Minggu, Februari 24, 2008

Review Ayat-Ayat Cinta (Bajakan)


Pagi tadi aku lagi sibuk bongkar2 blogku... cari gimana biar bisa read more...

tapi tiba2 aku denger suara gemericik perutku... ups, dah jam setengah sepuluh aku lum makan ternyata....

aku pun beralih ke kamar sebelah dan tiba2 film Ayat2 Cinta lagi diputer ama Copen... yah, akhirnya sambil makan juga nonton dah..

Mulanya aku begitu penasaran, seperti apa film ini...

tapi eh, abis diliat.... bahkan sejak scene pertamanya aj, udah bejibun kritikan, komentar, sindiran, dll lah....

mungkin perlu diinget... kami2 kan tinggal dan bergelut dengan kehidupan Mesir.. jadi sangat mudah menilai film tersebut dengan kehidupan aslinya... so sudut pandang kritikan yang kami pakai di sini lewat sudut pandang kehidupan aslinya...


beberapa kritikan yang aku setuju ama temenku Irfan:

Tak terelakkan, aku kecewa melihat adegan demi adegan film besutan sutradara Hanung Bramantyo ini. Berbeda dengan gambaran kehidupan yang aku dapati sendiri di Mesir. Aku dan Sobat kuliner memang tak henti mengkritisi jalan cerita dan setting yang ditayangkan. Tapi kami maklum, Mas Hanung banyak menghadapi kendala dalam syuting AAC. Bahkan lokasinya dipindahkan ke India karena masalah dengan birokrasi pemerintah Mesir. Jalan cerita juga dipermak dan dipersingkat, sedikit berbeda dengan novel. Hal ini tentu saja mengecewakan bagi masisir. Tapi, tanpa mengurangi respekku sama Mas Hanung, aku acungi jempol buat visualisasi novel adaptasi ini.

Dalam novel, yang menuntut Fahri ke pengadilan adalah keluarga Bahadur—ayah tiri Nouora—sedang di layar lebar, ayah kandung gadis ini yang melakukannya. Juga ada sisipkan rekayasa kecelakaan mobil yang disusun Bahadur untuk membunuh Maria. Tabrakan inilah yang menyebabkan Maria sakit parah hingga koma. Tokoh Tuan Boutros, ayah Maria juga ditiadakan dari skenario. Hingga cerita meninggalnya Maria yang cenderung sangat berbeda.

Sosok Fakhri sendiri, walau Mas Hanung usahakan agar lebih manusiawi. Tapi si Fedi agak terlalu berlebihan dan terkesan membentak-bentak. Setahu aku, disini masisir yang menempuh S2. Pola fikir mereka lebih cenderung sabar dan kalem. Jadi, sosok Fakhri ini adalah sosok mahasiswa S2 yang kuliah di Indonesia bukan di Cairo.

Dari kostum sendiri, tokoh Fakhri sangat jauh dari kesan mahasiswa S2 anak Azhar lagi. Melainkan cenderung sebagai seorang mahasiswa di Universitas Negeri Indonesia. Perlu diketahui, bahwasanya potongan rambut masisir S2 lebih sopan dari si Fakhri AAC ini.

Satu lagi, AAC menggambarkan Mesir—ini yang tidak di sukai kalangan Masisir—lebih kumuh dan sembrawut disertai potongan-potongan padang pasir. Seolah-olah bahwasanya kuliah di Mesir itu hanya bersuasanakan gurun, onta, pasar yang kering dan kotor. Keadaan rumah Fakhri yang cenderung padat di tengah kawasan pasar. Setahu saya, daera Hadayek Helwan itu ga seperti itu. Disini juga tidak ada gemerlap Abbasea, Nasr City atau Heliopolis. Yang ditampakkan hanya kawasan pinggiran sekitar flat Fahri saja.

Penggunaan bahasa 'amiyah, aku kira cukup bagus dan masing-masing tokoh terlihat sudah benar-benar bisa melafalkannya dengan baik. Tapi, sayang. Yang bener-bener fasih cuman orang yang berperan sebagai temen Fakhri di Metro saat bertemu Aisha.

