Minggu, Maret 30, 2008

Tempe Penyet Malam Minggu part. 2

“Apa..? Jadi, barusan dari km 8 sampai km 10 kamu jalan kaki??”

“Iya, Mas.. habis aku lupa sih ancer-ancer pastinya rumah Pak Dhe. Lagian udah malam banget, jadi hilang konsentrasi… Pas gitu, langsung turun aja dari ojek. Eh, taunya masih 2 kilometer lagi… ha..ha..ha..”

“Dasar kamu ini. Ya udah, masuk aja dulu.. dah sholat Subuh belum?” tanya Mas Afi sepupuku, putranya Pak Dhe Kur.

“Udah.. tadi nginep dulu kok di Mushola di Klabanan.”

“Ok lah,… kalo gitu sekarang kita lanjutin perang kita yang belum selesai kemaren. Aku masih kalah 3-1 nih. Kali ini pasti kamu yang kalah!”

“Enak aja.. jauh-jauh dari Malang masak mo kalah, sekarang kita buktiin aja.. yups!!”

Dua jam selanjutnya pun, berubah setting dari kelelahan jadi indahnya kemenangan untukku. Dan lagi-lagi Mas Afi harus mengakui kekalahannya maen Pro Evolution di tanganku… yes..yes..yes!!

“Afi… makan dulu, sekalian ajak adekmu itu makan. Dah jam berapa ini, kasian tuh belum makan.” teriak Bu Dheku memecah perang di antara kami.

“Ya Bu… bentar, lagi asyik nih.”
Ups, udah dua jam rupanya. Pantas, jari-jariku udah mulai kaku. Perutku pun sepertinya ingin teriak, tapi rupanya suara itu kalah jauh dibanding teriakan kemenanganku main PES, di komputer Mas Afi.
Pun tak lama kemudian Mas Afi minta pamit dulu sambil ngajakin aku ke ruang makan di samping kamarnya.

"He…he..he.. gimana Mas.., masih mau nantang lagi?" sapaku sambil jalan bareng beriringan menuju meja makan.

"Oks dah.. tapi kayaknya gak bisa sekarang, lagian katanya kamu mo jenguk dek Iis di Pondok?"

"Ups, iya bener.. abis maen PES aku jadi lupa mo ngapain ke sini. "

"Ntar, kapan-kapan kita lanjutin lagi.., lain kali pasti aku yang menang."

Serasa di rumah sendiri. Begitu kesanku saat pertama kali masuk ke rumah Pak Dheku ini. Rumah yang sederhana, tak begitu besar. Dengan latar yang cukup untuk parkir dua mobil. Di atas latarnya ada pohon anggur yang sedang berbuah. Melilit bambu yang dibuat untuk sandarannya, sejuk mengayomi latar rumah. Dengan kolam ikan di sisi lainnya, gemericiknya terasa begitu harmoni dalam keserasian angin segar udara pagi di Kaliurang. Begitulah, indah dan harmoni alam Indonesia, sejenak jadi obat, mengurangi ketegangan-ketegangan di kepalaku.

Menyantap sarapan pagi ditemani desir angin pagi yang dingin, bikin aku teringat rumahku di Pekalongan. Kalau di sini terbayang kesejukan dan kedamaian dalam balut alam yang hijau dan sejuk, di rumahku sana di Pekalongan, ada damai dalam tatapan beradu cakrawala di ujung lautnya. Gemerisik ombak yang bersahutan… memecah karang, membentur tembok beton pembatas.

"Mmm… lezzat emang masakan bu Dhe, kalah jauh dibanding masakan mahasiswa, yang cuma ngandalin mi instan dan sambel.. he..he..he.." kataku sambil sibuk memisahkan daging ayam dari tulangnya. Ditemani sayur sop yang kental dan sambal bawang. Termasuk pecel lele yang Bu Dhe paksa aku suruh memakannya juga.

"Ya iyalah… makanya cepet nikah kamu, biar gak cuma bisa masak mi dan ngrebus air… wakakakak" sambung Mas Afi.

"Kok nyambungnya ke sono. Jangan-jangan Mas Afi sendiri yang pengen nikah, hayo…"

"Nikah sih, gampang… ngasih makannya itu lho yang susah."

"Ha…ha..ha.." kita yang masuk kategori jomblo sejati ini pun cuma bisa tertawa.

***
Menjelang siang aku memacu Supra X, motor kesayangan Mas Afi, ke arah Pondok Sunan Pandanaran, tempat adek tersayangku itu mereguk ilmu. Ilmu agama juga ilmu umum. Jalanan kota Gudeg yang padat dengan sepeda motor itupun kulalui dengan ngebut. Aku tak ingin berlama-lama jauh dari adekku. Aku ingin segera bertemu dengan adek yang dulunya sering aku jahili. Namun lucunya, aku jadi sayang banget ama dia sekarang.

Sesekali, liukan-liukan lincah aku atraksikan, termasuk putaran throttle alias gas dan rem juga perlu aku kombinasikan di tengah riuhnya jalanan Jogja. Kota ini emang teramat padat dengan sepeda motornya. Maka gak heran, kalau di jalanan protokol, bahkan disediakan jalur khusus mobil agar bisa melaju lancar. Tahu sendiri kan, gimana cara ngebut mahasiswa pake motor…
10 menit beratraksi di jalanan, akhirnya aku tiba di depan pintu gerbang Pondok. Aku larikan Supra X itu ke tempat parkir khusus tamu, tepat di bawah tiang sederhana beratap seng. Segera aku parkir, dan menuju tempat penerimaan tamunya yang berada di dalam kompleks Pondok.

Di sanalah sejenak aku beradu pandang pada seorang berkerudung putih, dengan sorot mata yang bersih. Kakiku sedikit gemetaran waktu jarakku dengan sang santriwati resepsionis itu kian dekat. Aku gak bilang dia itu cantik, atau indah, ataupun manis… hanya saja, jujur kalau aku kagum padanya. Ia pun kemudian tersipu ketika aku makin tak kuasa menahan anganku terbang entah ke mana.

"Mas, cari siapa?" sapaan hangatnya buyarkan lamunanku.

"Eh, uh… iya?" tanyaku balik, digencet rasa nervous sekaligus malu.

"Masnya ini cari siapa?" tanya gadis berkerudung itu lagi. "Kok malah ngelamun?"

"Oh, iya.. ada yang namanya Nor Istiqomah, nggak? Katanya dia sakit. Dia itu adikku." jawabku segera, aku tak ingin lagi berlarut-larut dalam angan yang hampa ini. Takut ntarnya nambah dosa aja.

"Oh iya ada, tapi kayaknya dia nggak sakit kok, Mas…"

"Lho, bener? Kok kemarin katanya aku dikabarin kalau dia lagi sakit, gitu?"
Wah, adikku ini makin aneh aja. Jadi mana yang bener nih? Tanyaku dalam hati.

"Iya, Mas… dia lagi nggak sakit kok. Mas tunggu di sini, ya.. sebentar saya panggilin dia dulu."

"Iya.." jawabku singkat, sambil berulang kali menahan terbukanya pintu itu. Ya, pintu yang akan menumbuhkan rasa rindu. Pintu yang membuat hari-hariku hanya terbayang akan senyumannya. Pintu yang kan membuatku seolah berada di taman surga. Tapi, aku tahu bener bahwa pintu-pintu itu semuanya fana, dan hanya akan membuatku menderita. Bukankah Islam sudah memberi pintu itu jalan selamat yang hakiki lewat menikah? Kenapa juga kita harus mencari jalan selain dari yang diajarkannya?

***

"Iya Mas, maaf… habis adek lagi kangen sama Mas. Kalo adek gak bohong kayak gini, Mas pasti gak akan dateng, kan? Mas pasti lebih mentingin organisasi, meeting, kumpul panitia, praktikum, tugas dari dosen de-el-el dan sebagainya… ya, kan?" terang adikku memberi alasan, waktu kutanya kenapa ia harus berbohong.

