Minggu, November 30, 2008

Dongeng Menjelang Tidur; Sosialisasi Pemilu Luar Negeri


Ahad, hari ini 30 November 2008.
Sebenernya sebelum hari ini begitu banyak even yang terjadi, hanya saja, aku lum sempet menuliskannya. Udah begitu banyak yang ingin aku tuliskan, cuman selalu terbentur dengan waktu yang kayaknya tambah sempit, hehehhe...

Diantara hal-hal tersebut adalah soal acara sosialisasi pemilu kemaren, tanggal 24 November di ACC (Azhar Convention Center). Di mana ketika itu membahas tentang pengenalan sistem pemilu tahun 2009 nanti. Khususnya yang berkaitan dengan beberapa perbedaan pemilu di negeri sendiri, di Indonesia, dengan yang nantinya bakal kami laksanakan di negeri Mesir ini.

Hadir dalam acara tersebut, Ibu Meutia Farida Hatta, menteri Pemberdayaan Wanita yang juga putri proklamator Indonesia, bung Hatta. Maka tak heran, bila kemudian aku dibuat bengong, ketika beliau bercerita tentang seklumit sejarah yang tak pernah terungkap dalam buku-buku diktat sekolahku dulu. Salah satunya soal penyamaran bung Hatta sebagai seorang co-pilot, agar bisa bertemu dengan Nehru, PM India ketika itu, untuk mencari dukungan kemerdekaan Indonesia.

Hadir juga bu Andi, salah seorang anggota KPU Pusat. Beliau berbicara tentang inti acara ini, yakni pengenalan sistem pemilu dan tata cara pelaksanaannya di tahun 2009 nanti. “Karena begitu hormatnya bangsa ini terhadap hak-hak demokrasi warganya, biarpun pemilu luar negeri ini mahal, tetap kita adakan. Maka sangat diharapkan kepada warga Indonesia di luar negeri agar benar-benar menghargai penghormatan ini, dengan menggunakan hak pilihnya,” begitu salah satu ajakan beliau kepada kami di bumi Kinanah ini. Biarpun kami jauh, tapi tetap diharapkan partisipasinya untuk ikut menentukan nasib bangsa ini. Dalam kata yang lebih gamblang, janganlah golput.



Menariknya, acara yang sedianya diantisipasi oleh panitia untuk 600-an orang saja, ternyata dihadiri oleh hampir semua Masisir (Mahasiswa Indonesia di Mesir), sekitar ribuan orang hadir dalam acara tersebut. Praktis, jumlah kursi yang disediakan tidak mencukupi. Terpaksa para mahasiswa memanfaatkan tikar-tikar yang disediakan panitia.

Namun sayangnya, meski problem tempat dapat diatasi, tapi solusi konsumsi masih jadi kendala. Beberapa teman akhirnya gak dapet jatah makan. “Yah, mau gimana lagi. Sedang yang kami persiapkan hanya untuk 600-an orang. Karena denger-denger adanya razia dari kepolisian Mesir, yang bisa membuat mahasiswa enggan keluar rumah. Eh, yang terjadi malah sebaliknya..” sebut salah seorang bapak dari KBRI yang juga panitia acara.

Dari acara ini, sebenarnya aku pengen angkat tangan, bertanya kepada bu Andi dan para pembicara di depan. Hanya sayang, pak Dubes, yang jadi moderator malam itu, tidak memberiku kesempatan untuk bertanya. Maklum, ada banyak orang yang angkat tangan ketika sesi tanya jawab dibuka. Karenanya, daripada mengendap, aku tuangin aja di sini.

Ada dua hal yang ingin aku tanyain buat dua tokoh pemerintaha kita malam itu. Yang pertama, ada hal yang menarik soal pemilu kita di Indonesia. Sudah seharusnya, berlangsungnya pemilu, diharapkan mampu memperbaiki kondisi negara kita. Akan tetapi, setelah berulang kali pemilu ini diadakan, toh ternyata tidak banyak perubahan yang kita rasakan. Dari sini, aku coba melihatnya dari ekses pemilu yang akhirnya menimbulkan pemerintah dengan susunan kabinet dan legislatif yang baru. Yang disesalkan, kabinet dan legislatif baru ini, tidak menganut mazhab, “al-muhafazah ala al-qadim ash-sholih, wal akhdzu bi al-jadidi ashlah”. Tapi justru mengobrak-abrik apa yang udah dikerjain pemerintah yang dulu, dan merombak habis work plan ataupun cetak biru pemerintah dulu, untuk membuat sistem ataupun plan baru yang ‘menurutnya’ lebih baik.

Dampaknya? Jelas perubahan instan sebuah sistem dan proyek pembangunan negara yang terlalu cepat, maka hasilnya gak akan maksimal. Karena, rencana pembangunan dan pembenahan negara ini, tidak cukup dengan satu-dua tahun masa pengerjaan proyek.

Nah, kalo terlalu sering diubah, maka sebuah master plan yang udah fix, bisa jadi sia-sia karena udah diganti duluan dengan yang baru. Padahal kita tahu, sebuah proyek pembenahan negara ini bukan pekerjaan lima tahun...
Jargon, ganti pemerintah ganti kebijakan, sudah selayaknya ditinjau ulang. Bila tidak, maka urgensi pemilu malah yang perlu dipertanyakan. Masihkah pemilu dianggap penting, bila hasilnya gak pernah maksimal, untuk membuat sebuah pemerintahan dan legislatif yang lebih baik?? Ada apa dengan sistem pemilu kita?

Pertanyaan kedua ini berkaitan dengan pertanyaan pertama. Bila telah kita lihat, bahwa sepertinya ada yang ‘aneh’ dengan pemilu kita, maka kalau menurutku adalah karena cacatnya sebuah sistem politik bernama demokrasi. Bagaimana tidak, sistem satu orang satu suara adalah tidak adil. Kenapa? Karena analoginya begini, bila satu orang satu suara, ini artinya menyamaratkan, alias memukul rata semua jenis suara. Baik suara itu datang dari orang baik, pinter, cerdas, berpendidikan, plus cinta negara... dengan orang yang kriminal, bodoh, gak sekolah, dan pengkhianat negara.

Dan sayangnya, jumlah orang baik, pinter, cerdas dan berpendidikan tidak pernah lebih banyak dari jenis orang sebaliknya. Bukankah jumlah doktor dan ulama, jauh lebih sedikit ketimbang jumlah lulusan SMP dan orang awam?? Maka gak heran, bila hasilnya... pemilu kita ya, begitu-begitu aja. Karena yang dihitung adalah jumlah suara terbanyak, maka yang paling banyak yang menang. Sudah terlihat, kelemahan dan ketidak-adilan sistem demokrasi ini? Apakah adil, bila nilai suara seorang pakar ekonomi, misalkan.. disamakan dengan nilai suara seorang aku yang gak pernah belajar ekonomi??

Sekian dulu dongeng menjelang tidur malam ini. Besok lagi disambung dengan cerita kehidupanku. Ada tentang buletin Cakrawala, buletin yang genap setahun aku pimpin. Terus, cerita tentang s’body birthday... juga ada ceritaku hari Ahad ini, selaku bapak rumah tangga di Mesir. Ikuti terus kelanjutan secarik kertas ini... :D



Selasa, November 25, 2008

Cakrawala Nozha

ditulis untuk mengisi kolom Catatan Akhir Buletin Cakrawala Edisi Sayonara, November 2008

20 Februari 2008, semilir angin sore menerpa wajahku. Perjalanan mengikat erat kantungku harus aku jalani. Jalanan Asyir-Bawwabah pun terpaksa kutempuh dengan langkah-langkah kaki. Bukan pelit, hanya saja guna mensiasati neraca keuanganku di Kairo ini. Harap dimengerti, karena semakin tua tanggal bulannya, semakin sempit isi kantongnya. Kupercepat langkah. Aku udah telat. Pikiranku di sore musim dingin itu hanya satu. Kumpul perdana!!

Nozha, sebuah nama pun tercetus sore itu. Menjadi sebuah simbol. Mengikat angkatan 2007 ini dalam satu nama. Nadwatul Ummah li al-Izzah bi az-Zakat wa al-Hidayah. Berangkat dari nama ini, kita mencoba mengukir lembaran sejarah bersama. Menyatukan latar belakang yang berwarna. Meleburkan ikatan marhalah di Pondok. Lalu membingkainya dalam sebuah kesatuan indah bernama ukhuwwah.

Ujian termin pertama menjadi tantangan perdana kita. Menjadi sekat sementara. Lalu selepasnya, perjalanan ke Alexandria menjadi momen kebersamaan perdana. Orkaba kali itu mengisi aktifitas organisasi perdana kita. Menikmati pantai indah, merasakan desir angin dingin di Istana Montaza.



Acara bertajuk olahraga mengawali kiprah Nozha. Sebuah latihan perdana digelar di Nadi Madrasah, Selasa pagi (4/3). Tim Syariah versus Ushuluddin. Meski fakultas Ushuluddin kali itu harus berjibaku, toh tetep aja mereka kalah telak. 14 - 2, skor untuk kemenangan anak Syariah. Selasa pagi itu semakin berkesan, ketika temen-temen putri juga tak lupa mengirim teh hangat. Meski tak seluruhnya hadir, tapi kiriman tehnya cukuplah mewakili bahwa mereka tetap peduli.

“Allahumma j’alnâ fi jamî’i imtihânâtinâ min an-nâjihîn…,” memasuki bulan mei, selarik doa kembali menghiasi sajadah-sajadah kita. Dengan rentang waktu yang cukup pendek, otak kita kembali diperas. Ujian termin dua dengan sepuluh materinya plus dua juz hafalan al-Quran siap menghadang. Ramai-ramai pula, kita berjibaku kembali. Menata ulang dinamika kehidupan masisir kita yang sempat terlena. Sangat menyenangkan rasanya, kembali menjadi seorang mahasiswa seutuhnya. Berkutat dengan diktat kuliah dan muqorror. Memetakan kembali jalur kedekatan dengan Rabb-nya.

Tanpa terasa, sudah enam bulan lebih kita merajut hari-hari bersama. Di kampus kita bertemu, menjadi seorang mahasiswa. Juga di IKPM, tempat kita bernaung. Merajut tali silaturrahmi almamater tercinta. Setiap dari kita bergerak, mengikuti langkah irama kehidupannya. Individu Nozha melangkah bersama, mengawali kepanitiaan perdana kita dengan Panitia Rihlah Summer Tour. Meniti ukhuwah kebersamaan kita.

Sejenak kita tersentak bersama berakhirnya kepanitiaan Rihlah. Bejibun aktifitas organisasi menyita hampir sebagian besar waktu kita. Dari IKPM saja ada dua, Panitia IKPM Games dan Panitia Daurah Lughah. Wihdah juga mengadakan PKK, Pekan Keputrian Kekeluargaan. PPMI dengan Permasi-nya. Belum termasuk acara-acara di kekeluargaan. Itu pun baru aktifitas di kepanitiaan, belum dengan organisasi yang sudah lebih dulu kita tekuni.

Raut muka capek perlahan mewarnai individu Nozha. Titik muka jenuh. Beberapa diantara kita mulai mengambil jalannya masing-masing. Beratnya cobaan dan tantangan aktifitas di organisasi mulai lunturkan kebersamaan ini. Tapi, apakah lantas kita akan menyerah begitu saja? Menyikapi kejenuhan ini dengan pasrah. Lantas lari dan tak pernah kembali?

Hidup ini adalah sebuah universitas kehidupan. Sebuah kampus pembelajaran untuk kita. Dari semenjak kita belum dilahirkan saja, kita sudah diberi pelajaran tentang arti sebuah persaingan. Bersaing diantara sekian juta sel sperma, hingga akhirnya hanya satu yang terlahir. Itulah kita. Kita pun diajari tentang arti sebuah proses dalam menggoreng telor. Mencoba memahami laku alam. Dan satu demi satu harapan dan tantangan dalam hidup kita.

Laut yang tenang tidak akan membentuk pelaut yang tangguh. Pernah dengar slogan tersebut? Ya, bila baru dihantam dengan ombak kesibukan saja kita sudah sering mengeluh, lantas bagaimana kita akan sanggup mengarungi dan selamat sampai ke pulau impian? Akankah kita akan mundur melihat badai dan petir serta gulungan ombak? Atau justru mengarunginya dengan penuh semangat dan keyakinan tinggi akan sebuah kemenangan?

Penulis teringat pesan Ust. Syukri di sekretariat IKPM kemaren. Beliau bilang, “Bila kita dihadang dengan berbagai macam masalah, maka kita perlu jujur. Apa yang kurang dari diri kita? Kurang seriuskah? Kurang semangatkah? Kurang apa?? Cari inti permasalahannya dari diri kita, lalu pecahkan.” Begitulah pesan beliau.

Perlu kita ingat pula, bahwa ketika malam semakin kelam, itu pertanda subuh akan tiba. Dan bila musim dingin semakin memuncak, indah musim semi tlah di depan mata. Lalu bila panas mentari kian menyengat, kedamaian senja kan segera hadir. Bukankah Allah sendiri telah mengingatkan, bahwa dalam setiap satu kesulitan diapit oleh dua kemudahan? Yakinlah, bahwa perjuangan “melayani masyarakat” ini, –sebut salah seorang teman – tak kan berakhir sia-sia. Dan untukmu Nozha, cakrawala kita ke depan akan selalu indah. Percayalah!

Minggu, November 23, 2008

Heboh Penghinaan terhadap Nabi

Pemerintah Surati Pengelola Blog Wordpress
Sebab, dalam ketentuan pelayanannya, pengelola sudah dengan tegas melarang penyebaran informasi yang menyebarkan kebencian.

JAKARTA -- Departemen Komunikasi dan Informatika telah mengirim surat kepada penyedia layanan blog Wordpress agar membantu melacak pemilik blog yang isinya menghina Nabi Muhammad.

Direktur Jenderal Aplikasi Telematika Cahyana Ahmadjayadi mengungkapkan, meski blog tersebut telah diblokir, proses penindakan hukum terus berjalan. "Ini sudah termasuk kriminalitas dunia maya," ujarnya di ajang Pesta Blogger 2008 di Jakarta kemarin.

Selain mengucapkan terima kasih atas reaksi cepat pengelola Wordpress menutup blog tersebut, pemerintah meminta Wordpress membuka identitas pemiliknya. Sebab, dalam ketentuan pelayanannya, pengelola sudah dengan tegas melarang penyebaran informasi yang menyebarkan kebencian.