Belum lagi adegan mesra antara Fahri dan Aisha atau Maria setelah menikah yang terlalu berlebihan. Tidak sampai melanggar batas-batas kesopanan memang. Namun bagi para konsumen film islami, beberapa adegan ini cukup menggangu. Alih-alih, menurut saya ini juga akan dikonsumsi oleh anak-anak. Satu lagi dan ini sangat perlu diketahui bahwasanya mahasiswa Indonesia Cairo apalagi anak-anak Al-Azhar sangat tidak boleh berjalan atau berduaan dengan wanita mesir kecuali ada mahram.
Meski begitu, acungan jempol buat mas Hanung. Dengan segala keterbatasan yang ada, sineas muda ini sudah berbuat maksimal. Paling tidak mengobati kehausan akan sinema islami di dunia layar lebar tanah air yang kini disesaki roman-roman percintaan tanpa makna hidup. Saya juga faham, kita sebagai pembaca dan penonton hanya bisa mengkritisi dan mencela klo jelek. Tapi disini, saya hanya ingin mencoba membenarkan penggambaran suasana kota dan perkuliahan Cairo sebenarnya.

nah begitu kata temenku, maklum copy paste doank... abis lagi mo sibuk nihy.... entar kapan2 aku edit lah.

tapi ini adalah komentar atas film bajakannya, jadi wajar kalo bejibun...
cuman gak tau kapan bakal bisa nonton film ori-nya.. ntar lah, aku review lagi yang aslinya.. he..he..he... seolah2 wakakakak


he..he..he..he..

Jumat, Februari 22, 2008

wanita, engkau dan segala keindahanmu


Subhanallah....
Maha Suci Allah yang telah menciptakan rasa cinta diantara dua insani

Subhanallah...
Ketika tak pernah ada tempat berlari dari takdir ini

Subhanallah...
Aku pun bertanya-tanya tentang makhluk yang satu ini

Subhanallah...
Ini bukan soal bulu matanya yang lentik
juga bukan ketika kelopak matanya berkedip
senyumnya yang terkembang manis
atau juga sifatnya yang centil menggelitik


Subhanallah...
Tapi mengapa tak ada tempat tuk lari
tak ada ruang tuk bersembunyi
terpenjara dalam ruang jeruji besi
sebagaiamana nabi-Mu Yusuf yang dikhianati


Subhanallah...
Rabbi-ssijnu ahabbu ilayya mimma yad'unani ilaihi
penjarakanlah hati-hati kami
dalam apa yang Engkau Ridhai
tuk bertemu cinta anugerah-Mu yang hakiki


Walhamduillah...
Ini adalah sebuah keindahan.

N O Z H A


Tepatnya jam 5 kurang seperempat sore tadi, sebuah nama tercipta buat marhalah kedatangan kami....
oya, kalo di sini ... khususnya kebiasaan Gontory, semuanya kudu pake nama. ada apa dengan sebuah nama? kalo Shakespere bilang, apalah arti sebuah nama? maka kami, umat Islam, nama adalah sesuatu yang sakral. ia adalah sebuah panjatan doa. ia adalah refleksi akan sebuah mimpi. ai semacam motivasi yang kan terus melekat bersama jatidiri. dan nama juga adalah sebuah ekspresi identitas diri.
maka pembentukan sebuah nama, termasuk proses dalam pemilihan nama tersebut akan menjadi sebuah langkah awal, dari sebuah perjalanan nan panjang hingga kami lulus nanti...
acara tadi aku sempet telat dateng... maklum jam kairo? wakakakak.....
yah, emang dasar maleszzz!!!!
tapi, gak menyurutkan langkahku untuk bersila bersama bertukar pikiran bout marhalah kedatangan 2007 yang baru.
acara dimulai dengan apa, entah gak tau...

tapi waktu aku dateng acaranya udah pembacaan nama2 marhalah... ada 7 nama:
1. Armageddon (Arroyah al-mumayyazah Pondok Modern Gontor)
2. eX-Qool (Excecutive student of Quality)
3. Musawwiq (Mujtahidin fi sabilillah bil huda wat Tuqa)
4. Asfur (Association of Ours)
5. Sami'na (Barisan Mahasiswa yurid najah wal imtiyaz) fa Atha'na
6. oya, Nozha (Nudwatul Ummah bizzakati wal hidayati)
7. wah, satu lagi ni agak sulit... Izzatt (tul, gak?) yang ni lupa singkatannya.
nah, yang kepilih... waktu itu dibagi dua kelompok, putra dan putri... lalu eng..ing...eng... keluarlah 2 nama:
1. Nozha
2. Asfur

akhirnya setelah melalui saringan presentasi dari masing2 pencetus ide nama, akhirnya keluarlah keputusan dengan kesepakatan voting lewat suara mutlak, bahwa:

Dengan Nama Allah, Nozha kita pilih sebagai nama marhalah kedatangan kami..... yeeehaaa!!!

oya, yang nomor 5 dan nomor 3 sumbangan dari kaum Tajammu' Awwal, yah walaupun kami2 dari orang Gurun, toh gak kalah kan soal berbagi ide??? he..he..he... dan khususnya yang nomor 5 itu sumbangan ku loh.... :)

biarpun gak kepilih, yang penting aku ikut milih.... he..he..he...