Aku sempet kesal juga sih, masak aku dibohongin ama dia. Dia bilang sakit, eh taunya cuman sakit kangen katanya…

"Nah, makanya.. adek bilang aja kalo adek lagi sakit. Tapi sakitnya sakit kangen, ha..ha..ha.."

"Plusnya lagi.. adek lagi pengen makan gratis ditraktir ama Mas buat makan tempe penyet ini… kalo bukan Mas, siapa lagi?" lanjutnya berkelakar. Kelakar pendek yang membuatku kian sayang padanya.

Malam minggu itu pun lalu jadi saksi, bersama tempe penyet yang kami santap bersama, akan sebuah rasa yang selama ini kami pendam. Rasa yang kubiarkan ia berlalu. Rasa yang sekian jam yang lalu tergilas oleh padatnya aktifitasku di perantauan sana. Rasa yang selama ini tak bisa aku bohongi, bahwa aku merindukan dia.

"Tenang Dek, Mas kan selalu ada untuk Ade… tak peduli jarak dan waktu yang kan memisahkan kita seberapapun jauhnya… " bisik batinku sembari tersenyum melihat tawa lepasnya.

neilhoja, 27 Maret 2008; 9.21 PM

Tegenfilm, Sebuah Balasan untuk Wilders: Film Fitna

Minggu, 30 Maret 2008

ROl-Film ini mencari batasan kebebasan berekspresi sekaligus menyerang Wilders dengan senjatanya sendiri.

Film itu diberi judul Tegenfilm. Produser film ini adalah Ersin Kiris, seorang Muslim Belanda yang asli Turki, bersama Vincent van der Lem, warga Belanda yang mengaku ateis.

Dari tangan mereka inilah, hadir jawaban untuk Geert Wilders yang menggemparkan lantaran membuat film Fitna. Ketika dunia sibuk mengantisipasi Fitna, dua pria muda itu telah merilis Tegenfilm, sebuah film balasan untuk Fitna. ''Film ini mencari batasan kebebasan berekspresi sekaligus menyerang Wilders dengan senjatanya sendiri.''

Lewat film ini, mereka berusaha memahami sikap Wilders. Misalnya, mereka berusaha mendapat gambaran tentang sosok masa muda Wilders di Venlo, daerah asal politisi Belanda ini. Di mata mereka, 'sesuatu' pasti terjadi di awal kedewasaan Wilders yang mengubahnya menjadi sosok yang takut pada Islam.



Van der Lem, salah satu produser, dalam sebuah wawancara dengan situs Islamonline (IOL) mengatakan, ide membuat film itu berawal dari keriuhan menjelang pemilu di Belanda.

Dari hasil jajak pendapat pada Desember 2007 lalu, Rita Verdonk (seorang politisi sayap kanan) diperkirakan akan mendapat 20 persen suara, sedangkan Wilders 15 persen.

Di saat bersamaan, ada 'debat Islam' di House of Commons, Belanda, di mana Wilders kerap melontarkan kritik tentang Islam di Belanda. Dari hasil jajak pendapat diketahui bahwa ternyata kritik itu banyak didukung oleh sebagian besar kelompok dari partai lain.

''Kenyataan inilah yang membuat kami yakin kalau kami tidak bisa lagi tinggal diam. Kami harus bereaksi karena kami khawatir ada perubahan dalam demokrasi,'' ujar Van der Lem.

Bila Wilders bisa membuat film, mereka pun memastikan diri mampu membuat film dengan sudut pandang mereka untuk melihat ancaman Wilders.

Maka, hadirlah film Tegenfilm yang dalam situs MTNL.nl juga disebutkan bahwa ''Film counteractive ini merupakan sebuah laporan tentang sudut pandang Wilders yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi, demokrasi, dan Muslim.''

Menghadapi kekalutan yang dipciu oleh Wilders, Van der Lem menilai perlunya kebersamaan seluruh rakyat Belanda untuk memecahkan masalah seperti ini, baik Muslim maupun non-Muslim. Tak hanya umat Muslim saja yang harus menghadapi tekanan Wilders itu, lanjut Van der Lem, karena faktanya tak sedikit warga asli Belanda yang tak setuju dengan sang politisi itu.

Di mata Van der Lem, tidak perlu ada reaksi berlebihan untuk film Fitna. ''Saya paham ada rasa frustrasi di kalangan Muslim, terutama untuk para anak muda,'' ujarnya.

Dia berharap tidak ada reaksi keras terhadap aksi provokasi Wilders. ''Karena, bagi saya, inilah tujuan film (Fitna) itu. Saya kira Wilders berharap dapat melihat orang-orang Muslim membakar bendera dan para anak muda memulai kerusuhan setelah peluncuran film ini. Inilah yang akan membuktikan pandangannya bahwa warga Muslim tidak bisa menerima kebebasan berbicara. Anak muda harus membuktikan bahwa dia salah,'' kata Van der Lem.

Lebih lanjut, Van der Lem pun mengakui liputan media tentang Islam kerap tak berimbang. ''Liputan di Israel adalah contoh yang tepat,'' paparnya. Untuk masalah Wilders, Van der Lem melihat kata-kata yang dipakai Wilders acap kali digeneralisasi. Seperti ketika dia menggunakan kata 'teroris jalanan' untuk menyebutkan anak muda Maroko. Padahal, saat itu Wilders merujuk pada sekelompok kecil anak muda Maroko yang mengganggu sebuah kawasan miskin di negeri itu. ''Media seharusnya lebih dapat mengungkap lebih dalam taktiknya,'' kata Van der Lem.

Setelah meluncurkan film, Van der Lem dan Kiris mempersiapkan sebuah situs Tegenfilm.hyves.nl. Dalam situs ini, mereka akan menerima masukan dan argumentasi dari masyarakat tentang film Tegenfilm. ''Kami berniat untuk menetralisasi argumen politik Wilder di media,'' ujar Van der Lem.

Situs ini pun hadir demi menjawab kritik tajam sejumlah media Belanda yang menyebutkan bahwa film Tegenfilm itu bagus, namun kurang memuat argumen kuat untuk melawan ide politik Wilders.

Bila berminat, Anda dapat melihat Tegenfilm di situs Youtube dan MTNL.nl, sebuah situs resmi dari Multiculturele Televisie Nederland. Sayangnya, tidak ada teks terjemahan berbahasa Inggris atau Arab untuk memudahkan pemahaman film tersebut.
(iol/neh )


© 2007 Hak Cipta oleh Republika Online

Sabtu, Maret 29, 2008

Sepucuk Doa


Duhai Allah…
Kedamaian hanyalah milik-Mu
Keindahan adalah mutlak tentang-Mu
Dan cinta hanyalah karena anugerah-Mu

Tapi mengapa ada damai dalam sorot matanya
Ada keindahan dalam selarik senyumnya
Ada bias cinta dalam canda tawanya
Dan hatiku pun terenggut oleh ketulusannya

Duhai Allah…
Sesungguhnya ku yakin akan takdir-Mu
Aku pun mengerti tentang ketentuan-Mu
Namun bahkan, ketika tulang rusuk kiriku hanya Engkau yang tahu

Tapi mengapa aku takut kehilangannya
Ku ingin segera menjaga kesuciannya
Ku ingin saat ini menjadi pengayom baginya
Dan keluh kesahku jadikan ia sandarannya



Duhai Allah…
Meski jujur ku takut kehilangan dia
Tapi aku lebih takut akan pedih azab-Mu
Meski sungguh ku berharap hatiku hanya untuknya
Tapi ku lebih berharap akan indah rahmat-Mu

Duhai Allah…
Di waktu Dhuha ini ku bersimpuh
Pengharapan seorang hamba kepada Rabbnya
Jadikanlah cintaku adalah cintanya
Dan hatiku ini adalah hatinya
Dalam keagungan akan cinta-Mu
Dalam naung keindahan akan rahmat-Mu

