Jumat, Februari 26, 2010

Pin It

Widgets

Pluralisme Agama dan Persoalan Definisi

Membahas tema pluralisme, akhir-akhir ini semakin menarik. Terlebih setelah wafatnya KH. Abdurrahman Wahid, atau yang lebih dikenal dengan Gus Dur, yang bahkan oleh SBY disebut sebagai Bapak Pluralisme Agama Indonesia. Namun faktanya, MUI sendiri telah melarang penyebaran isme ini, bahkan memberinya fatwa haram atas ideologi ini. Akan tetapi, mengapa bangsa kita yang notabenenya mayoritas muslim, justru mencela dan mengatakan ‘bodoh’ terhadap MUI atas fatwanya itu?

Apa dan bagaimana sebenarnya Pluralisme Agama? Dan mengapa akhir-akhir ini, semakin banyak saja pendukungnya, padahal menurut MUI adalah paham terlarang?

Pluralisme, dari apa yang biasa kita kenal adalah sebuah paham yang menganggap bahwa semua agama memiliki kebenaran yang sama. Dalam pengertian ini, ada dua aliran besar terkait pluralisme agama. Yang pertama adalah pluralisme agama mazhab John Hick dengan Global Theology nya, dan pluralisme agama aliran lain yaitu Transendensi Agama dengan pengusungnya Nasr Hamid Abu Zayd dkk.

Dari sejarahnya di Barat, pluralisme agama lahir sebagai sebuah reaksi atas eksklusivisme Katolik yang menurut John Hick menjadi sebab utama konfilk antar umat beragama ketika itu. Karena dianggap, fanatisme agama adalah sebab timbulnya konflik, maka tercetuslah ide bagaimana agar seluruh umat beragama, khususnya katolik dan kristen, dapat lebih menghormati dan menghargai agama lain yang tak sejalan. Tujuannya sungguh mulia, yakni demi terciptanya sebuah kerukunan antar umat beragama.

Paham ini pun semakin digencarkan persebarannya, terlebih ketika realita berbicara tentang rentannya praktik kekerasan atas nama agama. Yang kalau dulu hanya dimonopoli oleh Gereja dengan inkuisisinya, maka dewasa ini, praktik kekerasan atas nama agama lebih sering dituduhkan kepada umat Islam. Baik itu dengan tuduhan teroris, fundamentalis, maupun ekstrimis.

Namun sayang, tujuan yang sesungguhnya mulia ini, rupanya tak semulia jalan yang ditempuhnya. Alih-alih ingin memperbaiki tata dunia baru dalam beragama, tapi yang terjadi justru menghinakan semua keyakinan seseorang dalam agama. Bertujuan ingin lebih saling menghormati, tapi dengan jalan menyamaratakan semua keyakinan dan menghancurkan semua pondasi keimanan dalam agama.

Pluralisme agama pun kemudian dikecam, tak saja oleh ulama-ulama Islam, bahkan oleh Gereja telah diharamkan ideologinya. Tak lain karena, seperti apa yang disebut oleh Adian Husaini, bahwa pluralisme agama notabenenya adalah musuh agama-agama. Tak heran bila kemudian yang terjadi adalah berkurangnya keimanan dan praktik ibadah di kalangan umat. Karena pikir mereka, toh buat apa beribadah formal, karena semua agama tujuannya sama.. tak ada beda antara Kristen dan Islam, semuanya menuju pada kebenaran yang sama, dan The Real yang sama.

Faktanya saat ini, sering kita dengar pendapat orang, “Gak penting itu halal haram, yang penting bila kita telah menyebarkan kebaikan dan kebajikan sosial, maka itu sudah lebih dari cukup, dibanding hanya sholat, ke gereja, dan semisalnya.” Lambat laun bisa jadi, kalimat Nietzhe akan semakin terdengar gaung kerasnya di bumi pertiwi, “God is dead.”

Ujung-ujungnya, menjadi atehis.

Ketika terpojok, para pluralis pun ngeles, salah satunya Irshad Manji, yang kemudian menyebut paham yang disebarkannya itu bukanlah relativis (kebenaran relatif), akan tetapi sebuah sikap pluralis yang menghormati semua perspektif tentang kebenaran.

Yang aku sendiri herankan, hampir di semua tulisan pengusung paham pluralism agama, sangat jarang yang mencoba membahas definisi ini. Hampir semuanya mendiskusikan dan mewacanakan persoalan-persoalan sekunder yang jauh dari konsep utama paham ini. Seperti, pentingnya berpaham pluralisme. Dan atau, sebenarnya Islam pun mengakui kebenaran agama-agama lain (pluralisme). Atau juga mengaitkan pluralisme agama sebagai solusi harga mati bagi kekerasan atas nama agama, dsb.

Padahal, persoalan konflik definisi itulah yang membuat banyak orang salah sangka dan bingung dengan paham ini. Karena, suatu waktu, pluralism agama berarti toleransi. Akan tetapi, suatu waktu yang lain, artinya bisa lain dan menjadi adanya kebeneran dalam semua agama. Lantas, mana sebenarnya definisi yang benar?

Sebelum menutup tulisan acak adut ini, izinkan saya nerusin ide kalimat temen saya, "Kalau persoalannya adalah kekerasan atas nama agama, maka tak perlu ada pluralisme agama.. karena dari sejak awal Islam sudah mengajarkan toleransi antar umat beragama."

Jadi pengen tanya, apa sebenarnya arti dari pluralisme agama?

Selain beberapa isu terkait konflik istilah, dalam makalah di bawah ini juga memuat pengertian pluralism agama dalam Islam, termasuk konsep pluralitas yang sesungguhnya dalam kacamata Islam. Apakah Islam mengakui pluralitas, atau justru sebaliknya? Dan di akhir kalimat, akan kita jumpai isu klasik tentang perang pemikiran dewasa ini, Islam vis a vis Barat?

Lebih lanjut, silahkan download dan baca makalah berjudul Pluralisme Agama; antara Pluralis dan Relativis di sini.



--------------------------
Salam hangat dari neilhoja. "Sebesar keinsyafanmu, sebesar itu pula keuntunganmu."

Artikel terkait :



0 comments:

Posting Komentar

Punya opini lain? Ceritakan di sini kawan.. :)