dan oh tidak, karneh yang ada tinggal punyaku dan satu orang lagi. Ini artinya, aku bakal segera diuji! @_@

Dan waktu duduk itulah, aku pasrah-sepasrahnya. Gak ngerti lagi apa yang harus kubaca, dan apa yang perlu ku ulang dari ayat al Quran. Materi ta'yin, atau al Quran?

Tapi tentunya, lebih salah lagi kalau aku malah bengong. Akhirnya, ku baca ta'yin. Tanda terakhir ada di cerita tentang Umar ra yang pengen tahu, sebenarnya apa yang terjadi hingga gagal berhaji tahun itu. Padahal Rasulullah sudah bilang di awal, bahwa mereka akan berhaji sebelum berangkat. Cerita ini adalah penjelasan kitab hasyiyatul jamal dari tafsir surat al Fath dalam kalimat "Huwa alladzi anzala as-sakinata fi qulubil mu'minin.."

Umar yang disebut seperti besi saja bisa merasa gelisah karena gagal berhaji, bagaimana dengan para sahabat yang lain? Oleh karenanya, Allah menurunkan rasa tenteram di hati para mu'minin, yaitu ahlu hudaibiyyah ketika itu.

Dalam ceritanya, Umar gelisah dan bertanya pertanyaan yang agak 'aneh'. "Alasta nabiyyah Allah?" Tidakkah engkau seorang nabi Allah ya Rasullallah? dst. (lantas kenapa kita gagal berhaji, padahal engkau bilang bahwa kita akan berhaji saat sebelum berangkat kemarin?). Setelah dijawab, Umar kembali bertanya kepada Abu Bakar, dengan pertanyaan yang sama. Dan subhanallah, apa yang menjadi jawaban Abu Bakar adalah sama persis! Sama persis seperti jawaban Rasulullah.

Saat itu, aku jadi teringat perkataan Ibn Arabi -- . "al Ilmu bisy-syai ghaira al iman bihi.." Kenapa? Karena iman itu adalah cahaya yang diberikan Allah kepada hamba-Nya. Bukan karena perbuatan seseorang kemudian ia menjadi beriman. Betapa banyak orang sudah tahu siapa pencipta, tapi mereka tidak beriman. Mereka ini seperti yang disebut dalam al Quran, "Dan siapakah yang menciptakan hidup dan mematikan dan siapa pula yang mengatur semua perkara? Maka mereka berkata, Allah. Maka katakanlah, Namun mengapa pula kalian tidak bertakwa?" QS Yunus; 31.

Dan akhirnya, beberapa saat sebelum namaku dipanggil itu, aku pun tersadar. Bahwa ada ilmu yang hanya Allah yang berkenan untuk diberikan kepada hamba-Nya. Tanpa perantara, dan tanpa diketahui jalurnya. Seperti apa yang Allah berikan kepada Abu Bakar dalam cerita di atas. Ketika itu pula, aku jadi tersadar. Benar bahwa aku telah berusaha sekian lama. Benar bahwa aku telah berjuang ngafalin semaksimal mungkin. Tapi dalam ujian, semua itu Allah yang mengaturnya. Walhasil, maha Benar Allah dalam firman-Nya, "faidza azamta fatawakkal ala Allah.." Maka jika engkau sudah berkeinginan kuat (dan berusaha), maka serahkanlah pada Allah tentang hasilnya..

Aku pun pasrah. Dan saat namaku dipanggil, aku melangkah tawakkal. Duktur bertanya, dan ku jawab. Hingga yang agak aneh, setelah beberapa ayat ku baca, aku pun ditanya, "Berapa juz kamu hafal?" Karena beberapa bulan ini aku fokus di pertengahan, maka ku jawab, "ila surat al Hijr". Surat Taubah, Yunus dan Hud pun akhirnya ditanyakan. Sebelum selesai, duktur bertanya lagi, "Berapa kamu mau saya nilai?" Owh. Kemudian duktur pun memperlihatkan nilai yang beliau tuliskan dan berkata, "Anta mumtaz."

Dalam materi ta'yin, beliau bertanya tentang junud (tentara-tentara) langit dan bumi. Baru sebentar ku jawab, ada tiga pendapat. Duktur bertanya lagi, apa maksud junud hayawan (tentara binatang)? Pertanyaan beliau sama seperti pertanyaan dalam pikiranku. Dan karena aku terdiam, akhirnya duktur yang bercerita panjang lebar tentang cerita-cerita junud hayawan. :D

Dan sekali lagi beliau bertanya, "Tahun lalu berapa nilai kamu?". Ku jawab, "mumtaz ya duktur".
"Ya, kamu sekarang juga mumtaz. Ini nilainya," kata duktur sambil memperlihatkan lagi nilai tafsir...

"Thayyib, kholas. Ruh.." Yaudah, sana pergi..

Aku pun terdiam. Dan melangkah keluar ruangan dengan perasaan tak percaya. Benar bahwa nilai mumtaz itu cukup logis buatku dalam materi al Quran. Tapi tidak untuk hari ini.., setelah sebelumnya beragam halangan sebelum ujian. Dan untuk itu, aku belajar tentang hal di atas akal dan logika. Yaitu tentang ilmu, ujian dan tawakkal. Semoga, kami semua Engkau mudahkan ya Allah dalam menjalani ujian kali ini. Dan berikan kami ilmu-Mu agar apa yang kami pelajari dalam ujian ini, menjadi bermanfaat. Amin99x.. al fatihah!