“Am lil insani ma tamanna,”
Karna tak layak pengharapan seorang manusia
“Falillahil akhiratu wal ula…”
Maka jadikanlah itu kehendak-Mu dan keridhaan-Mu
“Rabbana hab lana min azwajina wa dzurriyyatina
Qorratu a’yun, waj’alna lil muttaqina imama”

Duhai Allah…
Aku buta tanpa hidayah-Mu
Aku gelisah tanpa rahmat-Mu
Aku hina tanpa maghfirah-Mu
Dan sungguh aku dhaif tanpa pertolongan-Mu

Kini…
Ijinkan aku pasrahkan dia dalam haribaan-Mu
Dan dinginkan api cinta ini dalam rahmat-Mu
Lalu limpahi kami dalam cahaya hidayah-Mu
Agar cinta ini hanya berjalan di atas keridhaan-Mu
Amin.

neilhoja; sebelum waktu Dhuha, Bawwabah III
musim panas, 2008

Jumat, Maret 28, 2008

Tempe Penyet Malam Minggu part. 1

Bus Handoyo yang aku naiki baru berhenti di terminal Umbul Harjo malam itu, ketika mataku pun mulai terbuka. Perjalanan tujuh jam cukup membuatku kelelahan. Maklum, sedari siang tadi banyak sekali kegiatan yang harus aku kerjakan. Mulai dari kumpul panitia seminar sehari, praktikum kimia, hingga jadwal kuliah di kampus yang berakhir sore tadi. Hari ini, sabtu dini hari aku udah putusin buat ngunjungin adekku yang lagi sekolah di sebuah Pondok di kota Jogja. Meski jarak Malang-Jogja cukup jauh, tapi aku bela-belain buat ngunjungin adekku tersayang yang lagi sakit di Pondok Sunan Pandanaran, Kaliurang, Jogja.

Pondok yang juga masih milik Pak Dhe ku itu, emang udah jadi langganan buat adek dan mbakku menimba ilmu. Bahkan, kedua saudaraku itu semuanya pernah jadi santri di pondok milik mertua Pak Dheku, yang juga mbahku. Kebetulan Pak Dheku tinggal deket Pondok, maklum beliau kan masih menantu Ki Mufid, jadi ya.. sedikit banyak punya peran penting buat bantuin Pondok. Beliaupun diberi amanat jadi Kepala SMU Pondok. So, tujuanku pertama kali setelah menginjakkan kaki di kota Gudeg ini, ya.. bersilaturrahmi dulu ke rumah Pak Dheku.

Namun, sebelum aku sempat berpikir lebih jauh tentang asyiknya tinggal di rumah Pak Dhe Kur, begitu aku biasa memanggil beliau, tiba-tiba pandanganku menabrak sebuah terminal yang tak layak disebut sebagai terminal Propinsi. Sebuah kota Jogja, yang jadi obyek para turis berkunjung, yang katanya adalah kota pelajar, yang batiknya bahkan sudah terbang jauh ke mancanegara melebihi para pembatiknya, yang populasi mahasiswanya seperti sudah tak ada ruang lagi, juga kota yang dulu pernah jadi salah satu Ibukota negeri ini,…. kok punya terminal bus yang jauh dari kesan bersih.



Tak perlu jauh-jauh membandingkan tentang masalah teknologi metro di Eropa, atau sistem karcis tunggal di Jepang sana. Melihat bangunan infrastrukturnya saja udah bikin merinding. Lihat saja, sistem kanal dan pengairan yang ada. Begitu banyak kubangan air yang entah dari mana datangnya. Tempat-tempat sampah yang ada di mana-mana, bukan tempat sampah sih mungkin, tapi karena emang di sana para sampah dikumpulin, jadi kayak tempat sampah. Apalagi banyaknya preman dan calo yang berkeliaran di sekitar terminal ini. Saking banyaknya, susah bedain preman dan petugas. Lha wong, petugasnya juga jadi preman… mintain uang sana-sini, bener-bener udah kayak preman aja mereka.

Huff… lama-lama aku makin gak betah mikirin negeri ini yang kian lama kian gak genah pemimpin juga para rakyatnya. Sepertinya kehancuran moral itu udah jadi penyakit komplikasi akut di negeri ini. Gak petugasnya, gak rakyatnya… petugasnya suka minta uang pelicin, rakyat yang katanya anti korupsi juga masih suka pake petugas agar urusannya cepet selesai. Lalu, siapa yang salah… kalau kedua belah pihak udah sama-sama mafhum dengan hal ini. So, emang gak salah kalau dibilang korupsi itu udah jadi budaya masyarakat kita.

Belum lagi berbagai bencana yang sepertinya tak pernah ada habisnya. Lumpur Lapindo yang sudah dua tahun ini tak lagi surut-surut. Jangankan berharap lumpurnya akan surut, kasus sosio-antropologinya saja tak kunjung usai. Lagi-lagi rakyat dan masyarakat jadi korban rakusnya para petinggi Negara dan pengusahanya.

Langkah kakiku gontai, mengiringi sesak batinku dengerin jeritan nurani akan bobroknya negeri ini. Malam itu pun kian kelam, dingin menusuk sendi-sendi tulangku.
“Mas.. mo ke mana nih?”, tanya seorang sopir taksi membuyarkan lamunanku.
“Nggak Pak…, udah ada yang mo jemput.., makasih” di negeriku ini emang harus tegas, kalo tampak culun dikit aja, bisa jadi santapan orang-orang tak bertanggungjawab.
“Bener lho Mas… ni mumpung masih malem, ntar kalo dah siang bisa jadi lebih mahal..” rayu sopir itu lagi.

Sebenernya aku paling nggak tega ngeliat orang meminta, ngerayu dan semacam itulah. Tapi, kalo gini terus aku bisa tekor… aku tahu betul susahnya cari uang, makanya kita harus bagi-bagi sama orang yang pas, orang yang betul-betul membutuhkan… tul, gak? Akhirnya aku pun sok-sokan baik dikit, sambil nanya, “Emang berapa kalo ke Kaliurang, Pak?”
“Kaliurang? Mm… ya murahlah buat Mas mahasiswa, cukup 50 ribu aja, gimana?”
Ups, 50 ribu…!! Gile bener… orang dari Malang ke Jogja aja cukup 40 ribu… masak Kaliurang-Umbul Harjo yang masih satu kota bayarnya 50 ribu??
“Nggak jadi Pak.” Ucapku tegas sambil ngeloyor pergi.., paling gak aku dah beri Bapak itu harapan. Meski mungkin bukan aku yang bakal mewujudkan harapannya, he..he..he.. Lha gimana, masak mahasiswa kayak aku mo naik taksi? Ada-ada aja sopir taksi tadi.


to be continued....

Minggu, Maret 23, 2008

Ayo Kuliah...!!!


"Buat apa sih kuliah?"
"Lagi OL nih, tanggung.."
"Kuliah? Mending cari laptop di Shorog..."
Beberapa komentar yang secara tak langsung kita dapati dari sikap kita. Kita tidak menafikan manfaat kuliah dalam hati dan lisan kita. Namun tetap saja, kuliah masih menajadi yang nomor dua. Ia di bawah kepentingan organisasi. Ia di belakang antrian padat jadwal kepentingan pribadi. Pun, ia masih kalah dibanding prioritas jalan bareng temen-temen sendiri.

"Kuliah? Jauh banget men..."
"Hah, capeknya doang, gak tau doktornya ngomong apa..."
"Dingin... ntar siang-an aja..."
Lalu segudang halangan dan rintangan kita jadikan alasan. Berlindung di balik kesulitan dan kerumitan yang mengiringi kita dalam bus 80 coret. Termasuk cuaca dingin yang membuat kita malas untuk bergerak, dan bahkan untuk menyentuh air buat mandi atau wudhu.

