Senin, Desember 22, 2008

Pin It

Widgets

Pohon Apel dan Seorang Anak; Met Hari Ibu

Kita mungkin pernah berpikir, kenapa berbakti kepada orangtua ditempatkan oleh Islam di tempat yang begitu tinggi. Bahkan ketika orangtua kita adalah orang kafir dan bukan Islam.. Mungkin cerita di bawah ini bisa menjawab kenapa,..

Selamat Hari Ibu... miss u so much, Mom,

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.

Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih.

“Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel itu.

“Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi.” jawab anak lelaki itu.



“Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.”

Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang… tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu.”

Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang.

“Ayo bermain-main denganku lagi.” kata pohon apel.

“Aku tak punya waktu,” jawab anak lelaki itu.

“Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?”

“Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu.” kata pohon apel.

Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya.

“Ayo bermain-main lagi denganku.” kata pohon apel.

“Aku sedih,” kata anak lelaki itu.

“Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?”

“Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah.”

Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian.


“Maaf anakku,” kata pohon apel itu.

“Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu.”

“Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu.” Jawab anak lelaki itu.

“Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat.” Kata pohon apel.

“Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu.” jawab anak lelaki itu.

“Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini.” Kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.

“Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang.” kata anak lelaki.

“Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu.”

“Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.”

Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.

Ini adalah cerita tentang kita semua. Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apapun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia.

Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.

Dan bila Anda berpikir, orangtua kita begitu memiliki cinta dan sayang kepada kita yang begitu tak terbatas dan tanpa syarat... pernahkah kita berpikir betapa besar dan luas cinta-Nya kepada kita yang telah menganugerahi dua orang tua kita, untuk menjaga kita dari saat sebelum kita lahir??

Umar bin Abdul Aziz berkata: "Sesungguhnya syukur dan tambahan nikmat itu adalah saling berkaitan. Maka sungguh tidak akan terputus tambahan nikmat dari Allah, kecuali telah terputus ungkapan syukur dari sang hamba."

credit to: arie5758 [kaskus maniac]
www.kaskus.us

Artikel terkait :



5 comments:

Subagya mengatakan...

hmm... artikel-artikel di sini sangat bermanfaat buat saya secara pribadi terimakasih mas telah berbagi ilmu

Cebong Ipiet mengatakan...

sering kali kita seperti itu
^_^
mungkin akan terasa jika anak anak kita yg nantinya sprti itu
smg saja tidak
makasih kunjungannya

Anonim mengatakan...

kasian bgt pohonnya cuman jadi pemanfaatan.. anak laki2 itu hanya kemabli jika sedang memerlukan sesuatu.. :(

Mas Niam mengatakan...

@ mas subagya

sama-sama mas...

mas subagya juga udah banyak nyumbang ilmu,

bedanya, mas subagya di dunia internet dan komputer, mungkin aku cuma bisa di dunia tulisan :)

sama2 berjuang ya, mas... untuk negri ini dan agama kita.

Mas Niam mengatakan...

@cebong ipiet

yups... sama2 salam kenal

@sazka

iya begitulah kita sewaktu kecil...
sampe sekarang kali ya? :D

yuk, kita berbakti ama kedua orangtua ... mumpung masih ada waktu

Posting Komentar

Punya opini lain? Ceritakan di sini kawan.. :)