Cahyana menyebutkan, pengungkapan identitas bisa memakan waktu panjang karena di dunia maya pelaku bisa mengubah identitas, jenis kelamin, dan alamat. "Jika Wordpress tidak mau membuka identitasnya, kami akan melacaknya sendiri." Dia yakin, laboratorium forensik digital milik kepolisian mampu mengungkap identitas si penghina.

Sesuai dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, pelaku dapat dikenai hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar. Karena undang-undang tersebut menganut asas lintas batas, ia menambahkan, pelaku yang berdomisili di luar negeri tetap bisa dikenai hukuman.

"Ini kriminalitas dunia maya, akan terus dikejar dengan melampaui batas negara," katanya. Apalagi, ia menimpali, Indonesia telah meratifikasi konvensi dunia tentang hukum perdagangan internasional, yang juga mengatur kejahatan di ranah Internet.

Pekan ini masyarakat dibikin gerah dengan terbitnya beberapa blog di Wordpress yang berisi kartun dan tulisan yang menghina Nabi Muhammad. Salah satunya beralamat di lapotuak.wordpress.com. Pengelola Wordpress bereaksi cepat dengan menutup akses blog tersebut.

Di ajang yang sama, Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman berpesan agar para blogger memberi kontribusi kepada masyarakat. Mengisi blog hendaknya bukan untuk bersenang-senang belaka. "Diarahkan agar memberi dampak positif ke masyarakat. Jangan asal ngeblog," katanya. VENNIE MELYANI

sumber: korantempo.com

Waspada Awan Coklat di Kairo

Statement yang di keluarkan oleh Program Lingkungan PBB (UNEP) menyatakan bahwa kawasan Asia akan dan sedang diselimuti awan coklat. Di antara kota-kota besar tersebut KAiro termasuk didalamnya. Masih ada Bangkok, Beijing, Dhaka, Karachi, Kolkata, Lagos, Mumbai, New Delhi, Seoul, Shenze, Shanghai, also Teheran.

Awan coklat yang terbentuk di atmosfer itu merupakan campuran partikel, ozon, dan zat kimia yang keluar dari knalpot kendaraan yang menyebabkan kerusakan environment yang jauh lebih besar. Cepatnya penyebaran selimut awan tebal yang ternyata dapat menyembunyikan matahari dan menyerap radiasi panas yang dipancarkan akan membawa ancaman baru bagi manusia. Problem kesehatan yang diasosiasikan dengan polusi partikulat, seperti gangguan pernafasan dan kardiovaskular serta kematian premature.

Then buat temen2 yang berdomisili di kota2 besar yang ada diatas, just keep ur health also ur self. But nothing to worry that Allah is Always side Us n-n aaaaamiin.

disebarin dan ditulis oleh adiva "yink" fathiyah
Sumber: Koran TEMPO

Sabtu, November 22, 2008

PPMI dan Masisir; Komunikasikan!

ditulis untuk mengisi kolom Editorial Suara PPMI Kairo, edisi awal Nopember.

Sholah Kamil sore itu tampak lengang. Hanya beberapa orang yang tampak sibuk lalu lalang. Sekilas terlihat kerut di wajah para panitia PPMI Award. Antara usaha keras dan putus harapan. Berbagai cara memang sudah dilakukan. Berpuluh pamflet sudah disebarkan. Dan tak terhitung kiriman oflen bertebaran. Tapi toh, sholah Kamil sore itu masih saja lengang. Tak tampak gemuruh semangat Masisir di acara ini. Bahkan yang cukup disesalkan, saat pak Dubes dan Syaikh Azhar datang, hanya segelintir orang yang datang menyaksikan.

“Hanya ada tiga baris penonton..,” sebut salah seorang panitia.

PPMI Award, hanyalah satu dari beberapa kegiatan PPMI yang terlihat kurang direspon Masisir selaku tulang punggung ‘pemerintahan’ ini. Beberapa kegiatan lain, khususnya yang bersifat bukan hiburan juga terlihat hanya mendapat sedikit animo dari Masisir. Sebut saja, PPMI award, fushul taqwiyah, talk show “Pers Masisir dalam Sorotan”, diskusi panel dan lain sebagainya.

Agaknya perlu kita sadari, bahwa PPMI bukanlah siapa-siapa kita. PPMI bukanlah orang lain yang kita harus sungkan dengannya. Atau ia pun bukan organisasi asing yang kemudian kita harus cuek kepadanya. Namun mengapa, sepertinya masih ada sekat di antara kita. Dan sekat itu terlihat kian jelas dengan banyaknya kegiatan PPMI yang kurang direspon oleh Masisir selaku anggota. Sudah saatnya kita melihat ke dalam diri kita masing-masing. Baik itu PPMI selaku organisasi induk penaung, maupun Masisir selaku bagian penting dari sang induk.



Bukan isu baru, bahwa banyak diantara kita – baca, Masisir – yang gak mau tahu dan gak mau peduli dengan apa yang dikerjakan oleh induk kita. Seolah-olah, apa yang dikerjakan PPMI adalah urusan mereka dan yang terkait dengannya. Sedangkan kita, Masisir yang lain tidak ada urusan dan tak ada hubungan. Bila ini yang jadi asumsi, rasa-rasanya ada yang salah dengan sudut pandang ini.

Penulis yakin, bila kita ditanya tentang apa itu PPMI, sebagian besar dari kita akan mampu menjawab tanpa perlu lola, alias loading lama. Termasuk ketika ditanyakan juga apa maksud dan tujuan dibentuknya PPMI. Tapi mengapa, kemudian banyak dari kita yang enggan dan sungkan dengan kegiatan PPMI? Jawaban mudahnya, karena kita belum sepenuhnya menjadi anggota PPMI. Akankah sebatas kartu keanggotaan PPMI, dan tak lebih?

Tapi kurang bijak, bila hal ini hanya disudutkan kepada Masisir. Jelas bahwa, meskipun Masisir adalah anggota, tapi ia bukan prajurit, ataupun anggota bawahan. Masisir adalah seorang mahasiswa yang punya jiwa kebebasan berpikir dan bertindak. Bukan seperti prajurit ataupun anak buah yang selalu bisa disuruh patuh kepada sang induk. Karenanya penulis pikir, perlu kiranya PPMI juga menjadi lebih dekat dengan sang anggota. Ini yang seharusnya juga menjadi PR bagi PPMI. Dibutuhkan kecerdasan dan kearifan PPMI dalam menyikapi kompleksitas dan jiwa bebas Masisir tersebut. Bagaimana membuat Masisir agar turut berperan aktif dan dekat dengan PPMI-nya.

Salah satunya adalah lewat komunikasi. Keberlangsungan sebuah hubungan sangat bergantung dengan kondisi komunikasi yang dijalaninya. Tentunya kita masih ingat pepatah Jawa yang bilang, “Witing tresno jalaran soko kulina,” yang artinya, munculnya rasa suka adalah karena seringnya berhubungan, alias berkomunikasi. Pun seorang pakar psikologi mengamininya. Ia bilang, ada tiga hal terpenting demi berlangsungnya sebuah hubungan yang baik. Yang pertama adalah komunikasi. Yang kedua, memahami. Dan yang terakhir toleransi. Komunikasi disebut pertama, karena ia adalah prasyarat untuk bisa memahami, kemudian agar mau saling bertoleransi.

Di sinilah letak peran penting sebuah media. Sebagaimana juga yang diungkap dalam acara talk show ala ‘Empat Mata’ Pers Masisir, Ahad (16/11) kemarin. Bahwa media bukan saja memberikan informasi dan berita. Tapi lebih jauh, media pun mampu meledakkan sebuah revolusi dan mengubah peradaban. Selanjutnya, Suara PPMI, selaku media resmi dan corong utama PPMI siap menjembatani kekurangan alur komunikasi ini. Komunikasi untuk membantu terbentuknya hubungan yang harmonis dan saling mendukung antar dua sisi yang saling menguntungkan, Masisir dan PPMI.

Akhir kata, penulis ingin mengutip sebuah pepatah antah berantah, “Tak ada kemenangan tanpa perjuangan. Dan tak ada perjuangan tanpa pengorbanan.” Bisa ditambah, tak ada perjuangan yang sia-sia bila niatnya ikhlas lillahi ta’ala.

Wallahu a’lam bi ash-showab.

note: Masisir (Mahasiswa Indonesia di Mesir)

Jumat, November 21, 2008

Krisis Amerika dan Momentum Kebangkitan Ekonomi Indonesia

oleh: Nailunni’am

disampaikan dalam diskusi dwi mingguan al-Qudwah IKPM Cab. Kairo
17 Nopember 2008

Krisis ekonomi di Amerika belum lama ini kita dengar beritanya. Dan kemudian semakin terasa bagi kita para mahasiswa di Kairo. Betapa tidak, kini nilai tukar mata uang kita Rupiah anjlok bila dibandingkan dengan Pound Egypt dan Dolar Amerika. Dari yang sebelumnya berkisar di angka Rp. 1750 per 1 Le, kini sudah menyentuh angka Rp. 2000 lebih. Dan dampaknya, meskipun harga telur dan bahan lainnya mulai stabil, tetap saja dengan nilai tukar rupiah yang anjlok membuat kiriman jumlah uang jadi lebih sedikit nilainya.

Kekuatan sistem ekonomi kapitalis pun kembali dipertanyakan. Sistem ekonomi yang dalam sejarah disebut Francis Fukuyama sebagai akhir dari sejarah ini ternyata tidak sekuat yang diperkirakan. Bahkan tercatat sudah 16 kali terjadi depresi ekonomi terkait dengan sistem yang juga disebut Hidayatullah Muttaqin, pengamat ekonomi dari Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin sebagai sistem self destructive.
Menurut Kadin bahkan dampak krisis ini bisa membuat Indonesia terjatuh ke dalam resesi baru setelah tahun 1998 kemarin. Terjadinya stagflasi dan perekonomian Indonesia yang sangat dipengaruhi oleh Amerika, bisa membuat Indonesia kembali tak berdaya dan akhirnya terpuruk. Yang paling mudah kita rasakan saat ini adalah nilai tukar mata uang kita yang terus melemah.

Lantas, sejauh mana krisis ini bakal berlanjut dan dampaknya bagi Indonesia? Tidak adakah solusi bagi ekonomi Indonesia untuk bisa lepas dari ketergantungan Amerika, yang disebut-sebut sebagai pangkal permasalahan ekonomi kita? Selanjutnya, bagaimana prospek ekonomi syariah sendiri sebagai sebuah sistem guna perbaikan dan kebangkitan ekonomi kita? Mampukah sistem ekonomi syariah menjadi solusi alternatif keterpurukan bertahun-tahun kita sebagai negara yang selalu ‘berkembang’ – dan tak maju-maju?



Krisis Amerika dan Ekonomi Kapitalis
Krisis Ekonomi Amerika dalam Sejarah
Disebutkan oleh para pakar bahwa krisis Amerika di tahun 2008 ini memang belum separah krisis yang terjadi pada tahun 1929, atau yang masih senantiasa dikenang dengan sebutan Great Depression 1929. Peristiwa tersebut adalah depresi yang paling besar dan dikenang sepanjang sejarah. Terjadi selama 10 tahun sejak 1929 hingga 1939. Pasar saham di seluruh dunia saat itu berjatuhan dan bank-bank di Amerika Serikat mengalami kebangkrutan. Jutaan pengangguran bermunculan dan kemiskinan merajalela.

Sejak pertengahan hingga akhir abad ke-19, di Barat memang telah diterapkan kapitalisme klasik/liberal (Ebenstein & Fogelman, 1994). Slogannya adalah laissez faire, yang didukung Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations (1776). Slogan berbahasa Prancis itu Inggrisnya adalah leave us alone. Artinya, biarkan kami (pengusaha) sendiri, tanpa intervensi pemerintah. Walhasil, peran negara sangat terbatas, karena semuanya diserahkan pada mekanisme pasar. Kapitalisme liberal ini terbukti gagal, ketika tahun 1929-1939 terjadi Depresi Besar (Great Depression) di Amerika Serikat akibat keruntuhan pasar modal di Wall Street tahun 1929. (Adams, 2004).

”The Wall Street Crash” yang terjadi di Amerika Serikat tahun 1929 merupakan salah satu kehancuran bursa paling dahsyat dalam sejarah pasar modal dunia. Kehancuran itu berawal dari eforia warga AS berinvestasi besar-besaran di pasar saham. Eforia itu menjadi-jadi ketika para pialang meminjamkan dana kepada investor untuk membeli saham, atau dalam istilah pasar modal dikenal dengan margin trading. Di sisi lain, para analis dan spekulan memuji-muji saham tertentu walaupun sebenarnya saham itu sampah.

Uang yang masuk ke pasar modal AS secara bertubi-tubi mengangkat harga saham menjadi terlalu tinggi, melebihi pertumbuhan fundamental emiten saham itu sendiri. Selanjutnya, yang terjadi adalah gelembung ekonomi (economic bubble). Ibarat balon yang terus ditiup, bursa AS akhirnya ”meletus”. Investor yang baru meraih keuntungan besar dari pasar yang sedang bergairah tiba-tiba harus mempersiapkan diri untuk jatuh miskin.

Setelah mencapai puncaknya pada 3 September 1929 di level 391,17 poin, Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) kemudian terkoreksi selama sebulan hingga turun 17 persen. Kamis, 24 Oktober 1929, investor kembali berlomba melepas sahamnya secara massal. Peristiwa yang dikenal dengan ”Black Thursday” atau ”Kamis Kelabu” itu mengakibatkan Dow Jones kembali jatuh, sebesar 13 persen.

Great Depression Jilid II
Dunia kapitalis rupanya tidak bisa berlepas dari krisis. Tercatat ada 16 kali krisis yang pernah terjadi di dunia ini. Dan yang paling fenomenal adalah Great Depression, sebagaimana penulis sebutkan di atas. Sementara untuk krisis yang terjadi tahun ini, disebutkan oleh Kompas.com bahwa total kerugian yang dialami bank-bank diperkirakan mendekati 1.000 miliar dollar Amerika Serikat. Kerugian itu, antara lain, dialami Merril Lynch mencatat kerugian 52,2 miliar dollar AS, Citigroup 55,1 miliar dollar AS, UBS AG 44,2 miliar dollar AS, dan HSBC 27,4 miliar dollar AS. Termasuk jatuhnya lima lembaga keuangan terbesar yaitu Bear Stearns, Lehman Brothers, Fannie Mae dan Freddie Mac serta AIG yang menunjukkan magnitude dari permasalahan yang terjadi saat ini.