Fakta
Berbeda dengan suasana kuliah di Indonesia, nidzam dan suasana lingkungan kuliah di Kairo ini, Azhar khususnya, emang beda. Kuliah di sini tak pernah dituntut untuk selalu hadir di muhadarah. Jalan menuju ke kampus pun relatif sama, 80 coret, yang senantiasa membuat suasana berangkat dan pulang jadi tak enak, bersaing naik bus. Belum lagi bagi mahasiswa baru kayak kita nie, pengantar bahasa muhadoroh dengan bahasa 'amiyah bikin kita ngantuk, termasuk godaan online 24 jam di depan komputer.

So, tak salah bila faktor-faktor di atas membuat kuliah jadi yang nomor dua di kalangan Masisir. Seolah-olah, ke kuliah itu penuh dengan rintangan, kesulitan, dan segala hal yang sia-sia saja bila kita perjuangkan. Hanya menghabiskan waktu buat perjalanannya, merenggut tenaga kita untuk muhadarah yang belum tentu pahamnya, dan akhirnya sia-sia saja.

Kalo begitu, apa benar kuliah jadi tak berarti sama sekali?



Suatu siang penulis berjalan menyusuri trotoar menuju Bawwabah. Lalu dikejutkan oleh suara temen yang memanggil dan bertanya,"Mo kemana? Nggak kuliah?"
"Kuliah?" batinku. Suatu kata yang tak pernah lagi kudengar dari teriakan prioritas di hati. Sebegitu pentingkah?

Yuk, kita renungi bareng-bareng....

Pertama, ke Azhar apa yang kau cari?
Sepertinya kita perlu mengulang kembali pelajaran kepondokmodernan dulu, dengan konteks yang berbeda tentunya. Apa tujuan kita semula sebelum datang ke sini? Berorganisasikah, cari rumah enakkah? makan isy kah? Jalan-jalan ke nil kah? Atau apa?

Dengan mengingat kembali apa yang jadi tujuan kita semula, sudah sepantasnya kita menata kembali hidup kita sekarang. Apa yang jadi prioritas kita saat ini. Sudahkah belajar, membaca muqorror, dan hadir di kuliah jadi yang nomor satu dalam kalender kegiatan kita?

Tak perlu takut akhi… tak mampu memahami pelajaran itu biasa. Jauh dari kampus itu wajar. Godaan malas dan senang-senang itu temen kita sehari-hari. So, ia bukanlah penyakit yang perlu kita takuti dan lantas kita maklumi, tanpa perlu diobati. Ingatlah, bahwa malas, godaan, dan kesulitan adalah tantangan yang wajib kita akui adanya. Kita tak kan pernah bisa lari darinya. Hidup adalah kumpulan kata dari sinonim perjuangan. Hadapilah, dan kau akan tahu jalan keluarnya. Bukankah dalam mahfudzot kita masih hapal, Jarrib wa laahidz takun ‘arifan.

Saya ingat ucapan seorang temen selepas pulang dari kuliah, “Iya, gak paham. Tapi kalau gak paham lantas kita lari darinya, kapan kita akan bisa paham?” Ya, biasakanlah. Karena bahasa adalah skill. Dan skill terasah karena sering dipraktekkan. Masih ingat dulu waktu kita pertama kali membaca bahasa Arab, atau mengendarai motor? Semuanya kelihatan sulit, tapi apa sekarang, ia sudah menjadi hal yang biasa saja buat kita, tul kan?

Yang kedua, ingatlah bahwa kita adalah seorang muslim. Tugas seorang muslim hanyalah ikhlas berusaha lalu tawakkal kepada-Nya. Nah, kalo toh seandainya kita sudah berusaha berangkat ke kuliah lalu masuk muhadarah dan belum juga mampu memahaminya, itu bukan berarti usaha kita akan sia-sia. Ingatlah bahwa sesungguhnya tak ada yang sia-sia dari usaha seorang muslim, bila 3 hal mendasar telah dikerjakannya: 1. Luruskan niat 2. Maksimalkan ikhtiar 3. Tawakkal

Sudah ikhlaskah niat kita ke Mesir ini hanya karena Allah swt.?
Seberapa maksimalkah usaha yang sudah kita lakukan untuk paham?
Dan benarkah kita sudah bertawakkal kepada-Nya?

Apabila ketiganya sudah benar-benar kita laksanakan, secara alami, akan terbentuklah buah yang tak diberikan Allah kepada sembarang orang. Yaitu buah manisnya iman. Sebagaimana yang disabdakan Rasululllah saw, “Alangkah bahagianya seorang mu’min. Bila ditimpa musibah (kesulitan) mereka bersabar, dan dengannya mereka mendapat pahala (bahagia). Sementara bila mereka mendapat kesenangan mereka bersyukur, lalu dengannya pula mereka mendapat pahala (bahagia).” (Hasan)

Allah swt. bahkan berjanji dalam firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang beriman dan beramal soleh, sesungguhnya kami tak akan menyia-nyiakan usaha orang yang berbuat baik. (QS. Al-Kahfi)

Next, apa lagi yang perlu kita tunggu? Segera letakkan kuliah dan ilmu adalah prioritas nomor satu dalam kalender kegiatan kita…. Dan bahagia itu akan datang bersama kesulitan yang kita hadapi. Ayo kuliah…..!!!

Selesai, 29 February 2008, 5:52 PM
Sesaat sebelum Magrib

Istiqomah itu…


Eit, ini bukan nepotisme lho… emang sih, ini nama adikku, tapi bukan hanya karena kangen ama adekku itu aku nulis istiqomah…
Aku rasa pantas kali ini aku berucap syukur lagi, berulang-ulang bahkan. Maklum, setelah sekian lama aku berkutat dengan hafalanku yang makin kacau, akhirnya aku diberi-Nya taufik untuk bisa beristiqomah. Mungkin sedikit cerita tentang kehidupanku sebelum ini.

Beberapa hari kemaren aku emang jarang…dan jarang sekali pulang ke rumahku di Tajammu. Memang sih, selain karena banyaknya kegiatan, juga karena aku ingin lari dari keterasingan di Tajammu’. Sedikit bocoran, di tajammu', tempatku tinggal itu cukup jauh dari peradaban Masisir (Mahasiswa Indonesia Mesir) yang berpusat di kawasan Hay ‘Asyir.

Sebagai gambaran, untuk bisa mulai pergi ke Asyir harus lewat mahattah (halte) yang jaraknya dari rumahku sekitar perjalanan seperempat jam jalan kaki. Capek? Belum cukup, karena kita masih harus nunggu agak lama agar bisa naik bus atau tremco (sejenis angkot). Perjalanan sekitar setengah hingga tiga perempat jam pun dilakoni. Setelah sampai di ‘Asyir, untuk menuju kawasan Bawwabah, tempat IKPM berada, kadang-kadang aku suka jalan kaki. Selain ngirit, juga sambil muroja’ah hapalanku. Seperempat jam jalan kaki pun kita telusuri.



Akhirnya, apa yang terjadi… bukan salahku kalau akhirnya aku jadi malessss banget pulang ke rumah. Ya, itu tadi… kalo dah di ‘Asyir males pulang, bolak-baliknya cuapek. Dan IKPM-lah tempatku paling sering numpang tidur. Sampai-sampai salah seorang home staffnya bilang, kalo aku dah pindah ke IKPM, wakakakak…

Hingga suatu hari aku jatuh sakit. Sebenernya sakit biasa, hanya karena aku salah makan. Waktu itu, aku terlalu banyak minum ashob (jus tebu), nah kebetulan waktu itu lagi pergantian cuaca dari dingin ke panas. Tubuhku gak kuat, akhirnya radang tenggorokanku kambuh. Biasanya sakit beginian cukup banyak minum dan minim bicara, atau ngurangin murojaah bil-qiroah, tapi cukup dengerin lewat hape.