Selamat buat Redong, Lalu dan Amin, atas kepemimpinan mereka dalam pemilihan ini. Moga sukses selalu yak! Insya Allah kita bareng2 lah.... selalu, selamanya...dalam ridha Ilahi.


Ibunda Lebih Berhak Untuk Digunjing


Minggu, 10 Februari 2008

oleh: KH A Hasyim Muzadi


Bangsa Indonesia tak pernah selesai mengurus berbagai macam persoalan sehingga seperti tak pernah ada rehat untuk jeda. Selama ini kita terpaku dengan berbagai urusan yang berkaitan dengan krisis multidimensi, sehingga meski gaung reformasi sudah sayup-sayup terdengar karena tertelan beragam kepentingan sesaat, kesadaran untuk membuang jauh-jauh kepentingan sesaat ini tak pernah bisa kila lakukan.
Nyaris setiap saat kita melahirkan pemimpin versi kita dengan momentum serta medium yang berbeda-beda. Setelah berbangga diri disebut sebagai salah satu negara berdemokrasi paling besar, ternyata produknya tidak didesain untuk membantu memecah kebuntuan yang sekian lama mendera anak bangsa.
Setiap kali lahir pemimpin baru, maka lahir pula persoalan baru. Setiap pilkada digelar, maka lahirlah pemimpin baru dengan akibat yang menyertainya. Biayanya sangatlah mahal. Bisa biaya politik, biaya ekonomi dan yang paling mengerikan adalah social cost-nya yang tak terduga. Ini baru di tingkat pilkada. Dua ke depan, kita tak mampu lagi memprediksi apa yang bakal terjadi menjelang pemilihan presiden [pilpres]. Maka, pertaruhannya sungguh akan jauh lebih besar lagi.
Bahkan jauh-jauh hari sebelum agenda nasional lima tahunan itu digelar. Beberapa orang yang merasa dirinya pantas memimpin bangsa, dari sekarang mulai berancang-ancang.



Ada yang dengan cara halus tetapi tak sedikit yang tampak mulai vulgar. Untuk menawarkan dirinya kepada rakyat bahwa dia pantas memimpin, beragam cara, taktik, dan strategi disusun. Bahkan tak sedikit yang menggunakan taktik kurang elegan dengan saling serang. Menelanjangi pihak lain, menjelma cara paling ampuh untuk mematut-matut diri sebagai yang terbaik. Yang lebih ironis, para calon pemimpin dan pemimpin yang ada malah saling gunjing. Maka benarlah satir rakyat jelata; mengurus para pemimpin ternyata jauh lebih rumit daripada mengurus rakyat biasa.
Rakyat sudah sekian lama merasa keberatan kalau semua persoalan ditimpakan kepada mereka dengan cap macam-macam. Susah dididiklah, susah diaturlah, sulit dikendalikanlah, terlalu bodohlah, pemalaslah, tidak kompetitiflah, serta aneka sumpah serapah lainnya. Sejujurnya, bangsa ini sudah terlalu lama mengurus para pemimpinnya yang tak pernah merasakan denyut terdalam nurani rakyat. Coba bayangkan!
Berapa kali pilkada digelar dan berapa kali pula angka partisipasi rakyat? Tetapi begitu agenda ini hendak digelar, para kandidat telah mendidik para calon pemilihnya dengan cara-cara yang tidak pantas dilakukan. Pemilihan pemimpin hanya menjadi ajang saling tuding, saling serang, saling nista hingga saling gunjing. Suatu perbuatan yang jangankan oleh agama, melalui standar moral paling rendah pun, tindakan semacam itu tidak dibenarkan.