Lantas, apa sebenarnya yang terjadi, sehingga negara adidaya seperti Amerika terkena dampak krisis yang luar biasa tersebut?
Dalam artikel yang dimuat di Jawa Pos tanggal 28 September 2008, Dahlan Iskan menyebutkan bahwa sebuah perusahaan yang telah go public dituntut untuk meningkatkan laba hingga 20 persen tiap tahunnya. Hal ini merupakan tanggung jawab CEO dan direktur perusahaan, sementara para pemegang saham hanya ingin tahu bahwa saham yang dipegang, nilai dan labanya terus naik.

Para pemegang saham hanya ingin tahu bahwa harga saham tersebut selalu naik, dengan alasan agar ketika saham itu dijual, memiliki nilai lebih tinggi daripada saat mereka membelinya dulu. Sementara laba yang harus selalu naik, agar supaya para investor ini mendapat deviden atau pembagian keuntungan yang lebih banyak bila dia tak mau menjual saham tersebut.

Karenanya, para CEO berpikir keras agar selalu mampu mewujudkan dua hal di atas, peningkatan laba dan nilai saham. Alasannya agar tetap dapat mempertahankan jabatan dan gaji dan bonus yang selalu meningkat. Sehingga terjadilah simbiosis mutualisme antara pemegang saham dan para direktur. Berbagai cara kemudian dilakukan bahkan hingga menyentuh ranah pelaku politik. Banyak kebijakan yang kemudian disetir agar memberi jalan bagi para CEO tersebut untuk selalu berhasil meraih dua hal di atas. Sementara bagi pelaku politik keuntungannya adalah mendapatkan dana kampanye dan dukungan.

Dengan cara ini ekonomi AS berkembang pesat. Dan sudah 60 tahun AS membesarkan perusahaan dengan cara ini, yang merupakan bagian dari ekonomi kapitalis sehingga AS menjadi penguasa dunia. Tapi itu belum cukup, segala hal harus yang terbaik, terkomputerisasi, bonus yang sudah besar harus dibuat lebih besar lagi. Disinilah ketamakan AS terlihat.

Ketika semua orang sudah membeli rumah, seharusnya tidak ada lagi perusahaan penjual rumah bukan. Namun kenyataannya perusahaan harus meningkatkan penjualan untuk mendapatkan pertumbuhan laba. Maka dicarilah jalan agar rumah terjual lebih banyak. Jika orang sudah memiliki rumah maka diciptakan agar hewan peliharaan juga memiliki rumah. Termasuk barang-barang bergerak seperti mobil.

Namun ketika hewan dan mobil telah memiliki rumah, siapa lagi yang harus membeli?
Maka di tahun 1980, Pemerintah AS mengeluarkan keputusan ‘Deregulasi Kontrol Moneter’, intinya dalam kredit rumah, perusahaan real estate diperbolehkan menggunakan variable bunga. Artinya boleh mengenakan bunga tambahan dari bunga yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini merupakan peluang besar bagi perusahaan real estate, broker, asuransi dan keuangan. Dari sinilah, para pengusaha tersebut mulai bermain.

Awalnya, sejak tahun 1925, AS memiliki UU Mortgage Tentang KPR, yaitu setiap orang yang memenuhi syarat berhak mengajukan dan mendapatkan kredit rumah. Jika penghasilan setahun 100 juta maka ia berhak mengambil kredit mortgage 250 juta. Karena cicilan jangka panjang maka akan terasa ringan.

Tahun 1980, keluar kebijakan untuk menaikan bunga. Bisnis perumahan mulai terbuka peluang, bank bisa mendapatkan bunga tambahan dan broker dan bisnis terkait bisa berusaha kembali. Tak butuh waktu lama hingga pada tahun 1986 hingga semua orang sudah memiliki rumah, dan karenanya pada tahun itu juga, pemerintah AS menetapkan reformasi pajak. Salah satu isinya, pembeli rumah diberi keringanan pajak. Bagi warga di negara maju, keringanan pajak akan mendapat sambutan luar biasa karena nilai pajak yang tinggi.

Tahun 1990 dengan fasilitas pajak, bisnis rumah meningkat hingga 12 tahun ke depannya. Dari mortgage 150 milyar USD dalam setahun menjadi 2 kali lipat di tahun-tahun berikutnya. Tahun 2004, mortgage mencapai 700 milyar USD per tahun. Gairah bisnis rumah yang terus meningkat ini membuat para pelaku bisnis menghalalkan segala cara. Mulai dari iklan yang jor-joran, keluarnya lembaga investment bank, hingga melunaknya persyaratan KPR. Dalam pikiran pengembang, jika orang tidak bisa membayar kredit atau kredit macet, toh rumah masih bisa dijual karena perhitungannya tiap tahun harga rumah meningkat. Jadi mereka masih untung ketika terjadi kredit macet.

Namun ternyata dalam jangka kurang dari 10 tahun, banyak kredit macet. Banyak orang menjual rumah, harga menjadi turun sehingga nilai jaminan rumah tidak cocok lagi dengan nilai pinjaman. Satu per satu lembaga investment banking bergururan seperti efek domino.

Berapa juta rumah yang termasuk mortgage? tidak ada data namun dari nilai uangnya sekitar 5 triliun USD. Jadi kalo George Bush meminta bantuan dana 700 milyar USD itu baru sebagian kecil. Kongres kawatir apakah harus menambah 700 milyar USD lagi jika bailout yang pertama tidak berhasil.

Sistem Ekonomi Self Destructive
Dengan ini terlihat jelas, bahwa ternyata sistem ekonomi kapitalis tidak sekuat yang dibayangkan. Sebuah sistem yang oleh Francis Fukuyama disebut sebagai akhir sejarah dunia. Bahkan sebaliknya, banyak orang menyebutnya sebagai sistem rapuh yang bersifat self destructive. Minimal ada tiga hal yang membuat sistem ini disebut sebagai sistem yang ‘menghancurkan dirinya sendiri’.

Pertama, ekonomi berbasis moneter. Sistem ekonomi kapitalis dibangun dengan monetery based economy (ekonomi berbasis sektor moneter). Implikasinya sistem ekonomi kapitalis banyak bermain pada sektor-sektor non riil. Basis ekonomi ini dicirikan dengan adanya bursa saham dan pasar modal yang didalamnya diwarnai dengan aktivitas jual beli saham, obligasi dan berbagai komoditi tanpa adanya syarat serah terima komoditi yang diperjualbelikan. Bahkan komoditi tersebut dapat diperjualbelikan berkali-kali tanpa harus mengalihkannya dari pemilik asli. Model transaksi semacam ini adalah batil dalam pandangan Islam dan mampu menimbulkan banyaknya spekulasi yang berujung pada goncangan pasar.

Kedua: ekonomi berbasis uang kertas. Terjadinya perang dunia pertama pada tahun 1914 telah membuat negara-negara di dunia mengeluarkan cadangan emasnya guna biaya perang. Hal inilah yang kemudia membuat cadangan emas di dunia bertumpuk di Amerika. Kondisi ini kemudian membuat pemerintah negara lain terpaksa beralih ke sistem uang kertas. Akhirnya di kota kecil Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat pada tanggal 22 Juli, 1944, petualangan USD dimulai.

Pasca perang, sistem keuangan internasional kacau, masing-masing negara berlomba-lomba mencetak uang untuk membiayai pembangunan kembali negarannya tanpa diback up dengan kecukupan cadangan emas. Hiper inflasi terjadi (mata uang Jerman pernah sampai 4 trilliun Marks = 1 USD !!), singkat kata, negara Eropa tengah terperangkap dalam resesi. Amerika dan Inggris melakukan inisiatif dalam berbagai pertemuan internasional, kedua negara pemenang perang ini saling berebut untuk memenangkan kepentingannya dalam perjanjian ini. Akhirnya perjanjian Bretton Woods pun ditanda tangani oleh 44 negara.

Dua butir kesepakatan yang sangat penting adalah :
a. Terbentuknya IMF
b. USD dan Poundsterling disepakati sebagai cadangan devisa dari negara penandatangan perjanjian.

Keberhasilan yg dibuat oleh para leluhur Amerika inilah, khususnya butir b, merupakan penyumbang terbesar dalam kejayaan Amerika sampai saat ini, dan saat itu jugalah lingkaran “USD currency traps/jebakan” dimulai. Semenjak disahkannya perjanjian Bretton Woods, konsep mata uang berbasis emas kemudian disingkirkan dan diganti dengan fiat money atau sistem uang berbasis kertas. Pada saat itu emas dengan berat 28,35 gram dihargai sama dengan 35 dolar AS. Sistem uang kertas inilah salah satu faktor yang menyebabkan rapuhnya sistem ekonomi kapitalis. Uang kertas memiliki kelemahan yang sangat mendasar yaitu selalu terkena inflasi permanen.

Nilai uang 100 juta saat ini tidak sama dengan nilai 100 juta sepuluh tahun mendatang. Oleh karena itu dalam sistem kapitalis dikenal adanya istilah present value (nilai sekarang) dan future value (nilai akan datang). Selain itu sistem uang kertas jauh dari konsep keadilan, karena nilai intrinsiknya tidak sama dengan nilai nominalnya. Bisa saja anda mengantongi uang dengan nominal Rp 10.000 namun ternyata biaya cetaknya hanya Rp 400. Jadi pada hakekatnya Anda tidak mengantongi uang Rp 10.000 namun hanya mengantongi Rp 400.

Ketiga: konsep investasi asing sebenarnya adalah kamuflase dari usaha eksploitasi yang dilakukan oleh negara kapitalis terhadap negara dunia ketiga, yang memiliki kekayaan alam sangat menggiurkan. Investasi asing yang dilakukan di negeri-negeri ini terbukti lebih menguntungkan negara investor. Sebut saja investor asing PT Freeport yang mengeksploitasi emas di Papua dengan keuntungan sekitar Rp 40 triliun per tahun.

Sementara Indonesia sebagai pemilik sah kekayaan alam Papua hanya mendapat 9,4 persen dari keuntungan yang diperoleh. Hal ini tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan yang disebabkan konflik sosial yang timbul akibat ketidakadilan. Ada riset menarik yang dilakukan oleh ekonom Sritua Arief pernah menghitung untuk 1 dolar AS yang diinvestasikan di Indonesia ternyata yang balik keluar dari Indonesia adalah sepuluh kali lipatnya yaitu 10 dolar AS. Untuk kasus Freeport dan produk investasi asing lain, bisa dihitung sendiri.

Agenda mereka yang lain adalah privatisasi (swastanisasi) BUMN, penjualan aset-aset strategis negara (milik rakyat) dengan dalih efisiensi dan pengurangan intervensi pemerintah yang mendistorsi pasar. Privatisasi berubah menjadi “rampokisasi” karena dilakukan terhadap BUMN-BUMN yang kinerjanya lebih baik, terutama di sektor non keuangan (Baswir, 2002).

Privatisasi ditandai beralihnya kepemilikan tampuk produksi ke pihak asing (Indosat). Akibatnya, pola produksi dan pola konsumsi nasional akan dibentuk oleh kebebasan kekuatan pasar internasional sehingga tidak lagi menerima prioritas pengutamaan kepentingan nasional. Indonesia akan lebih dikuasai pihak asing dan kembali menjadi koloni atau jajahan pihak asing (Sritua, 2001). Nasionalisme ekonomi telah dianggap sebagai barang usang yang patut digudangkan. Ekonomi rakyat kehilangan akses dan kontrol terhadap sumber daya alam mereka (hutan, air, dan tambang).

Lebih lanjut, wikipedia juga memuat berbagai kritikan terhadap Bank Dunia dan lembaga keuangan lain yang dianggap lebih memonopoli manfaat bagi kepentingan Amerika sendiri. Lantas, masih pantaskah kita terus berharap maju dengan sistem ekonomi penghancur ini? Bahkan sang pencetus sistem ini pun tak pernah luput dari berbagai depresi.

Situasi Perekonomian Indonesia
Stagflasi sebagai dampak krisis Amerika
Berdasarkan data laporan dari Kadin (Kamar Dagang Industri Indonesia) terlihat jelas bagaimana pergerakan ekonomi kita sedang menuju pada sebuah titik resesi. Dalam berita resminya “Info Kadin”, gabungan kelompok usaha Indonesia ini menyebutkan bahwa kondisi perekonomian Indonesia bisa saja terjerumus dalam jurang resesi jika tidak segera dilakukan langkah kongkrit guna mengatasinya. Hal ini dapat dipicu oleh Perkembangan harga minyak dunia cenderung terus melonjak bahkan sempat melampaui US$ 145 per barrel, sementara harga komoditi pangan juga terus meningkat. Hal ini menyebabkan ancaman stagflasi – yaitu situasi dimana pertumbuhan ekonomi sangat lamban, tetapi diikuti oleh tingkat inflasi yang sangat tinggi – bisa menjadi kenyataan.

Faktor lain yang juga menimbulkan ancaman tersebut adalah akibat krisis keuangan dan krisis perumahan di Amerika Serikat, berbagai faktor lain juga bermunculan mengiringi ketidakseimbangan global. Terus anjloknya kurs dollar Amerika Serikat dan memburuknya krisis kredit di negara-negara industri semakin memperburuk keadaan dan menyebabkan perekonomian dunia berada dalam ketidakpastian yang mengkhawatirkan. Meskipun beberapa negara di Eropa dan Jepang, serta sejumlah negara berkembang bisa tetap menjadi mesin pertumbuhan ekonomi dunia, namun dampak penurunan perekonomian Amerika Serikat tetap cukup besar dalam mempengaruhi perekonomian global akibat contagion effect pada banyak negara di dunia.

Pun ada beberapa hal lain yang menyebabkan terjadinya stagflasi – stagnansi dan inflasi – ini. Secara ringkas dapat disebut beberapa hal, diantaranya inflasi sebagai dampak kenaikan BBM, beban defisit APBN sebesar Rp. 82,3 Triliun yang belum aman karena masih dibayang-bayangi kenaikan harga minyak dunia. Juga karena tekanan eksternal, dan gangguan pasokan barang-barang kebutuhan pokok inilah yang membuat terjadinya inflasi hingga dua digit pada akhir Juni lalu.

Pada Juni 2008 angka inflasi mencapai 2,46 persen, sehingga secara kumulatif pada Januari-Juni 2008 telah mencapai 7,37 persen, dan inflasi year on year tercatat sebesar 11,03 persen. Laju inflasi yang tinggi terutama disumbang oleh kelompok pengeluaran Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan yang mencatat inflasi sebesar 8,72 persen pada bulan Juni 2008. Kemudian diikuti oleh kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau, dimana laju inflasi pada kedua kelompok pengeluaran ini pada bulan Juni 2008 masing-masing mencapai 1,28 persen dan 1,33 persen.