Namun, mo gimana lagi… air yang harusnya jadi obat, malah bikin parah sakitku. Why, gak salah dan gak bukan, karena air yang ada di Kairo ini, kebanyakan dingin, dan dingin itu musuhku kalau lagi radang. So, makin parah aja sakitku itu. Bahkan yang paling parah ketika aku habis makan Taugin, yang penuh minyak dan sambal. Malam setelahnya aku batuk darah…, but jangan khawatir.. coz itu radang biasa... lagian tak lama kemudian aku sembuh.

Tapi alhamdulillah, rupanya Allah masih sayang ama aku. Buktinya, dari sakit itu aku mulai sadar. Tentang di mana surgaku, dan siapa aku. Surgaku adalah rumahku di Tajammu’. Tak salah memang kalau menyebutnya jauh dari peradaban, tapi di situlah harga sebuah ketenangan. Tak salah pula menyebutnya sebuah kampung, karena di situlah letak sebuah kampung bernama ‘damai’. Pun gak papa orang bilang sahra (padang pasir), coz tersebutlah di sana sebuah oase, tempatku kembali mereguk secangkir sakanah.

Salahku karena terlalu sibuk dengan urusan duniawi. Juga salahku, karena terlalu lupa tuk memikirkan hal-hal ukhrawi. Aku dikejar-kejar. Hingga ku berlari tak tentu arah…. Dan akhirnya aku pun lelah.

Dan sekarang, aku berada di surgaku yang dulu. Aku yang dulu lupa dengan masjidku, dengan hafalan Qur’anku dan dengan sajadahku. Kini aku telah kembali. Sesungguhnya aku rindu padamu, ya Allah… itu saja. Aku tlah lupa, aku ghofil, lalai dan tanpa sengaja terlupa akan-Mu.
Namun syukur alhamdulillah. Sekarang Allah dah ngasih aku petunjuk, setelah sekian lama terombang-ambing dalam ketidakpastian dan kelelahan menjaga hafalan. Caranya istiqomah pun, entah darimana datangnya… Maha Besar Engkau ya Allah…

Kini, aku hanya bisa berdoa. Aku tak ingin lagi jauh dari-Mu. Tak ingin lagi terlupa akan-Mu. Tak bisa lagi berada di luar rahmat-Mu. Maka, lindungilah hamba, dekaplah hamba, berikan hamba senantiasa petunjuk dan hidayah-Mu. Lalu isikanlah dalam hati hamba, hanya kerinduan akan-Mu dan cinta yang suci karena-Mu.
Duhai Allah… hamba-Mu yang dhaif ini, berharap akan keluasan rahmat-Mu….

Sabtu, Maret 22, 2008

Yang Tak Pernah Bertemu

Aku ingin cintaku

Semua orang mengejar cintanya
Dengan kata sayang menyapa
Saat pagi dan siang bersua
Melempar senyum dan canda

Tapi aku ingin cintaku

Saat kelam mulai beranjak
Dan mentari pun terbenam di ufuk
Purnama kembali bersama sang bintang
Di langit ditemani gelapnya sang malam

Tapi aku ingin cintaku

Ketika padi dan sawah disiangi
Ditemani siulan pak tani membajak kesana kemari
Dan jejangkrik pun riang bernyanyi
Romantisme indah bersama terik sang mentari

Katakan, aku ingin cintaku

Namun aku tak pernah berjumpa
Apalagi tergelak dalam canda
Aku hanya bisa membaca
dan mendengar riwayat tentangnya

Dan aku tetap ingin cintaku

Meski aku pun tak pernah bersua
Tapi aku yakin akan cintanya
Terekam dalam kata di akhir hayatnya,
Ummati...ummati...ummati...

Hanya aku bingung
Bisa kau tunjukkan aku di mana cintaku?
Sampaikan salam padanya,
Dan katakan, aku adalah salah satu ummatnya

Meski terkadang,
Aku lalai dan melanggar sunah-sunahnya
Aku keras kepala dan enggan menaatinya
Hanya karena, aku belum pernah tahu
bagaimana cara mencintainya...

Untukmu Rasulullah...
Dari Ummatmu yang seringkali lalai...

neilhoja, Bawwabah III

Selamat merayakan Maulid Nabi Muhammad saw.






Untuk Sebuah Nama


Cinta...
Aku tak kan bilang kamu cantik,
Meski tatap wajahmu buktikan itu

Cinta...
Aku juga tak kan bilang kamu manis,
Meski tak ada madu semanis senyummu

Cinta...
Pun aku tak kan bilang engkau indah,
Meski tak ada purnama seindah penciptaanmu

Cinta...
Tak kan kukatakan semua itu padamu,
Karena cantik, manis dan indah
adalah fitrahmu sebagai wanita

Namun ku mengagumimu, karna engkau adalah Cinta...
Seorang Putri di balik relung hatiku.


teruntuk seorang cleopatra berkebangsaan Indonesia


Rabu, Maret 12, 2008

Poligami?? why not?

Poligami?? Apa yang terlintas dalam benak kita saat mendengar ‘poligami’? Sebenarnya, poligami bukanlah hal yang baru. Sudah lama masalah poligami ini digunjingkan ke permukaan, namun baru mendapat reaksi yang luar biasa setelah Aa´ Gym menyatakan bahwa ia telah berpoligami. Ada yang merasa kecewa, terutama ibu-ibu yang memuja Aa´ Gym begitu hebatnya hingga merasa patah hati. bahkan presiden RI pun mempersoalkannya. Akibat Aa´ Gym berpoligami, nomor handphone Presiden SBY dan Ibu Negara Anni Yudhoyono menjadi sasaran kekecewaan kaum hawa. Ratusan pesan singkat (SMS) terkirim ke nomor HP presiden dan ibu Negara. Isinya memprotes poligami Aa´ Gym. Kebanyakan para istri itu khawatir bila suami mereka berpoligami.

Dalam Islam poligami harus dipraktekkan sebagai bagian dari keimanan seseorang terhadap Islam. Jadi harus berdasar pada motif luhur yang segaris dengan Islam. Penuh compassion dan intensi untuk menaikkan harkat dan martabat wanita. Oleh karena itu poligami dalam Islam merupakan suatu perkara yang serius, bukan suatu kegiatan semacam rekreasi (seks). Bukan pula suatu kegiatan sembunyi-sembunyi, melainkan suatu tindakan yang terkait langsung pada status dan tanggung jawab seseorang sebagai muslim. Sebagai konsekuensinya poligami dalam Islam harus berada dalam ikatan pernikahan.

Anehnya justru inilah yang mendapat tantangan keras dari sebagian masyarakat. Sebaliknya mereka tidak keberatan dengan perzinaan yang kian marak, hamil diluar nikah yang merjalela, serta semakin banyaknya tempat-tempat lokalisasi. Saat ini, para ulama pun banyak yang berbeda pendapat soal poligami. Sebagian menyatakan sunnah, adapula yang mubah (boleh), dan bahkan ada pula yang haram.

Disini akan kami memaparkan pendapat dan bantahan dari masing-masing ulama.
Seorang ulama Al-Azhar kontemporer, Syekh Muhammad Abduh yang melihat kondisi Mesir saat itu lebih memilih mengharamkan poligami. Beliau mengungkapkan tiga alasan: Pertama, syarat poligami adalah berbuat adil. Seperti yang tertuang dalam QS. An Nisa´:3 yang artinya : “…..Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja."

Syarat ini sangat sulit dipenuhi dan hampir mustahil, sebab Allah sudah jelas mengatakan bahwa lelaki tidak akan mungkin berbuat adil, yaitu dalam QS.4:129 yang artinya : “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri- isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian”.

Kedua, buruknya perlakuan para suami berpoligami terhadap para istrinya, karena mereka tidak dapat melaksanakan kewajiban untuk memberi nafkah lahir batin secara baik dan adil.

Ketiga, dampak psikologis anak-anak dari hasil pernikahan poligami. Mereka tumbuh dalam kebencian dan pertengkaran sebab ibu mereka bertengkar baik dengan suami atau dengan istri yang lain.