Belakangan, kegiatan saling serang muncul kembali bahkan di tingkat yang lebih luas. Padahal pilpres masih dua tahun lagi. Merasa dinistakan, yang diserang pun menyerang balik. Lalu muncullah serangkaian aksi saling balas dengan saling menyalahkan dan saling tuding. Padahal rakyat sudah mahfum benar rekam jejak mereka sebenarnya. Ini semua diakibatkan oleh kebiasaan kita terlalu serius belajar berbicara dan melupakan sama sekali kebiasaan mendengarkan. Organisasi berubah menjadi pasar, karena masing-masing hanya ingin berbicara dan tidak siap untuk mendengarkan.
Rumah tangga jadi panas karena semua anggotanya ingin berbicara. Kalau merasa disudutkan, maka pasang aksi dan siap siaga untuk menyerang balik. Maka meluncurlah kata-kata tak pantas di tengah rumah tangga. Pantas saja kalau nurani kita semua tak pernah jernih dan pantas pula kalau kita terbiasa membicarakan hal-hal tak penting. Sepertinya, kita tak pernah jemu berbicara sehingga seakan tugas kita semua sama: Berbicara.

Semua ingin berbicara dan didengarkan padahal semuanya belum siap untuk menjadi pendengar yang baik. Akibatnya, muncul perang kata-kata, saling tuding, saling tuduh, dan saling menyalahkan. Kondisi ini tentu saja amat kurang menguntungkan karena bukan jalan keluar yang didapat tetapi justru persoalan-persoalan baru yang lahir. Bahkan, bisa jadi pertentangan dan pertikaian baru yang muncul.
Sungguh memilukan. Semuanya ingin bicara dan semuanya ingin dibicarakan. Lantas, kapankah kita mencari waktu walau sebentar untuk berdiam diri, merenung, mempertanyakan dalam diri dan menyoal apa sebenarnya yang kita perbuat ini? Sepertinya tak pernah ada waktu untuk menggugat diri sendiri.
Alquran mengajarkan kita dalam sebuah ayat suci, ''Laa yatakallamuuna illaa man adzina lahu r rahmaan wa qaala shawaaba''. Kalau itu dilakukan pemimpin, bi masyii-atillah rakyat akan dengan senang hati mendengarkannya. Rakyat akan mengambil posisi ''yastami'uunal qaula fa yattabi'uuna ahsanah''. Dalam konteks Indonesia masa kini, diam amat penting dilakukan para pemimpin kalau tak mampu lagi berkata-kata baik.
Ibnu Mas'ud berkata, ''Tidak ada sesuatu pun yang patut diikat berlama-lama lebih dari lidah.'' Bahkan, Mujaddid besar Imam Alghazali mengisyaratkan betapa khawatirnya Gusti Allah atas sepotong daging bernama lidah. Karena besarnya akibat yang ditimbulkan, demikian Al-Ghazali, tak ada tawanan mana pun yang paling ketat penjagaannya kecuali lidah.
Tak cukup hanya dengan dua bibir, Gusti Allah bahkan menambah lagi dengan penjagaan dua deretan gigi yang amat kuat. Itu pun, lidah masih selalu sempat lepas tak terkendali. Seorang sufi lainnya berkata, ''Manusia diciptakan hanya dengan satu lidah namun dianugerahi dua telinga dan dua mata agar ia mampu mendengar dan mau melihat lebih banyak daripada berbicara.''
Menjadi jelas betapa pentingnya bersikap diam. Terlebih karena bangsa ini benar-benar sedang berada dalam kondisi di mana perkataan tak terlalu penting dibandingkan bekerja. Ironisnya banyak di antara kita yang baru merasa ada kalau berbicara. Kita bermohon agar Allah senantiasa memberikan kemampuan kepada kita dalam menguasai lidah dan membuka mulut untuk berbicara bila benar kata-kata yang akan meluncur menyejukkan semua pendengar dan mendatangkan manfaat. Kalau tidak, maka akibatnya sungguh akan sangat berbahaya. Lidah yang tak terkontrol, bisa membinasakan pemiliknya.
Menurut standar Rasulullah, Muslim yang baik adalah yang membuat Muslim lainnya selamat dari tangannya dan lidahnya. Kalau lidahnya tajam menusuk seperti sembilu, maka lidah semacam ini termasuk yang tidak menyelamatkan Muslim lainnya. Tidak membuat orang jadi tenang. Ia ibarat memiliki sebuah ketepil dan siap melemparkan batu ke segenap penjuru sesuka bisikan di muara angkaranya.
Nah, daripada kita menggunjing orang lain, maka sufi besar Abdullah Ibnu Mubarak mengajarkan kita sesuatu yang lebi bermanfaat. ''Kalau saya dipaksa harus menggunjing, maka pertama-tama yang akan menjadi sasaranku adalah ibunda dan ayahandaku. Beliau berdua jauh lebih berhak untuk menerima amal-amalku,'' katanya ketika ditanya bahaya menggunjing. Apa sebabnya? Menurut sebagian riwayat, seseorang apabila tengah menggunjing, sama artinya dengan sedang melepas helai demi helai amal baiknya.
Setiap kali kita menggunjing seseorang, maka setiap kali itu pula orang yang kita gunjing akan mendapatkan ganti dengan amal-amal baik yang kita lakukan. Pantas saja kalau kita harus menggunjing, maka kedua orangtua kita paling berhak menerima amal-amal baik kita daripada harus diserahkan kepada orang lain. Betapa sarkastisnya Abdullah Ibnu Mubarak menyikapi orang yang suka 'memangsa daging' saudaranya sendiri karena perbuatan menggunjing ini. Kalau tak sudi disebut tengah menggunjing, maka berbicaralah sebaik mungkin dengan etika yang patut dan terpuji agar mendatangkan manfaat.