Meskipun mengalami sedikit tekanan akibat terjadinya gejolak pada pasar modal dalam dan luar negeri, secara keseluruhan kurs rupiah tidak berfluktuasi secara berlebihan sampai pertengahan bulan Juli ini. Sebagai lembaga yang bertugas menjaga laju inflasi dan menjaga stabilitas kurs mata uang rupiah, Bank Indonesia berhasil menjaga nilai rupiah pada level yang cukup kredibel dalam pandangan para pelaku ekonomi. Dalam menjaga rupiah, Bank Indonesia terus melakukan intervensi terhadap kurs rupiah demi kenyamanan para eksportir dan para importir melakukan kegiatan usahanya. Hal inilah yang membuat nilai mata uang kita tidak serta merta harus meningkat drastis, meskipun ketika itu dolar terpuruk, guna menghindari gejolak ekonomi dan perubahan kurs dadakan yang bisa membuat bisnis ekspor impor kelimpungan.

Menariknya, wakil presiden Jusuf Kalla yang juga seorang pengusaha ini membuat pernyataan tentang krisis ekonomi Amerika yang tidak terlalu berpengaruh dengan ekonomi Indonesia. Menurut dia, krisis ekonomi di Amerika Serikat belum mempengaruhi ekonomi nasional, meski pemerintah memutuskan menutup Bursa Efek Indonesia (BEI). Kalla meminta para saudagar nusantara tak hilang harapan. Pengusaha dan saudagar juga tidak perlu khawatir terhadap gejolak bursa saham dunia yang ikut memukul BEI. Menurutnya, selama ini pengaruh pasar saham terhadap ekonomi nasional kurang dari 20 persen dari produk domestik bruto. Kondisi ini berbeda dengan bursa AS.

Kalla juga meminta para saudagar turut membantu mengatasi dampak krisis global. Misalnya dengan memberdayakan ekonomi dalam negeri. Menangapi dana talangan yang dikeluarkan Pemerintah AS senilai US$ 700 miliar, Kalla menilai dana tersebut tidak cukup menahan gejolak krisis keuangan yang akan terus berlanjut.
Namun, di tempat lain wakil presiden ini juga mengingatkan agar senantiasa waspada dengan krisis di Amerika. “Selama ini kalau ekonomi Amerika batuk saja, seluruh dunia terkena flu. Sekarang ekonomi Amerika lebih dari batuk, sehingga sepantasnya apabila kita sebaiknya waspada menghadapi kemungkinan yang terjadi di depan,” kata Kalla.

Jebakan Kolonialisme Ekonomi
Yang menjadi pertanyaan kemudian, apa yang sebenarnya terjadi dengan Indonesia. Benarkah negeri ini sudah merdeka? Tapi mengapa, sebagaiamana disebut Kalla, bila Amerika batuk saja seluruh dunia bisa terserang flu? Ada apa dengan Indonesia?
Ternyata, kolonialisme telah bermetaforfosis. Ia tidak lagi berujud perang dan angkat senjata. Kini Amerika dan Barat dengan idealisme mereka yang tak berubah, kolonialisme, rupanya telah menjebak erat kita dengan penjajahan model baru. Dan ternyata, negeri kita tidak benar-benar merdeka!

Bagaimana tidak, ketergantungan negeri ini terhadap intervensi asing dan bantuan luar negeri telah membelenggu kita untuk membuat lompatan-lompatan inovasi guna perbaikan ekonomi. Bahkan untuk sekedar berlepas dari utang, pemerintah tidak menunjukkan komitmen ke arah sana.

Hal ini bisa dilihat dari tidak adanya langkah signifikan yang ditempuh pemerintah untuk mengurangi beban utang luar negeri. Mulai dari langkah moderat dengan menolak utang baru hingga langkah paling radikal meminta penghapusan utang, atau bahkan melakukan pembangkangan dengan mengemplang utang karena sebagian utang luar negeri yang ada saat ini dianggap sebagai utang najis (odious debt).
Alih-alih meminta penghapusan utang, sekadar mempercepat pelunasan utang kepada Dana Moneter Internasional (IMF) pun pemerintah terkesan berat hati. Tahun lalu, keberatan untuk mempercepat pelunasan utang kepada IMF dikemukakan antara lain oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah.

Menurut Gubernur BI, meskipun tidak dapat digunakan, dana IMF yang masih tersisa sebesar 7,8 miliar dollar AS bisa diputar oleh BI untuk menambah penghasilan pemerintah. Tahun ini, setelah IMF menaikkan suku bunga pinjaman dari 3,5 menjadi 4,5 persen, keberatan untuk mempercepat pelunasan utang IMF disuarakan langsung oleh pejabat Departemen Keuangan. Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara Mulia P Nasution mengatakan pelunasan utang kepada IMF dapat memancing para spekulan untuk menarik dana mereka dari Indonesia.

Sikap ini dinilai sebagai upaya mempertahankan intervensi IMF di negeri ini. Sikap pemerintah yang menolak anjuran Koalisi Anti-Utang agar menghapuskan utang lama dan menolak utang baru juga sangat bertolak belakang dengan kecenderungan internasional yang semakin kritis terhadap utang. Kritik tidak hanya muncul berkaitan dengan efektivitas utang itu sendiri, tetapi juga sisi kelembagaannya, sisi ideologi, serta implikasi sosial politiknya.

Dari efektivitas, secara internal utang luar negeri tidak hanya menghambat tumbuhnya kemandirian ekonomi negara-negara pengutang. Utang juga mengakibatkan kontraksi belanja sosial, merosotnya kesejahteraan rakyat, dan melebarnya kesenjangan ekonomi (Pearson, 1969; Kindleberger dan Herrick, 1997; Todaro, 1987).
Secara eksternal, utang luar negeri juga meningkatkan ketergantungan negara-negara Dunia Ketiga pada pasar luar negeri, modal asing, dan juga pada tradisi pembuatan utang luar negeri secara berkesinambungan (Payer, 1974; Gelinas, 1998).

Dari sisi kelembagaan, lembaga-lembaga keuangan multilateral penyalur utang luar negeri, seperti IMF, Bank Dunia, dan Bank Pembangunan Asia (ADB) sendiri dinilai tidak transparan dan tidak akuntabel. Mereka dianggap sebagai kepanjangan tangan negara-negara negara-negara maju pemegang saham utama lembaga-lembaga tersebut, untuk mengintervensi negara-negara pengutang (Rich, 1999; Stiglitz, 2002; Pincus dan Winters, 2004).

Dari sisi ideologi, utang luar negeri dituding telah dipakai oleh negara-negara kreditor, terutama AS, sebagai sarana untuk menyebarluaskan kapitalisme neoliberal ke seluruh penjuru dunia dan ”menguras dunia” (Erlerm, 1989). Dari sisi implikasi sosial politik, utang luar negeri dicurigai sengaja dikembangkan oleh negara-negara kreditor untuk mengintervensi negara-negara pengutang.

Secara tidak langsung, utang dianggap juga bertanggung jawab atas lahirnya rezim-rezim diktator, kerusakan lingkungan, meningkatnya tekanan migrasi, perdagangan obat-obatan terlarang, serta terjadinya konflik dan peperangan (Gilpin, 1987; George, 1992; Hanton, 2000).

Masalah utang luar negeri sebenarnya bukan masalah baru bagi Indonesia, karena Indonesia sudah menjadi pelanggan utang, bahkan sebelum merdeka. Tetapi, utang baru menjadi masalah serius setelah terjadi transfer negatif bersih (utang yang diterima lebih besar dibandingkan cicilan pokok dan bunga utang yang harus dibayar setiap tahun) dalam transaksi utang luar negeri pemerintah pada tahun anggaran 1984/1985.
Tahun 1950, utang pemerintah tercatat 7,8 miliar dollar AS, terdiri dari utang warisan Hindia Belanda 4 miliar dollar AS dan utang luar negeri baru 3,8 miliar dollar AS.

Pada awal kemerdekaan, sikap Soekarno-Hatta sebagai Bapak Pendiri Bangsa cenderung mendua. Di satu sisi, mereka memandang utang luar negeri sebagai sumber pembiayaan yang sangat dibutuhkan untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat. Di sisi lain, mereka mewaspadai kemungkinan penggunaan utang luar negeri sebagai sarana untuk mencederai kedaulatan Indonesia sehingga mereka cenderung menetapkan persyaratan cukup ketat dalam membuat utang luar negeri.

Syarat tersebut, negara kreditor tidak boleh mencampuri urusan politik dalam negeri, dan suku bunga tidak lebih dari 3-3,5 persen per tahun. Selain itu, jangka waktu utang cukup lama, untuk keperluan industri 10-20 tahun dan untuk pembangunan infrastruktur lebih lama lagi (Hatta, 1970).

Jadi, selain melihat utang luar negeri sebagai sebuah transaksi ekonomi, mereka dengan sadar memasukkan biaya politik sebagai pertimbangan dalam berutang. Sikap ini pula yang membuat Soekarno waktu itu dengan gagah, berani mengatakan ”go to hell with your aid” kepada AS yang berusaha mengaitkan utang dengan tekanan politik.

Masihkah negeri ini dapat dikatakan merdeka, bila swastanisasi besar-besaran sudah menjadi kebijakan pemerintah. Ini tak lain karena desakan IMF dan Bank Dunia. Bila Indonesia membangkang, bisa jadi kita dipaksa membayar semua utang tersebut. Kemungkinan terburuk karena tak bisa membayar utang, Indonesia bangkrut.

Ironisnya, menteri keuangan saat ini, Sri Mulyani dan gubernur BI kita adalah orang-orang yang patuh dan mengagumi IMF. Bila ini gambaran pucuk pimpinan koordinasi keuangan, bisa dibayangkan bagaiamana kebijakan ekonomi kita, dengan mudah akan terus disetir oleh dua lembaga keuangan Barat tersebut.

Intervensi dan Kejahatan Kapitalisme di Indonesia
Istilah kapitalisme berarti kekuasaan ada di tangan kapital, sistem ekonomi bebas tanpa batas yang didasarkan pada keuntungan, di mana masyarakat bersaing dalam batasan-batasan ini. Terdapat tiga unsur penting dalam kapitalisme: pengutamaan kepentingan pribadi (individualisme), persaingan (kompetisi) dan pengerukan kuntungan. Individualisme penting dalam kapitalisme, sebab manusia melihat diri mereka sendiri bukanlah sebagai bagian dari masyarakat, akan tetapi sebagai “individu-individu” yang sendirian dan harus berjuang sendirian untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. “Masyarakat kapitalis” adalah arena di mana para individu berkompetisi satu sama lain dalam kondisi yang sangat sengit dan kasar. Ini adalah arena pertarungan sebagaimana yang dijelaskan Darwin, di mana yang kuat akan tetap hidup, sedangkan yang lemah dan tak berdaya akan terinjak dan termusnahkan, dan tempat di mana kompetisi yang sengit mendominasi.

Awan Santosa, menyebutkan beberapa kebijakan yang disinyalir erat kaitannya dengan intervensi asing tersebut. Isu-isu yang sarat dengan kebijakan pemerintah yang mendewakan Amerika ditulis oleh Awan Santosa dengan lugas. Beberapa isu tersebut adalah mengenai amandemen pasal 33 UUD 45. Kita tahu, bahwa dalam UU ini disebutkan bahwa kekayaan alam dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk kepentingan umum. Namun, setelah diamandemen, tafsir mengenai pasal ini pun menjadi buram bahkan disingkirkan.

Korporat pemilik modal berkolaborasi dengan birokrat oportunis dan intelektual (ekonom) berhaluan neo-liberal berhasil memenangkan ideologi (kepentingan) mereka untuk me-liberalisasi sistem ekonomi Indonesia (Mubyarto, 2002). Mereka yang memuja pasar bebas ini telah menyingkirkan koperasi dari UUD 1945. Membonceng agenda reformasi sistem politik (dan dalih “tidak ada Penjelasan di UUD negara-negara lain”) mereka menghapus seluruh Penjelasan UUD 1945 secara membabi buta. Tidak hanya koperasi yang mereka kerdilkan. Makna demokrasi ekonomi pun telah mereka telikung. Tidak ada lagi konsepsi “produksi dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat”, “kemakmuran bersama yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang”, dan “jika tampuk produksi ditangan orang seorang, maka rakyat yang banyak akan ditindasinya”.

Demokrasi ekonomi masuk ke pasal baru (pasal 4) dengan tafsir buram, disejajarkan dengan makna kemandirian, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan. Telah terjadi pelumpuhan kekuatan rakyat, di mana kedaulatan (ekonomi) rakyat berganti dengan kedaulatan pasar (Swasono, 2003). Patut disadari bahwa mudah menghancurkan ekonomi (ekonomi rakyat) suatu negara dengan mengobrak-abrik sistem konstitusi (perundang-undangan) di negara tersebut. Ironisnya, sedikit suara dan gerakan yang melawan agenda ini . Gerakan koperasi (sebagai korban) rupanya masih sibuk dengan masalah-masalah fungsional (usaha-internal) mereka sendiri sehingga alpa dengan masalah struktural (fundamental) yang (kelak) “menjegal” gerakan mereka.

Dan penulis yakin, kita kenal dengan istilah-istilah modern saat ini, yang ternyata adalah produk hasil ideologi neoliberal. Sebut saja, privatisasi (swastanisasi) BUMN, liberalisasi pasar bebas, subsidi ekonomi rakyat kepada korporasi (perusahaan) raksasa, dan ketergantungan kepada investor asing. Itu hanya sebagian dari yang penulis sebut dan masih banyak lagi produk kebijakan pemerintah yang salah kaprah karena diintervensi oleh Barat dan Amerika.

Kabar terakhir dalam pemberitaannya, Kompas menulis (25/7) bahwa Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memasukkan Indonesia pada peringkat ke 7 sebagai negara paling parah dalam menghambat investasi asing. Alasan utama OECD menempatkan Indonesia pada posisi yang rendah adalah masih dilakukannya pembatasan kepemilikan usaha.

Tampak jelas bahwa ini adalah bagian dari tekanan dan intervensi pihak asing kepada para pejabat tinggi negara Indonesia untuk mengatur ekonomi Indonesia. Menempatkan peringkat investasi di Indonesia dalam posisi yang rendah hanyalah sebuah alat untuk menekan mindset para pejabat berwenang Indonesia. Tuntutan negara-negara maju dengan gerbong perusahaan-perusahaan raksasanya terhadap Indonesia hanya satu, yakni: SERAHKAN SELURUH SUMBER DAYA EKONOMI DAN PASAR INDONESIA KE TANGAN PARA INVESTOR ASING.