Sebaliknya, Asy-Syaikh Ahmad Syakir, seorang ulama salaf mesir dan pakar hadist dan juga beberapa ulama salaf lainnya. Beliau berpendapat bahwa :
Yang pertama kali dilakukan oleh manusia-manusia anti poligami ini adalah berlagak prihatin dengan keutuhan keluarga, terutama anak-anak. Mereka menuduh poligami sebagai penyebab meningkatnya jumlah anak-anak terlantar, terlebih lagi kondisi kebanyakan kaum bapak yang pas-pasan, kemudian menikahi lebih dari seorang istri. Mereka adalah para pendusta, bahkan sensus yang mereka buat yang mendustakan mereka sendiri. Lantas mereka ingin menetapkan undang-undang yang mengharamkan poligami bagi laki-laki yang fakir, dan mengidzinkan hanya kepada laki-laki yang kaya dan berkecukupan!! Ini adalah keburukan di antara sederet keburukan yang lainnya yaitu menjadikan syariat Islam yang mulia ini terbatas bagi orang -orang kaya.

Kemudian ketika upaya yang mereka lakukan tidak mendapat sambutan, mereka beranjak kepada langkah berikutnya, yaitu mempermainkan ayat-ayat Al Qur´an tentang poligami. Mereka berdusta bahwa bolehnya poligami bersyarat, yaitu syaratnya adil. Mereka mengambil QS. An Nisa´:3 yang artinya :

“…..Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja”. Mereka campakkan firman Allah di awal ayat QS. An Nisa´ :3 yang artinya : “Dan jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka kawinilah perempuan-perempuan yang kamu sukai, dua, tiga, atau empat….”

Jadi, sebenarnya pada ayat ini tidak ada yang menjelaskan bahwa syarat poligami adalah berlaku adil. Karena jika kita simak dengan cermat, kedua-duanya memiliki sebuah frase yang sama yaitu “jika kamu takut tidak dapat berlaku adil”

Selain membubuhi dengan syarat adil, mereka juga mengabarkan bahwa berbuat adil adalah mustahil. Ini yang menjadi sandaran haramnya poligami menurut mereka akibat pendalilan sempit yang mereka lakukan, berdalil dengan sebagian ayat dan meninggalkan sebagian lainnya. Dalil mereka adalah firman Allah Swt,

"Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri- isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian” (Qs. An-Nisaa´; 129) dan mereka campakkan firman-Nya yang berbunyi, “karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung“ (Qs. An-Nisaa´; 129).

Keadaan mereka seperti orang-orang yang beriman dengan sebagian Al Kitab dan meninggalkan sebagian yang lain!

Diantara permainan mereka, mereka berdalil dengan kisah Ali bin Abi Thalib RA ketika melamar anak perempuan Abu Jahl di masa hidup Fathimah binti Rasulullah Saw. Dan ketika Rasulullah Saw dimintai idzin dalam hal ini, beliau berkata, “Saya tidak mengidzinkan, tidak mengidzinkan, tidak mengidzinkan, kecuali apabila Ibnu Abi Thalib ingin menceraikan anakku kemudian menikahi anak mereka, karena sesungguhnya dia (Fathimah —red) adalah bagian dariku menggundahkanku apa-apa yang menggundahkannya dan menyakitiku apa-apa yang menyakitinya".

Mereka tidak membawakan hadist lengkap dengan lafalnya akan tetapi merangkum kisah dengan rangkuman yang buruk untuk dipakai dalil bahwa Nabi Saw melarang poligami, bahkan sebagian mereka terang-terangan berdalil dengan kisah ini untuk mengharamkan poligami! Mempermainkan agama dan berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya.

Lantas mereka meninggalkan kelanjutan kisah yang di sana terdapat bantahan atas kedustaan mereka —saya tidak katakan pendalilan mereka- yaitu perkataan Rasulullah Saw pada kejadian yang sama, "Dan saya bukannya mengharamkan yang halal dan tidak menghalalkan yang haram, akan tetapi demi Allah tidak akan bersatu anak Rasulullah SAW dengan anak musuh Allah disatu tempat selama-lamanya.”
Kedua lafal diatas diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim.”

Karena masalahnya bukan sekedar boleh atau tidak boleh, sebagaimana yang mereka samarkan kepada kalian. Melainkan ini adalah masalah aqidah, apakah kalian tetap kokoh di atas keislaman kalian dan di atas syari´at yang Allah Swt turunkan kepada kalian dan Dia perintahkan kalian untuk mentaatinya seperti apapun keadaan kalian? Atau kalian malah mencampakkannya -hanya kepada Allah kita mohon perlindungan- sehingga kalian kembali kepada panasnya kekufuran dan kalian bersiap-siap menerima kemurkaan Allah dan rasul-Nya?

Inilah kondisi yang sebenarnya

Seandainya hukum ini akan berubah dengan berkembangnya zaman —seperti yang dituduhkan orang-orang yang menyelewengkan agama- tentu Dia akan jelaskan nashnya di dalam kitab-Nya atau melalui sunnah rasul-Nya, “Katakanlah (kepada mereka):"Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang agamamu (keyakinanmu), padahal Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan Allah Maha Mengetahui seagala sesuatu". (QS. Al Hujurat: 16)

Dan tidak seorang pun berhak mengharamkan sesuatu yang telah Allah halalkan dan tidak pula menghalalkan apa yang telah Allah haramkan, tidak seorang khalifah, raja, presiden atau menteri. Bahkan semua ummat ini tidak berhak akan yang demikian apakah berdasarkan kesepakatan atau dengan perhitungan suara terbanyak. Yang wajib bagi mereka semua adalah tunduk kepada hukum Allah, dengar kata dan taat. Simaklah firman Allah Swt berikut,

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (itu adalah) kesenangan yang sedikit; dan bagi mereka azab yang pedih. (QS. 16: 116-117)

Bagaimanapun juga, poligami adalah hak individu. Dan ingat, jika anda tidak ingin atau tidak mampu melakukannya, sebaiknya jangan melarang orang lain melakukannya. Ingatlah ayat diatas (16:116-117). Jangan sampai kita mengharamkan sesuatu yang halal, begitu pula sebaliknya. Hendaknya setiap Mukmin yang menjadi penasehat bagi dirinya dan antusias terhadap keselamatannya dari murka Allah dan laknatNya di dunia dan Akhirat berusaha keras di dalam merealisasikan ilmu dan iman, menjadikan Allah semata sebagai Pemberi petunjuk, Penolong, Hakim dan Pelindung, karena sesungguhnya Dia-lah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong. Cukuplah Rabbmu sebagai Pemberi Petunjuk dan Penolong serta berdo´alah selalu dengan do´a Nabi Shallallahu ´alaihi wa sallam berikut ini.

"Artinya : Ya, Allah, Rabb Jibril, Mikail, Israfil. Pencipta lelangit dan bumi. Yang Maha Mengetahui hal yang ghaib dan nyata. Engkau memutuskan hal yang diperselisihkan di antara para hambaMu, berilah petunjuk kepadaku terhadap kebenaran yang diperselisihkan dengan idzinMu, sesungguhnya Engkau menunjuki orang yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus"
Hadist Imam Muslim di dalam shahihnya, Kitab Shalah Al-Musafirin, No. 770

Wallahu a´lam bish-shawab

URL :http//rosyidi.com/poligami-sunnah-atau-haram/
Referensi : www.kompas.com
www.ahlussunnah-jakarta.org
www.almanhaj.or.id

yah, beginilah kerjaan tukang posting tulisan orang... he..he..:D
ups, tapi jangan salah... dengan dimuatnya tulisan ini, bukan berarti aku akan berpoligami lho... salah satunya karena ada dua alasan:
1. ibuku dah ngelarang. dulu sempet diskusi soal poligami, dan meski ibuku akhirnya ngaku itu boleh, tapi tetep aja beliau ngelarang aku, beliau bilang, gak BOLEH!!!
2. aku lebih seneng punya satu istri aja yang kan jadi tempat semua curahan cintaku.... , nah kalo ada dua kayaknya aku lum bisa bayangin.. maklum masih jomblo bujangan... ha..ha..ha..
wallahu a'lam

3 Tanda Cinta Sejati


Semalam turun hujan gerimis, saya masih berada di dalam bus. Istri
saya sempat sms, "Ayah, sudah pulang ya?" Kemudian saya membalasnya
"sudah." Disaat tubuh masih di bus namun pikiran sudah sampai dirumah.
Rumah buat saya adalah tempat dimana saya menikmati hidup sebab
disanalah keluarga (anak & istri saya) telah menanti.