Wallaahu a'lamu bishshawaab.

Hak Cipta oleh: Republikaonline

Kamis, Februari 21, 2008

Dunia Maya


Bismillah....

akhirnya aku bisa nge-blog lagi.. asik banget rupanya. dulu sempet punya di fs, tapi setelah ngeliat kayaknya kok gak berkembang, akhirnya cari-cari di tempat lain. sempet juga di opera community, morange, multiply bahkan. tapi akhirnya pilihanku jatuh pada blogspot.. he..he..he..

begitulah sekilas perjalanan dunia maya ku sekian hari ini. bersurfing ke mana2... itu terjadi karena aku sempet baca bukunya seorang IT, tapi maaf aku lupa namanya... bahwa dunia internet adalah dunia informasi. di sini dunia yang knowledge bener2 is power... bukan orang yang kaya, juga bukan orang yang punya jabatan, apalagi orang yang jadi CEO yang dihormati di sini. tapi adalah dia yang mau berbagi ilmu, knowldege, informasi... di sinilah letak keunggulan dunia maya dari dunia nyata...



tak ada hirearki kecuali hirearki ilmu...

orang bebas menghukumi, memberi komentar, tak setuju, oposan dengan orang lain... tak peduli siapa dia, atau apalah dia... semua makhluk bernama manusia sederajat di sini...



lalu apa yang bikin aku balik lagi ke net?

sejujurnya dulu aku sempet vakum dengan dunia maya, sempet alergi dan bahkan sempet benci... kenapa? karena tiap kali pergi ke warnet gak pernah tau mo ngapain? FS... dah bosen, itu permainan anak smu... trus mo ngapain lagi...????

nah, sekarang aku baru tau, betapa dunia ini sudah berkembang, berdevelop setiap waktu, bahkan dalam hitungan detik..... ya, inilah dunia informasi digital... atau disebeut juga dunia maya, dunia tanpa batas ruang dan waktu.

so, aku mulai suka gabung di milis2, kadang2 buka berita terbaru di koran, atau ngikutin perkembangan pemikiran Islam sekarang... dan tak lupa, sign in di Y!M....

tapi inget, tak ada sesuatu yang bebas nilai... begitupun dunia maya. ia juga kadang berbahaya bila salah penggunaannya... ibarat pisau bermata dua. tak semua informasi benar, tak semua informasi bermanfaat, dan tak semua informasi mencerahkan...

namun, al-ashlu fil asy-yaau al-ibahah. kecuali bila digunakan untuk bermaksiat kepada-Nya.

Allah Maha Melihat.

wallahu a'lam.

yagh, met gabung kembali di dunia maya...

Belajar Hidup


MENGENAL SEMBILAN NILAI KHAIRU UMMAH (FASTABIQUL KHAIRAT)

____________ _________ _________ _________ _________ _________ _________ _________ _

Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS, Al-Baqarah:148)

Dari An-Nawas bin Sam'an r.a. berkata: Rasulullah saw bersabda, "Kebaikan itu adalah akhlak yang baik dan dosa adalah apa-apa yang meragukan jiwamu dan engkau tidak suka dilihat orang lain dalam melakukan hal itu." (HR. Muslim)

____________ _________ _________ _________ _________ _________ _________ _________ __

Manusia dengan inventaris perasaan yang dimilikinya adalah modal kesejahteraan dalam menikmati proses kehidupan ini, namun kadang perasaan menjadi bagian perusak dan penghancuran sendi-sendi kebahagiaan.