John Perkins, penulis buku kontroversial “Hit Man” menguak keganasan kolonialisme ekonomi ini dengan sebuah teori korporatokrasi, yakni sebuah gerakan dalam rangka membangun imperium global, korporasi, international finance institutions dan pemerintah bergabung menyatukan kekuatan finansial dan politiknya untuk memaksa masyarakat dunia mengikuti kehendak mereka (John Perkins, Confessions of an Economic Hit Man, 2004).

Kuasa korporasi yang sangat besar di Indonesia diawali oleh peraturan perundangan yang dikeluarkan pemerintah sejak ujung kekuasaan Soekarno, diperbesar oleh rezim Soeharto dan berlangsung hingga saat ini. Di awali UU No 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing, UU No 5/67 Tentang Kehutanan, UU No 11/67 tentang Pertambangan, Kontrak Karya Pertambangan Generasi I dan II, menghantar Indonesia memasuki fase: Jual Murah; Jual Cepat; dan Jual Habis Kekayaan Alam demi kejayaan korporasi.

Dengan model ekploitasi alam yang diizinkan negara saat ini berdampak pada meningkatnya jumlah dan jenis bencana ekologis. Dalam kurun waktu 2006-2007 Bencana Ekologis (Banjir, longsor, gagal panen, gagal tanam, kebakaran hutan) tercatat 840 kejadian bencana, dengan menelan korban 7.303 jiwa meninggal dunia dan 1.140 orang dinyatakan hilang; sedikitnya 3 juta orang menjadi pengungsi dan 750.000 unit rumah rusak atau terendam banjir. Data ini belum termasuk korban akibat semburan lumpur Lapindo Brantas di Sidoarjo.

Selain bencana ekologis juga terjadi bencana pemiskinan penduduk di Pegunungan Tengah Papua, Kutai Karta Negara, Bagian Utara NAD, Riau, Sumsel dll., kehilangan pekerjaan dan tempat tinggal di Sidoarjo (Lapindo), Buyat (Newmont), Kelian (Rio Tinto) dan Murung Raya (Aurora Gold), termasuk penyingkiran dengan kekerasan dari daerah eksplorasi alam, seperti di Kontu (Muna, Sultra), Runtu (Kalteng), Buyat (Sulut).

Harun Yahya menutup artikel panjangnya dengan sebuah konklusi, “Kapitalisme telah menyeret manusia untuk menyembah hanya uang dan kekuatan yang bersumber dari uang. Dengan menganggap segala ajaran agama dan etika sebagai sesuatu yang tidak bermakna, masyarakat yang terpengaruh oleh gagasan evolusi mulai lebih mementingkan peranan dan kekuatan yang bersifat materi, dan terseret menjauhi perasaan seperti cinta, kasih sayang dan pengorbanan.”

Moralitas kapitalis ini telah menjadi sangat berpengaruh hampir di seluruh masyarakat masa kini. Dengan dalih ini, kaum miskin, lemah dan tak berdaya tidak diberikan bantuan serta perlindungan. Bahkan jika mereka terjangkiti penyakit parah dan mematikan, mereka tidak mampu mendapatkan siapa saja yang dapat membantu mengobati. Kaum papa diterlantarkan begitu saja dengan penyakitnya hingga meninggal. Di banyak negara, berbagai kedzaliman dan tindakan tak manusiawi seperti pemaksaan anak-anak secara kasar untuk bekerja [sebagai pengemis] dan perampasan hak-hak sosial sangatlah sering dijumpai. Mungkinkah ini yang sedang terjadi di negara kita?

Ekonomi Islam; Sebuah Altenatif Kebangkitan
Karakteristik dan Prinsip Dasar Ekonomi Islam
Telah kita telaah bersama bagaimana sebuah konsep kapitalisme ternyata tidak membawa maslahat bagi umat manusia. Terlebih bagi negara-negara berkembang seperti di negara kita. Bisa saja ia memang membawa maslahat, tapi kepada siapa? Tentu kepada negara-negara besar dan pemilik modal yang kuat. Sementara bagi segolongan lain, hal itu merupakan pemerasan dan eksploitasi ekonomi. Tidak heran, bila sejak dicetuskannya paham ini di tahun 1970-an hingga sekarang, negara-negara berkembang yang masih menganut sistem ini tidak kunjung maju dan selalu jadi bulan-bulanan. Yang kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin miskin. Maka bagi siapa yang keukeuh berharap pada sistem ekonomi kapitalis, seperti pungguk merindukan bulan.

Lantas, apakah kita akan berdiam diri dan berbicara tanpa solusi? Akankah negara ini akan terus begini dan menjadi bulan-bulanan bangsa asing? Bagaimana dengan solusi Islam sendiri selaku way of life? Atau adakah sistem ekonomi lain sebagai pengganti bobroknya sistem ekonomi kapitalis?

Pada dasarnya, melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat kita, para ekonom penentang kapitalis menawarkan dua buah sistem. Yang pertama adalah sistem berbasis demokrasi ekonomi dan yang kedua adalah sistem ekonomi berbasis syariah. Sistem demokrasi ekonomi sengaja tidak penulis bahas di sini agar nanti tidak berkepanjangan, selain juga karena menurut anggapan penulis sistem ekonomi syariah adalah sistem ekonomi yang tidak saja lebih ‘pas’ bagi bangsa ini, tapi juga lebih menentramkan.

Secara karakter, ekonomi dalam tinjauan Islam tidak dapat dipisahkan dengan akidah syariah dan akhlak. Ini pula yang disebut Dalam praktiknya, ekonomi Islam dimanivestasikan dalam kegiatan perekonomian yang menjunjung tinggi dan dibingkai oleh akhlak yang terpuji. Hanya dengan menjunjung tinggi akhlak yang terpuji (al-akhlaaq al-kariimah) kebaikan, kemaslahatan dan kesejahteraan manusia akan terwujud. Dan telah sama-sama kita tahu, bahwa perbaikan akhlak terpuji inilah yang menjadi misi utama diutusnya Rasulullah saw.

عن ابى هريرة ان النبى صلى الله عليه و سلم قال " إِنَّمَا بُعِثْت لِأُتَمِّم صَالِح الْأَخْلَاق " و اللفظ
لأحمد

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.” Dan lafaz ini dari Imam Ahmad.

Dan Maha Suci Allah yang telah menurunkan agama ini sebagai solusi atas berbagai problematika manusia. Tak terkecuali dengan permasalahan ekonomi yang menjadi sisi penting kehidupan mereka. Allah swt. berfirman,
                        
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS. Yusuf: 111)

Jelas bahwa Allah menurunkan Al Quran ini sebagai kitab suci sempurna, yang menjadi petunjuk manusia di dunia dengan segala dinamikanya.

Agama Islam memandang bahwa semua bentuk kegiatan ekonomi adalah bahagian dari mu’amalah. Sedangkan mu’amalah termasuk bahagian dari syari’ah, salah satu dari kedua ajaran Islam yang pokok lain yang tidak dapat dipisah-pisahkan: ‘aqidah dan akhlaq. Dalam kaitan ini Allah SWT. memberi tamsil tentang hubungan yang tak terpisahkannya ketiga ajaran pokok Islam itu dalam firman-Nya:
                  •        ••         •        

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak dapat tegak sedikitpun.” (Q.S.Ibrahim (14):24-26)

Ekonomi Islam dibangun, ditegakkan dan dilaksanakan berdasarkan ruh dan spirit serta menjunjung tinggi nilai-nilai sebagai berikut:
1. ‘Aqidah tauhid,
2. Keadilan,
3. Kebebasan, dan
4. Ke-mashlahat-an (akhlak yang terpuji).

Nilai-nilai kemuliaan itu disarikan dari firman Allah di dalam Q.S. at-Tkaatsur (102):1–2), al-Munaafiquun (63):9, an-Nuur (24):37, al-Hasyr (59):7, al-Baqarah (2):188, 273–281, al-Maidah (5):38, 90-91, al-Muthaffifin (83):1-6, dan sebagainya. Inilah yang kita sebut sebagai karakter dan ide pembangungan ekonomi Islam.
Peranan ‘aqidah, tauhid dan akhlak yang terpuji dalam semua kegiatan setiap manusia, termasuk di dalamnya kegiatan bidang ekonomi, adalah sangat penting. Kedua pokok ajaran Islam itu akan mengarahkan kegiatan perekonomian ke jalan yang sesuai dengan syari’at Islam.

Keadilan, sebagaimana ditegaskan dalam beberapa ayat Al-Qur’an, adalah kunci dan dasar dari segala aktivitas manusia yang menginginkan terwujudnya kesejahteraan, ketenangan dan keamanan hidup di dunia dan akhirat. Dalam kaitan ini ‘aqidah tauhid sebagai fondasi dari seluruh kegiatan setiap muslim merupakan manifestasi dari keadilan. Sebaliknya, syirk, menyekutukan Allah SWT, adalah bahagian dari kezaliman (Q.S.Luqman (31):13).

Keadilan merupakan sarana terdekat untuk menuju taqwa, yaitu suatu tingkatan akhlaq terpuji yang paling tinggi (Q.S. al-Maidah (5):8) Oleh karena itu seluruh kebijakan dan kegiatan perekonomian harus dilandasi prinsip keadilan dan secara intrinsik mewujudkan keadilan, tolong menolong dan kemitraan. Ekonomi dalam pandangan Islam harus menjalankan dua misi perekonomian sekaligus, yaitu pertumbuhan dan pemerataan distribusi. Pada tataran teknis kedua misi itu tampak pada produk mudharabah (lost and profit sharing). Pada produk ini pemilik modal dan pengelola modal ditempatkan pada posisi yang sejajar dan berkeadilan.

Lebih jauh, Al-Qur’an dan Hadis memandang prinsip keadilan sebagai salah satu tujuan pokok syari’ah (Q.S. an-Nahl (16):90). Karena itu, para ulama Islam telah menetapkan kesepakatannya bahwa prinsip berkeadilan merupakan syarat utama pelaksanaan kegiatan perekonomian syari’ah untuk mencapai kesejahteraan bersama. Prinsip kebebasan dimaksudkan bahwa manusia bebas melakukan seluruh kegiatan perekonomian selama tidak ada petunjuk dan ketentuan Allah dan Rasul-Nya yang melarangnya.

Hal ini menunjukkan bahwa segala bentuk kreativitas dan inovasi di bidang perekonomian adalah merupakan keniscayaan. Pilar kebebasan yang melandasi aktivitas ekonomi menanamkan ‘aqidah dan keyakinan pada setiap muslim untuk tidak patuh dan tunduk selain kepada peraturan dan ketentuan Allah SWT. (Q.S. ar-Ra’d (13):36 dan Q.S. Luqman (31):32). Ini merupakan dasar bagi piagam kebebasan Islam dari segala bentuk perbudakan. Berkaitan dengan ini, Al-Qur’an dengan tegas menyatakan bahwa tujuan utama dari risalah kenabian Muhammad SAW. adalah membebaskan seluruh umat manusia untuk mengabdi hanya kepada Allah Yang Maha Esa saja. Islam membebaskan seluruh pemeluknya dari segala macam belenggu hawa nafsu, setan dan sebagainya (Q.S. al-A’raf (7):157)7.

Konsep Islam sangat jelas dan lantang bahwa manusia dilahirkan merdeka. Karenanya, tidak ada seorang pun bahkan negara sekalipun yang boleh merampas kemerdekaan tersebut dan membuat manusia menjadi terikat. Dengan kata lain, manusia diberi kebebasan sepanjang dapat mempertanggungjawabkan, baik kepada sosial maupun kepada Allah. Islam menjamin kebebasan setiap individu yang dibingkai oleh akhlak yang terpuji dan tidak bertentangan dengan kepentingan sosial yang lebih besar serta tidak mengabaikan hak-hak kebebasan orang lain.

Berkaitan dengan ini, para ulama Islam telah menetapkan prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam menjamin hak-hak kebebasan individu dalam bermasyarakat. Prinsip-prinsip itu antara lain sebagai berikut:
1. Kepentingan masyarakat yang lebih luas harus didahulukan dari pada kepentingan individu.
2. Menghilangkan kesulitan (dar’u al-mafasid) harus diprioritaskan dibanding menarik manfaat (jalbu al-mashaalih), meskipun kedua-duanya sama-sama menjadi tujuan syari’ah.
3. Memperoleh kerugian yang lebih besar yang disebabkan mendahulukan tindakan untuk menghilangkan kerugian yang lebih kecil tidak dapat diperkenankan.

Sebaliknya demikian juga, mengorbankan manfaat yang lebih besar untuk mempertahankan atau meraih manfaat yang lebih kecil juga dilarang. Demikian juga menanggung resiko bahaya yang lebih kecil untuk menghindarkan resiko bahaya yang lebih besar, atau mengorbankan manfaat yang lebih kecil untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar adalah tindakan yang dibenarkan.

Pertanggungjawaban dalam kegiatan ekonomi syari’ah memiliki arti bahwa manusia sebagai pemegang amanah memikul tanggung jawab atas segala keputusan yang telah diambil atau tindakan yang telah dilakukan. Manusia, menurut Islam, adalah makhluk yang mempunyai kebebasan untuk menentukan berbagai pilihan yang akan diambil. Konsekwensi kebebasannya ini, kelak, akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT.
Karena itu, hampir tidak ditemukan di dalam perkembangan ekonomi Islam tindakan-tindakan yang didasari oleh sikap positivesme – yang merupakan salah satu dari pilar penting dalam perekonomian konvensional. Positivisme yang diartikan sebagai paham bebas nilai, bebas etika atau bebas dari pertimbangan-pertimbangan normatif adalah bertentangan secara deametral dengan sikap Islam yang mengakui bahwa segala yang dimiliki manusia adalah amanat, titipan, dari Allah SWT.

Seluruh sumberdaya adalah karunia Allah yang dititipkan kepada manusia sebagai sarana mempermudah pengabdiannya kepada-Nya. Karena itu segala tindakan manusia menyangkut masalah ekonomi ini khususnya, kelak akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh Yang memberikan titipan, Allah SWT.

Universalitas dan Inklusivitas Ekonomi Islam
Secara teori dan ide terlihat bahwa ekonomi Islam akan mampu berkembang menjadi sebuah sistem ekonomi terbaik, dan solusi alternatif bagi dunia. Namun, sejauh mana sistem ini dapat diadopsi oleh dunia? Mungkinkah?
Salah satu karakter dasar ekonomi syariah ialah sifatnya yang universal dan inklusif. Ekonomi syariah mengajarkan tegaknya nilai-nilai keadilan, kejujuran, transparansi, anti korupsi, dan ekspolitasi. Artinya misi utama ekonomi syariah adalah tegaknya nilai-nilai akhlak moral dalam aktivitas bisnis, baik individu, perusahaan ataupun negara.