Itulah sebabnya cinta dan kasih sayang bagian yang sangat penting
dalam keluarga. Cinta adalah sesuatu yang suci, anugerah Sang Pencipta
namun sering tidak rasional. Cinta dipenuhi nuansa memaklumi dan
memaafkan. Kesabaran, kesetiaan, pengertian, pemberian dan pengorbanan
akan mendatangkan/ menyuburkan cinta, sementara penyelewengan, egoisme,
kikir dan kekasaran akan menghilangkan rasa cinta.



Dalam pandangan Psikofitrah ada 3 tanda-tanda cinta sejati yaitu:

1. apabila anda lebih suka berbicara dengan yang anda cintai daripada
berbicara dengan orang lain.

2.anda lebih suka duduk berduaan dengannya daripada anda duduk sendirian.

3. anda lebih suka menuruti kehendaknya daripada kehendak diri
sendiri, apa lagi kehendak orang lain.

Wassalam,
Agussyafii

============ ========= ========= ========= =====
Silahkan kirimkan komentar anda tentang tulisan ini di
http://agussyafii. blogspot. com Atau di sms 0888 176 48 72
============ ========= ========= ========= =====

Minggu, Maret 09, 2008

Bidadariku...


Bidadariku...
Engkau bersinar cerahkan hari-hariku
Senyummu cahayakan malam-malamku...
Saat kau tercanda, kau benam hatiku
dengan cintamu..

Bidadariku...
Tlah kau beri aku sebait puisi
Yang tak pernah ada seindah darimu
Tlah kau beri aku selarik lagu
Yang tak pernah ada selembut nadamu


Meski tatkala aku putus hubungan denganmu
Lalu kau pergi tinggalkanku
Tapi ku tak kan pernah biarkanmu sendiri
Pergilah bidadariku
Dan gapai anganmu
Meski ku tak kan pernah biarkanmu sendiri

I Love U.

Kamis, Maret 06, 2008

Musim Panas Telah Tiba


Saatnya kita lepas jaket... ha.ha..ha..

akhirnya yang kita tunggu telah tiba. udah 3 bulan lebih, aku ngerasain gak enaknya musim dingin. sebut aja satu, males wudhu lagi kalo batal. trus susah bangun tahajjud, karena dinginnnn. gak bisa lepas dari jaket...

apalagi ketika ujian kemaren. masya Allah, abis bangun dan sholat subuh langsung berangkat ke kuliah. muqorror di tangan, sambil menggigil kedinginan. bisa dibayangin???

tapi, sejujurnya.... musim dingin emang indah, aku paling demen banget kalo pas sore hari mo magrib... subhanallah, indah bangettt di ufuk timur langit tajammu'
jalan kaki menuju masjidku, sambil kadang lari-lari kecil karena agak telat.. he...he..he..



apalagi enak juga kalo pas siang, karena gak ada panas, beda jauh ama di Indonesia sana... yang begitu panas dan gerah... jalan2 pun terasa nyaman, asik lah!!

trus, kalo musim dingin, biasanya lebih lahap makan... jadi sering laper, dan kalo makan rasanya euanaakk sekali. abis kelaperan...ha..ha..ha..

yah, seindah apapun itu, di dunia ini tak ada yang abadi. Allah sendiri berfirman dalam kitab-Nya, (QS. an-Nahl) "Apa yang ada padamu itu akan musnah. Sementara apa yang ada di sisi Allah itu abadi." satu lagi, penyesalan itu datang ketika telah terlambat.... so, manfaatkanlah emas di depanmu sebelum ia tak berharga lagi di hari esokmu.

nah, sekarang musim panas udah menyapa. kira2 mo ngapain nih? yang jelas rajin kuliah aja dulu, kan udah beberapa hari ini libur buat ngurusin jalan2 ke dream park.

sketsa tulisan ku kayaknya belum nongol, jadi tulisan ni gak berkembang. ntar ada yang mo diposting:
1. dream park
2. penerbitan perdana buletin cakrawala
3. kuliah lagi
4. musim panas

nah, berhubung belum ada mood n lagi sibuk cetak buletin cakrawala... ntar dulu ya? tunggu berita selanjutnya



Minggu, Maret 02, 2008

Korupsi...!!!

Berikut di bawah ini disajikan berita yang sangat menarik -- dan sangat penting !--, yang dimuat oleh harian Pikiran Rakyat (Bandung) edisi 10 Februari 2008, tentang tekad Kapolda Jabar Drs Susno Duadji dalam menangani pemberantasan korupsi. Tekadnya yang keras itu tercermin dalam ungkapannya yang berani, terus-terang, dan jelas tentang jahatnya korupsi yang sudah sejak lama merajalela di negeri kita. Mengingat bahwa pandangan-pandangan Kapolda Jabar ini merupakan sesuatu yang “agak lain” daripada pernyataan para “tokoh” lainnya di negeri kita, dan mengingat juga bahwa banyak kalangan perlu mengetahui tentang adanya fenomena yang memberikan harapan akan adanya perbaikan moral yang sudah sangat bobrok di negeri kita ini, maka berikut ini disiarkan kembali teks berita itu selengkapnya.
Bisa diharapkan bahwa suara Kapolda Jabar Susno Duadji akan merupakan “angin segar” bagi kehidupan negara yang sudah lama dipenuhi bau busuk karena kebejatan moral yang berupa korupsi (ingat, antara lain : kekayaan Suharto, anak-anak Suharto, para kroninya yang bikin ruwet BLBI, soal dana Bank Indonesia, korupsi di kalangan Mahkamah Agung, DPR, dan Kejaksaan Agung dll dll dll)

Jelas sekali bahwa negeri kita memerlukan pemimpin-pemimpin yang betul-betul mempunyai kemauan keras dan ketulusan hati untuk membongkar kejahatan-kejahatan di kalangan elite bangsa. Kita butuhkan banyak sosok-sosok seperti Kapolda Susno Duadji. Mudah-mudahan, apa-apa yang secara baik dilakukan di Jawa Barat ini akan bisa menjadi teladan bagi seluruh Indonesia.
A. Umar Said
· * *