Terlukanya anggota badan mungkin lebih ringan untuk diobati dari pada terlukanya perasaan.




Terlukanya tangan akan memunculkan solusi dalam upaya pengobatannya, namun terlukanya perasaan dapat mengakibatkan kejadian-kejadian fatal pada diri seperti bunuh diri dsb.

Di dalam menjalani nilai ini , kita harus menerina hak-hak sebagai berikut :

1. Hidup di dunia harus siap dihina orang lain.
Setiap manusia pasti mempunyai kebaikan dan keburukan, kelebihan atau kekurangan. Disaat ingin berinteraksi dengan orang lain, yang kita harapkan adalah mereka mengenal apa yang ada pada diri kita. Tentunya, pengetahuan mereka tentang kita adalah berupa pengetahuan yang baik (kebaikan-kebaikan) yang kita miliki. Ini merupakan kesadaran sepihak dari seseorang yang ingin melakukan interaksi dengan orang lain.
Disaat kita menawarkan atau mempublikasikan kebaikan, disitulah tersirat kejelekan dan kekurangan yang kita miliki yang tidak sengaja tersampaikan kepada orang yang kita kenal. disaat itu pula orang akan melihat dan membicarakan apa yang kita miliki, apakah kejelekan atau keburukan. Biasanya pembicaan tentang kejelekan kita sebut sebagai 'hinaan', sedangkan penyebutan mengenai kebaikan, kita sebut sebagai 'sanjungan'.

2. Harus siap menerima perbedaan.
Kadang memang seorang harus merasa kesal dengan suara sumbang di luar apa yang kita fikirkan sebelumnya. tidak ada orang yang dilahirkan dalam keadaan yang sama. Ketika dalam kandungan mereka juga diperlakukan yang berbeda. Ketika lahir mereka mendapatkan perlakuan yang berbeda pula, dari mulai pemberian makanan, pendidikan, fasilitas kehidupan, pendekatan social, lingkungan dll, maka keadaan tersebut mewajibkan adanya perbedaan dan keberagaman dalam kehidupan kita.

3. Harus siap melihat keindahan.
Sering perilaku tidak menyenangkan, tindak kejahatan muncul akibat salah dalam menjaga diri untuk melihat keindahan. Pencurian terjadi karena diri tidak mampu menerima keindahan yang dimiliki orang lain. Perkosaan terjadi karena tidak mampu mengontrol keinginan diri melihat dan menikmati keindahan yang dimiliki orang lain. Pertengkaran dikarenakan tidak mampu menikmati perbedaan sebagai keindahan.

4. Harus siap menerima perubahan.
Sesuai dengan kemampuan berfikir manusia, perubahan tidak mungkin dapat dihindarkan dalam kehidupan. Perubahan adalah hal yang pasti, seiring dengan kepastian manusia untuk terus berfikir, dan berfikir pasti menimbulkan perubahan. Mengharapkan tidak adanya perubahan adalah sama halnya dengan mengharap seluruh manusia berhenti untuk memanfaatkan dan menfungsikan fasilitas Tuhannya yaitu hati dan fikirannya.

5. Harus siap menerima perpisahan.
Sesuatu yang mustahil terelakkan, jika orang menginginkan pertemuan tapi tidak menginginkan perpisahan. Kita terlahir dengan hampa pengetahuan dan tidak mengenakan busana selembarpun, maka ketika mati di sanalah kita mulai meninggalkan semua apa-apa yang kita miliki. Apakah ada upaya manusia untuk dapat mengabadikan dari setiap kepemilikan yang pernah ia miliki menjadi kepemilikan abadi oleh manusia tersebut. Jika memang ada maka bolehlah manusia untuk tidak menerima adanya perpisahan. (Mohammad Sabeni)
http://www.unismabekasi.ac.id/

Rabu, Februari 13, 2008

hari pertama

Bismillah


capek deh...


tadi pagi abis jalan2 ke kota Kairo lama... di sana ada benteng, yang dibikin oleh dinasti Fathimiyyah....