Sebagaimana disebut tadi, karakter fundamental dari ekonomi syariah, adalah universal dan inklusif. Bukti universalisme dan inklusivisme ekonomi syariah cukup banyak.

Pertama, bahwa ekonomi syariah telah dipraktikkan di berbagai negara Eropa, Amerika, Australia, Afrika dan Asia. Singapura sebagai negara sekuler juga mengakomodasi sistem keuangan syariah. Bank-Bank raksasa seperti ABN Amro, City Bank, HSBC dan lain-lain, sejak lama telah menerapkan sistem syari’ah. Demikian pula ANZ Australia, juga telah membuka unit syari’ah dengan nama First ANZ International Modaraba, Ltd. Jepang, Korea, Belanda juga siap mengakomodasi sistem syariah.

Fakta itu sejalan dengan laporan the Banker, seperti dikutip info bank (2006) ternyata Bank Islam bukan hanya didirikan dan dimiliki oleh negara atau kelompok muslim, tetapi juga di negara-negara non muslim, seperti United kingdom, USA, Kanada, Luxemburg, Switzerland, Denmark, Afrika Selatan, Australia, India, Srilangka, Fhilipina, Cyprus, Virgin Island, Cayman Island, Swiss, Bahama, dan sebagainya. Sekedar contoh tambahan, di luxemburg, yang menjadi Managing Directors di Islamic Bank Internasional of Denmark adalah non Muslim yaitu Dr. Ganner Thorland Jepsen dan Mr. Erick Trolle Schulzt.

Kedua, kajian akademis mengenai ekonomi syariah juga banyak dilakukan di universitas-universitas Amerika dan negara Barat lainnya . Di antaranya, Universitas Loughborough di Inggris. Universitas Wales, Universitas Lampeter yang semuanya juga di Inggeris. Demikian pula Harvard School of Law, (AS), Universitas Durhem, Universitas Wonglongong, Australia. Di Harvard University setiap tahun digelar seminar ekonomi syariah bernama Harvard University Forum yang membahas tentang Islamic Finance. Malah, di tahun 2000 Harvard University menjadi tuan rumah pelaksanaan konferensi Internasional Ekonomi Islam Ke-3.

Perhatian mereka kepada ekonomi syariah dikarenakan keunggulan doktrin dan sistem ekonomi syariah. Karena itulah, maka banyak ekonom non muslim yang menaruh perhatian kepada ekonomi syariah serta memberikan dukungan dan rasa salut pada ajaran ekonomi syariah, seperti Prof Volker Ninhaus dari Jerman (Bochum Universitry), William Shakpeare, Rodney Wilson, dan sebagainya. Dr. Iwan Triyuwono, seorang ahli akuntansi dari Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, ketika menulis disertasinya tentang akuntansi syari’ah di Universitas Wolongong, Australia, mendapat bimbingan dari promotor, seorang ahli akuntansi syari’ah yang ternyata seorang pastur.

Ketiga, harus dipahami larangan riba (usury) yang menjadi jantung sistem ekonomi syariah bukan saja ajaran agama Islam, tetapi juga larangan agama-agama lainnya, seperti Nasrani dan Yahudi. Dengan demikian, bagi pemeluk agama manapun, ekonomi syariah sesungguhnya tidak menjadi masalah.
Pandangan agama Yahudi mengenai bunga terdapat dalam kitab perjanjian lama pasal 22 ayat 25 yang berbunyi, Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umatku yang miskin diantara kamu, maka janganlah enkau berkaku seperti orang penagih hutang dan janganlah engkau bebankan bunga uang padanya, melainkan engkau harus takut pada Allahmu supaya saudaramu dapat hidup diantaramu”.

Pandangan agama Nasrani mengenal bunga, terdapat dalam kitab perjanjian lama kitab deuteronomiy pasal 23 ayat 19.”Janganlah engkau membungakan uang terhadap saudaramu baik uang maupun bahan makan yang dibungakan”.Selanjutnya dalam perjanjian baru dalam injil lukas ayat 34 disebutkan, “Jika kamu menghutangi kepada orang yang kamu harapkan imbalannya, maka dimana sebenarnya kehormatan kamu, tetapi berbuatlah kebajikan dan berikanlah pinjaman dengan tidak mengharapkan kembalinya karena pahala kamu akan banyak”.

Melihat pandangan kedua agama tersebut tentang pelarangan bunga, amatlah tepat untuk menyimpulkan bahwa umat non muslimpun harus menyambut baik lembaga-lembaga keuangan dan system ekonomi tanpa bunga. Hal ini dikarenakan ekonomi syariah telah memberikan jalan keluar dari larangan kitab suci di atas. Dan inilah agaknya sarana yang paling tepat untuk mengembangkan kerja sama dalam memerangi bunga yang telah dilarang agama samawi tersebut. Fakta kerjasama ini telah banyak terjadi di Indonesia, seperti di Kupang, Palu, Menado, Maluku Utara dan sebagainya. Para deposan dan nasabah bank-bank syariah banyak (dominan) dari kalangan non muslim dan tokohnya para pendeta.

Keempat, para filosof Yunani yang tidak beragama Islam juga mengecam sistem bunga. Sejarah mencatat, bangsa Yunani kuno yang mempunyai peradaban tinggi, melarang keras peminjaman uang dengan bunga. Aristoteles dalam karyanya politics telah mengecam sistem bunga yang berkembang pada masa Yunani kuno. Dengan mengandalkan pemikiran rasional filosofis, tanpa bimbingan wahyu, ia menilai bahwa sistem bunga merupakan sistem yang tidak adil. Menurutnya uang bukan seperti ayam yang bisa bertelur. Sekeping mata uang tidak bisa beranak kepingan uang yang lain. Selanjutnya ia mengatakan bahwa meminjamkan uang dengan bunga adalah sesuatu yang rendah derajatnya. Sementara itu, Plato (427-345 SM), dalam bukunya “LAWS”, juga mengutuk bunga dan memandangnya sebagai praktek yang zholim. Menurut Plato, uang hanya berfungsi sebagai alat tukar, pengukuran nilai dan penimbunan kekayaan. Uang sendiri menurutnya bersifat mandul (tidak bisa beranak dengan sendirinya).

Uang baru bisa bertambah kalau ada aktivitas bisnis riel. Pendapat yang sama juga dikemukan Cicero. Ketiga filosof Yunani yang paling terkemuka itu dipandang cukup representatif untuk mewakili pandangan filosof Yunani tentang larangan bunga.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka tidak perlu ada yang takut (phobi) kepada ekonomi syariah, karena manfaat ekonomi syariah akan dinikmati oleh semua komponen rakyat di Indonesia, bahkan jika diterapkan di skala global, akan menciptakan tata ekonomi dunia yang adil dan makmur.

Ekonomi syariah yang melarang kegiatan riba dan spekulasi, akan menciptakan stabilitas ekonomi bangsa secara menyeluruh. Ekonomi syariah yang mengedepankan gerakan sektor riil (bukan derivatif) , akan secara signifikan menumbuhkan ekonomi nasional dan tentunya ekonomi rakyat. Tegasnya, ekonomi syariah justru akan membantu pembangunan ekonomi negara dan bangsa.

Membangun Sistem Ekonomi Islam di Indonesia
Bayang-bayang kehancuran ekonomi kapitalis telah diungkapkan oleh beberapa pakar ekonom dunia. Joseph Stiglizt, seorang ekonom kawakan peraih Nobel, dalam sebuah wawancara dengan CNN mengatakan bahwa dahulu kita menyuruh negara lain untuk mengikuti dan mencontoh kita, tapi sekarang kapitalisme Amerika tengah menuju kepada kematiannya. Sebuah pernyataan yang menyiratkan bahwa ekonomi AS berada di ambang kehancuran. Bahkan, Paul R Krugman, peraih Nobel ekonomi 2008, telah berkali-kali mengingatkan akan kehancuran dan kegagalan kapitalisme ekonomi.

Kenyataan ini semakin didukung dengan adanya pertemuan di Camp David Maryland, bahwa Presiden Bush dan Presiden Sarkozy pernah bersepakat bahwa krisis keuangan global ini memungkinkan munculnya sistem keuangan yang baru.

Ini merupakan pertanda bahwa kalau kita ingin menyelamatkan kehidupan ekonomi, maka harus segera meninggalkan kapitalisme dan kembali pada aturan Allah SWT (ekonomi syariah). Akankah kehancuran dari ekonomi dan keuangan konvensional merupakan jalan bagi munculnya kekuatan mazhab ekonomi syariah yang nantinya akan mendominasi dunia?
Indonesia adalah negara yang kompleks. Dari semboyannya saja dapat kita ketahui bahwa negeri ini benar-benar berbeda. “Bhinneka Tunggal Ika,” seolah menyiratkan makna yang mendalam bahwa negeri ini terdiri dari susunan dan unsur yang tak sama. Dan, hingga sejauh ini masih banyak kalangan yang masih fobia dengan Islam, termasuk sistem ekonomi Islam. Tidak saja orang yang notabene adalah orang non-Muslim, bahkan dari kalangan Muslim sendiri banyak yang sangsi ataupun khawatir dengan hal-hal yang berbau Islam.

Bahkan penulis jadi teringat suasana pelatihan ekonomi Islam kemarin di PMIK (Perpustakaan Mahasiswa Indonesia Kairo). Waktu itu, Ustazah Yuli Yasin mengungkapkan rasa pesimisnya dengan kondisi perekonomian Indonesia. Tak heran, karena hingga saat ini belum ada orang yang ahli di bidang ini, khususnya perekonomian makro di negeri kita. Syafii Antonio memang sudah pakar, tapi ia belum mampu sepintar Gubernur BI Burhanuddin Abdullah atau menteri ekonomi kita, Boediono dan Sri Mulyani, menteri keuangan.

Hal inilah sebagai penghambat utama mengapa negara kita belum mampu menerapkan sistem ekonomi syariah di tingkat negara. Namun, paling tidak negeri ini sudah mulai menerapkan sistem ekonomi syariah sebagai alternatif dunia perbankan kita. Dan kini telah banyak ditemukan inovasi-inovasi baru pengganti perangkat ekonomi ribawi dalam dunia kapitalis.

Dan lebih lanjut, KH. Didin Hafiduddin, Ketua Umum Baznas mencoba memberikan beberapa langkah praktis tentang penerapan sistem ekonomi Islam di Indonesia. Beliau menilai bahwa hal ini sangat tergantung pada komitmen kita semua, baik pemerintah, para alim ulama, pelaku bisnis, dan masyarakat secara keseluruhan. Maukah kita semua bersama-sama menjadikan ekonomi syariah sebagai tulang punggung perekonomian bangsa dan dunia? Apalagi Perdana Menteri Inggris, Gordon Brown, pada pertengahan Oktober 2008 lalu telah menyerukan dunia untuk bersama-sama menciptakan sistem keuangan dunia yang baru, menggantikan sistem yang ada sekarang.

Pertama, hendaknya kita bersungguh-sungguh melaksanakan sistem ekonomi syariah dalam arti sebenarnya. Baik dalam ruh maupun praktik.

Kedua, hendaknya kita selalu bersinergi dalam mengembangkan ekonomi syariah, termasuk di dalamnya industri perbankan dan asuransi syariah maupun institusi LKS lainnya. Prinsip ta'awwun harus mampu direfleksikan dengan baik. Tidak boleh ada upaya saling menjegal dan saling menggunting dalam lipatan hanya karena mengejar keuntungan atau profit semata.

Kemudian yang ketiga, perlunya penguatan SDM yang memiliki kompetensi yang sangat luar biasa, baik secara moral maupun secara intelektual (QS Yusuf [12]: 55). Sudah saatnya kita semua, termasuk pemerintah, mulai memikirkan bagaimana menumbuhkembangkan desain kurikulum pendidikan ekonomi syariah yang terintegrasi, tepat arah, dan memiliki output serta tujuan yang jelas.

Keempat, diimbau kepada para pengambil kebijakan negeri ini, baik pemerintah maupun DPR, bersama-sama menjadikan ekonomi syariah sebagai panglima kehidupan perekonomian nasional. Segala perangkat regulasi dan aturan juga perlu untuk diperkuat secara terus-menerus dan berkelanjutan. Tanpa adanya perjuangan di tingkat regulasi, kita khawatir bahwa industri ekonomi syariah hanya akan berjalan di tempat. Kita berharap bahwa pemerintah dan DPR tidak perlu ragu lagi untuk terus menggulirkan kebijakan yang proekonomi syariah.

Akhirnya, dapat kita simpulkan bahwa benarlah apa yang dikatakan Allah swt dalam firmannya,
              
“Maka Apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, Padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.” (QS. Ali Imran: 83)

Borok dan penyakit sistem kapitalis telah terkuak lebar. Baik itu sejarah, fakta, teori, komentar dan bahkan oleh Islam sendiri telah disebutkan. Semua bukti dan fakta mengarah lurus pada ketimpangan sistem ekonomi kapitalis. Dunia dulu pernah disilaukan oleh sistem ini. Dunia dulu buta akan kamuflase yang dipakainya. Tapi sekarang, semua kejahatan dan kebobrokan sistem ini telah terkuak. Yang jadi pertanyaan kemudian adalah, sudah siapkah kita menyongsong kebangkitan ekonomi Indonesia lewat sistem ekonomi syariah?

Wallahu a’lam bishowab.

Kamis, November 20, 2008

Surat Lamaran Nikah

Lagi nyari contoh surat lamaran juga, eh.. dapetnya surat lamaran nikah dari mp seseorang yang juga dapet dari blog orang lain.. he..he... silahkan dinikmati ;))

Kepada YTH

Calon istri saya, calon ibu anak-anak saya, calon anak Ibu saya dan
calon kakak buat adik-adik saya

Di tempat

Assalamu’alaikum Wr Wb

Mohon maaf kalau anda tidak berkenan. Tapi saya mohon bacalah surat ini
hingga akhir. Baru kemudian silahkan dibuang atau dibakar, tapi saya
mohon, bacalah dulu sampai selesai.

Saya, yang bernama …… menginginkan anda ……untuk menjadi istri saya.
Saya bukan siapa-siapa. Saya hanya manusia biasa.

Saat ini saya punya pekerjaan.Tapi saya tidak tahu apakah nanti
saya akan tetap punya pekerjaan. Tapi yang pasti saya akan berusaha
punya penghasilan untuk mencukupi kebutuhan istri dan anak-anakku kelak.



Saya memang masih kontrak rumah. Dan saya tidak tahu apakah nanti akan
ngontrak selamannya. Yang pasti, saya akan selalu berusaha agar istri dan
anak-anak saya tidak kepanasan dan tidak kehujanan.

Saya hanyalah manusia biasa, yang punya banyak kelemahan dan beberapa
kelebihan. Saya menginginkan anda untuk mendampingi saya.
Untuk menutupi kelemahan saya dan mengendalikan kelebihan saya.
Saya hanya manusia biasa. Cinta saya juga biasa saja.

Oleh karena itu. Saya menginginkan anda mau membantu saya memupuk dan
merawat cinta ini, agar menjadi luar biasa. Saya tidak tahu apakah kita
nanti dapat bersama-sama sampai mati. Karena saya tidak tahu suratan
jodoh saya. Yang pasti saya akan berusaha sekuat tenaga menjadi suami
dan ayah yang baik. Kenapa saya memilih anda? Sampai saat ini saya tidak
tahu kenapa saya memilih anda. Saya sudah sholat istiqaroh berkali-kali,
dan saya semakin mantap memilih anda.

Yang saya tahu, Saya memilih anda karena Allah. Dan yang pasti, saya
menikah untuk menyempurnakan agama saya, juga sunnah Rasulullah. Saya
tidak berani menjanjikan apa-apa, saya hanya berusaha sekuat mungkin
menjadi lebih baik dari saat ini.

Saya mohon sholat istiqaroh dulu sebelum memberi jawaban pada saya. Saya
kasih waktu minimal 1 minggu, maksimal 1 bulan. Semoga Allah ridho
dengan jalan yang kita tempuh ini. Amin

Wassalamu’alaikum Wr Wb

http://birugithulho.multiply.com

Andakah sang Pemenang??


pemenang selalu jadi bagian dari jawaban;
pecundang selalu jadi bagian dari masalah.

pemenang selalu punya program;
pecundang selalu punya kambing hitam.

pemenang selalu berkata, “Biarkan saya yang mengerjakannya untuk Anda”;
pecundang selalu berkata, “Itu bukan pekerjaan saya”;

Pemenang selalu melihat jawab dalam setiap masalah;
pecundang selalu melihat masalah dalam setiap jawaban.

Pemenang selalu berkata, “itu memang sulit, tapi kemungkinan bisa”;
Pecundang selalu berkata, “Itu mungkin bisa, tapi terlalu sulit”.

Saat pemenang melakukan kesalahan, dia berkata, “saya salah”;
saat pecundang melakukan kesalahan, dia berkata, “itu bukan salah saya”.

Pemenang membuat komitmen-komitmen;
Pecundang membuat janji-janji.

Pemenang mempunyai impian-impian;
Pecundang punya tipu muslihat.



Pemenang berkata, “Saya harus melakukan sesuatu”;
Pecundang berkata, “Harus ada yang dilakukan”.

Pemenang adalah bagian dari sebuah tim;
Pecundang melepaskan diri dari tim.

Pemenang melihat keuntungan;
Pecundang melihat kesusahan.

Pemenang melihat kemungkinan-kemungkinan;
Pecundang melihat permasalahan.

Pemenang percaya pada menang-menang (win-win);
Pecundang percaya, mereka yang harus menang dan orang lain harus kalah.

Pemenang melihat potensi;
Pecundang melihat yang sudah lewat.

Pemenang seperti thermostat;
Pecundang seperti thermometer.

Pemenang memilih apa yang mereka katakan;
Pecundang mengatakan apa yang mereka pilih.

Pemenang menggunakan argumentasi keras dengan kata2 yang lembut;
Pecundang menggunakan argumentasi lunak dengan kata2 yang keras.

Pemenang selalu berpegang teguh pada nilai2 tapi bersedia berkompromi pada hal2 remeh;
Pecundang berkeras pada hal2 remeh tapi mengkompromikan nilai2.

Pemenang menganut filosofi empati, “Jangan berbuat pada orang lain apa yang Anda tidak ingin orang lain perbuat pada Anda”;
Pecundang menganut filosofi, “Lakukan pada orang lain sebelum mereka melakukannya pada Anda”.

Pemenang membuat sesuatu terjadi;
Pecundang membiarkan sesuatu terjadi.

Para Pemenang selalu berencana dan mempersiapkan diri, lalu memulai tindakan untuk menang.
Para pecundang hanya berencana dan berharap ia akan menang.

www.yauhui.net

Apa Manfaat Ekonomi Syariah??

bakda tahiyat wa salam...

Bro dan temen-temen pengunjug setia blog ini,
*gubraks.. emang ada pengunjung setianya?? keknya aku doang deh!!! wkwkkkwkwkw,

mo ngajak beranalisa nih..

secara agama kita tahu, bahwa ekonomi Islam mendatangkan banyak keuntungan baik di dunia maupun di akhirat.

akan tetapi, rupa-rupanya. .. setelah ana searching di google, belum ketemu dengan sebuah artikel yang isinya manfaat ekonomi syariah ini dilihat dari pendekatan untung-rugi. .. sebuah pendekatan dalam kacamata bisnis.

padahal kita pun tahu, bahwa banyak fakta yang menyebutkan makin digemarinya sistem ekonomi berbasis syariah ini. tidak saja oleh kalangan muslim, tapi bahkan negara-negara non muslim dan lembaga lainnya sudah memulainya lebih dulu dibandingkan negara kita. baik itu dalam tataran pembelajarannya maupun secara praktik ekonominya.



ini terlihat dengan banyaknya lembaga keuangan yang membuka cabang-cabang syariah, baik itu perbankan, asuransi, dan bahkan pasar modal.

nah, sudah barang tentu... apa yang menjadi sudut pandang dunia Barat ini, bukanlah sudut pandang agama Islam... (lha wong, mereka sendiri kafir kok...), pastinya mereka menggunakan sudut pandang bisnis, alias untung-rugi.

yang jadi pertanyaan,. .. kira2 apa ya.. untungnya berbisnis secara syariah ini dibandingkan ekonomi kapitalis dan lainnya, dilihat dari kacamata ekonomi...?? ?

yups.. segitu aja, SELAMAT BERANALISIS. ...

Memilih Anak Mana yang Dibiarkan Mati Kelaparan











Diambil dari : http://www.detiknews.com/read/2008/11/19/145028/1039615/10/ibu-terpaksa-memilih-anak-mana-yang-dibiarkan-mati-kelaparan

Note : Semoga tidak akan pernah terjadi di Indonesia ini..

Port-au-Prince - Banyak ibu bisa memilih makanan yang baik untuk anak-anak mereka. Namun sebagian ibu lainnya tak seberuntung itu. Mereka terpaksa memilih anak mana yang diberi makan dan mana yang dibiarkan mati kelaparan.

Kaum ibu ini terpaksa membuat pilihan hidup atau mati untuk anak-anak mereka. Inilah potret kaum ibu miskin yang dijumpai di Haiti. Patricia Wolff, direktur eksekutif badan kemanusiaan Meds & Food for Kids, menemukan fakta menyedihkan itu dalam lawatannya yang sering ke Haiti.



Dikatakan Wolff, kelaparan sangat meluas di Haiti. Begitu banyak anak yang meninggal karena kekurangan gizi. Sebagian ibu di Haiti terpaksa menjatah makanan anak-anak mereka demi menyambung hidup. Namun sebagian ibu lainnya terpaksa membuat pilihan menyakitkan ketika jatah makanan mereka tidak cukup untuk semua.

"Mengerikan. Mereka harus memilih di antara anak-anak mereka," tutur Wolff seperti dilansir CNN, Rabu (19/11/2008).

"Mereka berusaha menghidupi anak-anak mereka dengan memberi mereka makan, namun kadang-kadang mereka membuat keputusan bahwa yang ini harus pergi," imbuh Wolff. Organisasi nonprofit pimpinan Wolff dibentuk untuk memerangi kekurangan gizi pada anak-anak.

Dalam pidatonya saat menerima penghargaan Nobel Perdamaian, Martin Luther King pernah menyatakan, "Saya punya keberanian untuk yakin bahwa orang-orang di manapun bisa makan tiga kali sehari untuk tubuh mereka." Namun kini, empat dekade setelah itu, impian King masih belum terwujud.

Bahkan kini dunia tengah dilanda kelaparan yang meluas. Kerusuhan karena berebut makanan tahun ini terjadi di berbagai penjuru dunia, termasuk Mesir dan India.

Bahkan kabar dari badan pangan dunia, World Food Programme lebih menyedihkan: seorang anak mati karena kelaparan tiap enam detik di dunia. Dan kelaparan kini menewaskan lebih banyak orang setiap tahunnya dibandingkan penyakit AIDS, malaria dan tuberculosis. Oh!
(ita/iy)

dikutip dari www.indonesiancommunity.multiply.com


Rabu, November 12, 2008

Cerita King Kong

Mengapa King Kong digunakan untuk nama Kera atau Monyet Raksasa ?
Mengapa tidak digunakan nama Great Ape, King Monkey, Giant Ape, Giant
Mongkey atau yang lainnya ?

Menurut ahli bahasa, kata King Kong berasal dari bahasa Inggris dan
bahasa Latin, yang artinya Raja Monyet. King artinya Raja (bahasa
Inggris) dan Kong artinya Monyet (bahasa Latin).

Berikut adalah kata-kata yang terkait dengan Kong :

1. Kong Kali Kong:
Artinya banyak Monyet ! Bayangin , Monyet dikalikan dengan Monyet !

2. Kong Res (Kongres) :
Artinya Monyet Ngumpul ! Res singkatan dari Residu, sisa yang terkumpul.

3. Kong Kow :
Artinya, Monyet Gaul ! Kow dari bahasa Mandarin non-formal yang
artinya main, bergaul atau ngerumpi.



4. Ngong Kong :
Artinya Monyet Jongkok ! Ngong artinya duduk atau Jongkok dalam bahasa
Sanskerta.

5. Kong Guan :
Artinya Biskuit Monyet, atau Biskuit kesukaan Monyet !

6. Kong Lomerat :
Artinya Kumpulan besar Monyet! Glomerat artinya menggelinding menjadi
bola yang besar.

7. Kong Si (Kongsi) :
Artinya Empat Monyet pengusaha! Si adalah bahasa Mandarin artinya empat.

8. Cu Kong :
Monyet banyak duitnya! Cu artinya banyak duit menurut bahasa Mandarin
kuno yang sudah kadaluarsa.

9 . Eng Kong :
Artinya Mbahnya Monyet !

10. Sing Kong :
Akar umbi ngumpet dalam tanah, takut ama monyet! Sing = singitan (bhs
Jawa) = ngumpet.

11. Bo Kong :
Bagian tubuh belakang monyet di bagian bawah yang kelihatan bengkak.
Bo = aboh (bahasa Jawa) = bengkak.

13. Jerang Kong :
Kerangka monyet ! Jerang = tulang belulang menurut bahasa antah berantah.

14. Bang Kong :
Monyet bangun kesiangan ! Bang = singkatan dari bangun.

15. Sun Go Kong :
Sun = cium
Go = pergi atau Hayo
Kong = monyet
Sun Go Kong= Hayo cium Monyet

Hasil kreatifitas satria funky... :p

Permata yang Dicari

Hadirnya tanpa kusadari
Menggamit kasih cinta bersemi
Hadir cinta insan padaku ini
Anugrah karuniaan ilahi

Lembut tutur bicaraanya
Menarik hatiku untuk mendekatinya
Kesopanannya memikat di hati
mendamaikan jiwaku yang resah ini

Ya Allah, jika dia benar untukku
dekatkanlah hatinya dengan hatiku
Jika dia bukan milikku
Damaikanlah hatiku dengan ketentuan-Mu
Dialah permata yang dicari
Selama ini baru kutemui

Tapi ku tak pasti rencana ilahi
Apakah dia kan kumiliki

Tidak sekali dinodai nafsu
Akan kubatasi dengan syariatmu
Jika dirinya bukan untukku
Ridha hatiku dengan ketentuan-Mu

Ya Allah, engkaulah tempat bergantung harapanku
Kuharap diriku senantiasa di bawah rahmat-Mu

D'Heart

Minggu, November 09, 2008

Islam dan HAM; Buku Wajib Sekolah Muhammadiyah

Tulisan ini adalah tulisan temen saya, yang saat ini masih di Indonesia. Tulisan ini tanpa tendensi apapun, hanya sebuah cerita tentang bagaimana virus penghancur Islam (baca, sekulerisme dan liberalisme) ini telah begitu merajalela, bahkan hingga ke tingkat pendidikan ormas...

Selasa (28 Oktober 2008) lalu, dalam sebuah acara pengajian di lingkungan warga Muhammadiyah, saya menerima sebuah buku berjudul Pendidikan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan Berwawasan HAM (Buku Panduan Guru). Di dalam pengantarnya, buku ini dicanangkan sebagai buku wajib yang harus dipelajari oleh semua siswa dan guru di sekolah-sekolah Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Juga dikatakan, bahwa buku ini ”telah sesuai dengan prinsip dasar ajaran Muhammadiyah yang bersumber pada Al-Qur’an dan Al-Sunnah serta berlandaskan HAM.”

Disebutkan juga, bahwa naskah buku ini disiapkan oleh Maarif Institute for Culture and Humanity, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat yang didirikan oleh Prof. Syafii Maarif, mantan ketua PP Muhammadiyah. Direktur Program Maarif Institute mengakui, bahwa penerbitan buku ini juga didukung oleh New Zealand Agency for International Development (NZAID).



Karena ditulis sebagai buku wajib untuk seluruh siswa dan guru Muhammadiyah, maka tentu saja buku ini wajib dicermati. Sebagaimana umat Islam lainnya, warga Muhammadiyah sudah terbiasa menegaskan paham keagamaannya dengan berdasar kepada Al-Quran dan Sunnah. Untuk mempertegas metodologi dalam pemahaman Al-Quran dan Sunnah, ada yang memperjelasnya dengan tambahan: ’ala manhaj salafus-shalih. Maka, umat Islam akan merasa aneh ketika mendengar ungkapan, ”sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah serta berlandaskan HAM.”

Jadi, menurut buku ini, tidaklah cukup dalam ber-Islam, kita hanya berdasarkan kepada Al-Quran dan Sunnah saja. Tapi, masih harus ditambah lagi dengan kaedah ”berlandaskan HAM” atau ”berwawasan HAM.” Gampangnya, HAM harus dijadikan sebagai landasan, sebagai tolok ukur, dalam melihat Islam, dalam memahami Al-Quran dan Sunnah. Sebab, HAM itu sesuai dengan Islam. Bahkan, tulis buku ini: ”Islam datang menawarkan sejumlah upaya untuk liberasi, membebaskan manusia dari seluruh bentuk penistaan, penindasan, dan pelanggaran atas HAM. Islam juga sangat menekankan humanisasi, memanusiakan manusia secara adil dan seimbang.” (hal. 7).

Karena sudah meletakkan HAM sebagai dasar dalam memahami Al-Quran dan Sunnah itulah, maka buku ini berupaya mengajak kita agar mendukung dan menerapkan isi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Ditulis dalam buku ini:

”Deklarasi ini berisi 30 pasal yang dirancang untuk mencapai standar bersama tentang hak dan kebebasan bagi semua orang dan bangsa. Secara individu maupun kolektif, kita semua harus secara terus-menerus mengupayakan terpenuhinya hak-hak kebebasan tersebut. Tentu saja ini bisa disebarluaskan dan ditanamkan melalui pengajaran dan pendidikan.” (hal. 9).

Upaya untuk meletakkan HAM di atas Al-Quran dan Sunnah akan selalu ditolak oleh umat Islam. Umat Islam lazimnya melihat HAM, demokrasi, kesetaraan gender, dan berbagai paham atau gagasan baru dengan kacamata Al-Quran dan Sunnah. Kaum sekuler, akan berpikir sebaliknya. Mereka melihat Al-Quran dan Sunnah dengan kacamata HAM. Padahal, jika dicermati, konsep HAM itu sendiri masih merupakan konsep yang bermasalah. Ada yang bisa diterima dalam Islam, dan ada yang tidak bisa diterima.

Karena itulah, pada tahun 1990, negara-negara Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) menghasilkan ”Deklarasi Kairo” (The Cairo Declaration on Human Rights in Islam), sebagai ”tandingan” dari DUHAM yang dikeluarkan di San Francisco pada 24 Oktober 1948. Pasal 25 Deklarasi Kairo menegaskan: ”The Islamic Syariah is the only source of reference for the explanation or clarification of any of the articles of this Declaration.” (Syariat Islam adalah satu-satunya penjelasan atau klarifikasi dari semua artikel dalam Deklarasi Kairo ini).

Jadi, dalam Deklarasi Kairo, negara-negara Islam telah sepakat untuk meletakkan syariat Islam di atas HAM. Bukan sebaliknya: meletakkan Islam di bawah HAM. Karena itulah, ada sejumlah pasal Deklarasi Kairo yang merupakan koreksi terhadap DUHAM. Sebagai contoh, dalam konsep perkawinan. DUHAM pasal 16 menyatakan: ”Men and women of full age, without any limitation due to race, nationality or religion, have the right to marry and to found a family. They are entitled to equal rights as to marriage, during marriage and at its dissolution.” (Laki-laki dan wanita yang telah dewasa, tanpa dibatasi faktor ras, kebangsaan atau agama, memiliki hak untuk menikah dan membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama terhadap pernikahan, selama pernikahan, dan saat perceraian).

Dalam Deklarasi Kairo, soal perkawinan ditegaskan dalam pasal 5 yang bunyinya: ”The family is the foundation of society, and marriege is the basis of its formation. Men and women have the right to marriege, and no restrictions stemming from race, colour or nationality shall prevent them from enjoying this right.” (Keluarga adalah fondasi masyarakat, dan perkawinan adalah basis pembentukannya. Laki-laki dan wanita memiliki hak untuk menikah dan tidak boleh ada pembatasan dalam soal ras, warna kulit, dan kebangsaan yang menghalangi mereka untuk menikmati hak tersebut).

Dari sini kita paham bahwa negara-negara Islam telah sepakat untuk menolak mengabaikan faktor agama dalam pernikahan. Sebab, memang ajaran Islam mengatur masalah perkawinan dengan jelas dan tegas. Wanita muslimah haram menikah dengan laki-laki kafir (non-Muslim) . Bagi kaum Muslim, faktor agama adalah soal mendasar dalam membangun tali ikatan kasih sayang. Tidaklah mungkin dua manusia yang berbeda iman akan dapat membangun tali kasih sayang yang sejati.

”Kamu tidak akan jumpai suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara, atau pun keluarga mereka.” (QS al-Mujadilah: 22).

DUHAM dirumuskan dengan berbasis paham humanisme sekuler, yang meletakkan faktor ”kemanusiaan” lebih tinggi dari pada agama. Bagi mereka, agama disamakan dengan faktor ras dan kebangsaan; agama bukanlah hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan perkawinan. Jika dua insan sudah saling mencintai, maka faktor apa pun – termasuk agama dan jenis kelamin – tidak boleh menghalangi mereka untuk melaksanakan pernikahan. Itu kata DUHAM.

Tapi, tidak!, kata umat Islam. Deklarasi Kairo menolak rumusan hak perkawinan ala DUHAM itu. Bagi kaum sekular, agama harus tunduk kepada HAM. Bagi kaum Muslim, HAM harus tunduk kepada ajaran Islam. Karena itulah, bagi seorang Muslim, tidak ada pilihan lain kecuali melihat segala sesuatu – termasuk HAM – dengan kacamata Islam. Itulah konsekuensi seorang memilih Islam. Prinsip Islam itu akan berbeda dengan orang sekuler yang menjadikan DUHAM sebagai kitab sucinya. Bagi mereka – sebagaimana ditegaskan dalam pasal 2 DUHAM -- bahwa setiap orang mempunyai hak dan kebebasan tanpa perbedaan apa pun, seperti perbedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, termasuk agama.

Maka, dunia Islam tentu saja menolak prinsip seperti itu. Disamping soal pernikahan, Deklarasi Kairo juga menolak konsep kebebasan beragama ala DUHAM, sebagaimana tercantum dalam pasal 18:

“Everyone has the right to freedom of thought, conscience and religion; this right includes freedom to change his religion or belief, and freedom, either alone or in community with others and in public or private, to manifest his religion or belief in teaching, practice, worship and observance.” (Setiap orang mempunyai hak untuk bebas berpikir, berkeyakinan, dan beragama; hak ini mencakup hak untuk berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan -- baik sendiri atau di tengah masyarakat, baik di tempat umum atau tersendiri – untuk menyatakan agama atau kepercayaannya, dengan mengajarkannya, mempraktikkannya, beribadah atau mengamalkannya) .

Jadi, DUHAM menjamin hak untuk pindah agama (hak untuk murtad). Sebagian kalangan yang menjadikan DUHAM sebagai kitab sucinya telah mendatangi Komnas HAM dan menuntut pembubaran MUI, karena MUI telah mengeluarkan fatwa sesat atas Ahmadiyah, agama Salamullah, dan sebagainya. Bagi mereka, HAM dan kebebasan adalah segala-galanya. Aturan-aturan agama yang dianggap bertentangan dengan DUHAM harus dibuang atau ditafsirkan ulang.

Deklarasi Kairo membuat konsep tandingan terhadap konsep kebebasan beragama versi DUHAM tersebut. Pasal 10 menegaskan:

“Islam is the religion of unspoiled nature. It is prohibited to exercise any form of compulsion on man or to exploit his poverty or ignorance in order to convert him to another religion or to atheism.” (Islam adalah agama yang murni (tidak rusak atau tercemar). Islam melarang adanya paksaan dalam bentuk apa pun untuk mengeksploitasi kemiskinan atau kebodohan seseorang untuk mengganti agamanya ke agama lain atau ke atheisme)

Karena berbasis pada pemikiran humanisme sekuler, maka DUHAM tidak memandang penting soal pergantian agama. Mau Islam, Kristen, atheis, atau apa pun, tidak dianggap penting. Bagi kaum sekuler, yang penting iman kepada HAM dan tidak melanggar kebebasan. Mereka juga tidak peduli, apakah suatu aliran keagamaan menyimpang atau melecehkan suatu agama atau tidak. Yang penting bebas beragama apa pun, aliran apa pun.

Padahal, dalam Islam, soal murtad adalah masalah yang sangat serius. “Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dan dia dalam keadaan kafir, maka hapuslah amal perbutannya di dunia dan akhirat, dan mereka itu penghuni neraka, dan mereka kekal di dalamnya.” (QS al-Baqarah:217) .

Ulama Muhammadiyah terkenal, Prof. Dr. Hamka telah membuat kajian khusus tentang DUHAM, dalam satu makalah berjudul Perbandingan antara Hak-Hak Azasi Manusia Deklarasi PBB dan Islam. Terhadap pasal 18 DUHAM, Hamka memberikan kritik yang sangat tajam. Mengutip QS al-Baqarah ayat 217, Hamka menyatakan:

“Kalau ada orang-orang yang mengaku Islam menerima hak pindah agama ini buat diterapkan di Indonesia, peringatkanlah kepadanya bahwa ia telah turut dengan sengaja menghancurkan ayat-ayat Allah dalam al-Qur’an. Dengan demikian Islamnya sudah diragukan. Bagi umat Islam sendiri, kalau mereka biarkan program penghancuran Islam yang diselundupkan di dalam bungkusan (kemasan) Hak-hak Azasi Manusia ini lolos, berhentilah jadi muslim dan naikkanlah bendera putih, serahkanlah ‘aqidah dan keyakinan kepada golongan yang telah disinyalemen oleh ayat 217 Surat al-Baqarah itu; bahwa mereka akan selalu memerangi kamu, kalau mereka sanggup, selama kamu belum juga murtad dari Agama Islam.”

Terhadap pasal 16 DUHAM, yang mengabaikan faktor agama dalam pernikahan, Hamka juga menolak dengan keras. Dalam soal pernikahan, harus ada pembatasan soal agama.

“Tegasnya di sini bahwa Muslim yang sejati, yang dikendalikan oleh imannya, kalau hendak mendirikan rumah tangga hendaklah dijaga kesucian budi dan kesucian kepercayaan. Orang pezina jodohnya hanya pezina pula, orang musyrik, yaitu orang yang mempersekutukan yang lain dengan Tuhan Allah, jodohnya hanya sama-sama musyrik pula,” tulis Hamka.

Mengapa pasal 16 dan 18 DUHAM ditolak oleh Hamka?

“Sebab saya orang Islam. Yang menyebabkan saya tidak dapat menerimanya ialah karena saya jadi orang Islam, bukanlah Islam statistic. Saya seorang Islam yang sadar, dan Islam saya pelajari dari sumbernya; al-Qur’an dan al-Hadits. Dan saya berpendapat bahwa saya baru dapat menerimanya kalau Islam ini saya tinggalkan, atau saya akui saja sebagai orang Islam, tetapi syari’atnya tidak saya jalankan atau saya bekukan,” demikian Hamka.

Demikianlah, memang ada yang sangat bermasalah dalam konsep HAM yang tertera dalam DUHAM. Karena itu, konsep HAM justru perlu diletakkan dalam kacamata Islam. Itulah yang dilakukan Prof. Hamka, dan juga OKI, sehingga sampai muncul Deklrasi Kairo. Sayangnya, buku Al-Islam dan Kemuhammadiyahan produksi Maarif Institute ini tidak mengklarifikasi soal HAM terlebih dulu, tetapi justru mencarikan legitimasinya dalam ajaran Islam. Cara pandang semacam ini keliru.

Karena itu, sebelum buku ini dijadikan buku wajib di sekolah-sekolah Muhammadiyah, sebaiknya ditinjau kembali; dikaji dengan cermat oleh para ulama yang benar-benar mengerti tentang Islam. Sebenarnya, agenda pengajaran HAM bukanlah hal yang mendesak bagi umat Islam. Ini jelas agenda Barat. Padahal, negara-negara Barat itulah yang perlu ditraining tentang HAM, agar mereka tidak semena-mena memaksakan ideologinya kepada umat manusia. Agar mereka menghormati kaum Muslim. Jika mereka menghormati kebebasan manusia, harusnya mereka tidak ‘belingsatan’ melihat orang Islam yang menjalankan syariat agamanya. Katanya toleran dengan yang lain. Faktanya, mereka sangat sensitif dengan penerapan syariat Islam.

Tapi, sebaiknya kita berkaca pada diri sendiri. Seharusnya, sebagai umat, kita memiliki izzah, memiliki kehormatan diri, tidak mudah silau dengan konsep-konsep baru yang datang dari Barat. Bukan kita yang harusnya menerima dana dari mereka untuk mengubah ajaran Islam agar sesuai dengan cara pandang Barat. Harusnya kita malu melakukan hal itu. Harusnya, kita-lah yang mendidik orang-orang Barat agar mereka mengenal ajaran Islam dengan baik.

Memang, seperti dinyatakan oleh Muhammad Asad (Leopold Weiss) dalam buku klasiknya, Islam at the Crossroads, imitasi terhadap pola pikir dan pola hidup Barat inilah yang merupakan bahaya terbesar dari eksistensi umat Islam. Kata Asad:

“The Imitation – individually and socially – of the Western mode of life by Muslims is undoubtedly the greatest danger for the existence – or rather , the revival – of Islamic civilization.”

Kebanggaan akan nilai-nilai Islam itulah yang harusnya diajarkan kepada para pelajar Muslim, baik di sekolah-sekolah Muhammadiyah atau sekolah Islam lainnya. Semangat itu pula – bangga sebagai pengikut Nabi Muhammad saw -- yang sejak awal ditanamkan oleh pendiri Muhammadiyah, KH A. Dahlan. Karena itu, di kalangan Muhammadiyah, kita mengenal keteguhan Hamka dalam mempertahankan keteguhan pendiriannya.

Kita juga mengenal keteguhan Ki Bagus Hadikusumo, yang dengan tegas menolak menolak keharusan Saikeirei (membungkuk ke arah matahari terbit sebagai penghormatan kepada Kaisar Jepang). Penguasa Jepang di Yogya, Kolonel Tsuda, pernah memanggil Ki Bagus, sembari membentak: “Tuan Ki Bagus, saya minta agar Tuan memerintahkan kepada orang-orang Islam dan Muhammadiyah, serta murid-murid semua untuk melakukan Saikeirei!” Jawab Ki Bagus: “Tidak mungkin, karena agama Islam melarangnya. !” (Lihat, Siswanto Masruri, Ki Bagus Hadikusumo, Yogya: Pilar Media, 2005).

Mudah-mudahan kita bisa meneladani pemimpin kita yang tidak rela membungkuk kepada “penjajah”. [Jakarta, 30 Oktober 2008/www.hidayatullah. com


oleh: Juahar Ridhoni Marzuq
diposting di milis blitza679@yahoogroups.com