Teks berita, yang aslinya berjudul “Jangan pernah setori saya” itu adalah sebagai berikut :
“RABU (30/1) lalu, Kapolda Jabar Irjen Pol. Drs. Susno Duadji, S.H., M.Sc.,
mengumpulkan seluruh perwira di Satuan Lalu Lintas mulai tingkat polres
hingga polda. Para perwira Satlantas itu datang ke Mapolda Jabar sejak pagi
karena diperintahkan demikian. Pertemuan itu baru dimulai pukul 16.00 WIB.
Dalam rapat itu, kapolda hanya berbicara tidak lebih dari 10 menit. Meski
dilontarkan dengan santai, tetapi isi perintahnya "galak" dan "menyentak".
Saking "galaknya", anggota Satlantas harus ditanya dua kali tentang kesiapan mereka menjalani
perintah tersebut.
Isi perintah itu ialah tidak ada lagi pungli di Satlantas, baik di lapangan
(tilang) maupun di kantor (pelayanan SIM, STNK, BPKB, dan lainnya). "Tidak
perlu ada lagi setoran-setoran. Tidak perlu ingin kaya. Dari gaji sudah
cukup. Kalau ingin kaya jangan jadi polisi, tetapi pengusaha. Ingat, kita
ini pelayan masyarakat. Bukan sebaliknya, malah ingin dilayani," tutur pria
kelahiran Pagaralam, Sumatera Selatan itu.
Pada akhir acara, seluruh perwira Satlantas yang hadir, mulai dari pangkat
AKP hingga Kombespol, diminta menandatangani pakta kesepakatan bersama. Isi
kesepakatan itu pada intinya ialah meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
yang tepat waktu, tepat mutu, dan tepat biaya.
Susno memberi waktu tujuh hari bagi anggotanya untuk berbenah, menyiapkan,
dan membersihkan diri dari pungli. "Kalau minggu depan masih ada yang nakal, saatnya main
copot-copotan jabatan," kata suami dari Ny. Herawati itu.
Pernyataan Susno itu menyiratkan, selama ini ada praktik pungli di
lingkungan kepolisian. Hasil pungli, secara terorganisasi, mengalir ke
pimpinan teratas. Genderang perang melawan pungli yang ditabuh Susno tidak
lepas dari perjalanan hidupnya sejak lahir hingga menjabat Wakil Kepala
PPATK (Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan). PPATK adalah sebuah
lembaga yang bekerja sama dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
menggiring para koruptor ke jeruji besi.
Berikut petikan wawancara wartawan "PR" Satrya Graha dan Dedy Suhaeri dengan pria
yang telah berkeliling ke-90 negara lebih untuk belajar menguak korupsi.
Apa yang membuat Anda begitu antusias memberantas pungli atau korupsi?
Saya anak ke-2 dari 8 bersaudara. Ayah saya, Pak Duadji, bekerja sebagai
seorang supir. Ibu saya, Siti Amah pedagang kecil-kecilan. Terbayang ¢kan
betapa sulitnya membiayai 8 anak dengan penghasilan yang pas-pasan. Oleh
karena itu, saat lulus SMA saya memilih ke Akpol karena gratis.
Nah, waktu sekolah, kira-kira SMP, saya punya banyak teman. Beberapa di
antaranya dari kalangan orang kaya, seperti anak pejabat. Sepertinya, enak
sekali mereka ya, bisa beli ini-itu dari uang rakyat. Sejak itulah, terpatri di benak saya,
ada yang tidak benar di negara ini dengan kemakmuran yang dimiliki oleh para pejabat.
Maka, saya sangat bersyukur bisa berperan memberantas korupsi saat mengabdi di PPATK.
Itulah tugas saya yang paling berkesan selama ini karena bisa menjebloskan menteri, mantan
menteri, dan direktur BUMN, yang memakan uang rakyat. Ada kepuasan batin.
Pengalaman di PPATK itukah yang membuat Anda menabuh genderang perang
melawan pungli saat masuk ke Polda Jabar?
Seperti itulah. Akan tetapi, harusnya diubah, bukan pungli. Kalau pungli,
terkesan perbuatan itu ketercelaannya kecil. Yang benar adalah korupsi.
Pungli adalah korupsi. Mengapa korupsi yang saya usung? Karena sejak zaman
Majapahit dulu, korupsi itu salah. Apalagi, jika aparat hukum yang korup.
Bagaimana kita, sebagai aparat hukum, bisa memberantas korupsi kalau kitanya sendiri korupsi.
Oleh karena itu, sebagai tahap awal, saya "bersihkan" dulu di dalam, baru
membersihkan yang di luar. Bagaimana saya mau menangkap bupati, direktur,
dan lain-lain kalau di dalamnya belum bersih dari korupsi. Kalau aparatnya
korupsi, tamatlah republik ini.
Tahap awalnya biasa saja. Umumkan, lalu periksa ke atasan tertingginya,
yaitu saya, selanjutnya keluarga saya. Setelah itu pejabat-pejabat di Polda. Baru kemudian ke
kapolwil, kapolres, dan seterusnya.
Kenapa harus dimulai dari saya. Karena saya pimpinan tertinggi di Polda
Jabar ini. Ingat, memberantas korupsi bukan dimulai dari polisi yang
bertugas di jalan raya. Kalau di pemerintah, bukan dari tukang ketik, atau
petugas kecamatan yang melayani pembuatan akte kelahiran. Akan tetapi,
dimulai dari pimpinan tertinggi di kantor itu.
Artinya, saya sebagai pimpinan jangan korupsi. Bentuknya macam-macam,
seperti mendapat setoran dari bawahan, setoran dari pengusaha-pengusaha ,
mengambil jatah bensin bawahan, atau mengambil anggaran anggota saya. Oleh
karena itu, saya tidak akan minta duit dari dirlantas, direskrim, atau
kapolwil. Tidak juga mengambil anggaran mereka, atau uang bensin mereka.

Jadi, kalau di provinsi, misalnya, ada korupsi, yang salah bukan
karyawannya, tetapi gubernurnya. Memberantasnya bagaimana?
Mudah saja. Tinggal copot saja orang tertinggi di instansi itu.

Untuk program "bersih-bersih" itu, kira-kira Anda punya target sampai kapan?
Secepatnya. Ya, dua-tiga bulan. Kalau tidak segera, bagaimana kita
menunjukkan kinerja kepada rakyat. Kita tidak perlu malu dan takut nama kita jatuh
kalau bersih-bersih dari korupsi di dalam.
Kita tidak akan jatuh merek dengan menangkap seorang kolonel polisi atau
polisi berbintang yang korupsi. Kalau perlu, tulis gede-gede itu di koran.
Dan, anggota saya yang ketahuan korupsi, akan saya pecat. Jika memang saya
harus kehabisan anggota saya di Polda Jabar karena semuanya saya pecat
gara-gara korupsi, kenapa tidak.
Apa yang harus ditakutkan. Saya yakin, rakyat pasti senang kalau polisi
bebas dari korupsi. Polisi itu bukan milik saya, tetapi milik rakyat. Saya
justru merasa lebih tidak terhormat kalau memimpin kesatuan yang anggotanya
banyak korupsi.
Berbicara soal penanganan kasus korupsi. Betulkah mengusut kasus korupsi
bagaikan mengurai benang kusut. Pasalnya, para penyidik tipikor Polda Jabar
mengaku kesulitan mengungkap kasus korupsi dengan alasan perlu kajian yang
mendalam atas bukti-bukti sehingga memakan waktu lama?
Hahaha.... (Susno tertawa lepas). Mengusut kasus korupsi itu jauh lebih
mudah ketimbang mengusut kasus pencurian jemuran. Mengungkap kasus pencurian
jemuran perlu polisi yang pintar karena banyak kemungkinan pelakunya, seperti orang
yang iseng, orang yang lewat, dan beberapa kemungkinan lainnya.
Kalau kasus korupsi, tidak perlu polisi yang pintar-pintar amat. Misal, uang anggaran
sebuah dinas ada yang tidak sesuai. Tinggal dicari ke mana uangnya lari. Orang-orang
yang terlibat juga mudah ditebak. Korupsi itu paling melibatkan bosnya, bagian keuangan,
kepala projek, dan rekanan. Itu saja.
Jadi, kata siapa sulit? Sulit dari mananya. Tidak ada yang sulit dalam
memberantas korupsi. Kuncinya hanya satu, kemauan yang kuat. Harus diakui,
itu (memberantas korupsi) memang susah karena korupsi itu nikmat. Apalagi,
saat memegang sebuah jabatan.
Contohnya saja posisi kapolda. Siapa sih yang tidak mau jadi kapolda.
Ibaratnya, tinggal batuk, apa yang kita inginkan langsung datang.
Pertanyaannya, mau atau tidak terjerumus di dalamnya (korupsi). Kalau saya,
jelas tidak. Itu hanya kenikmatan duniawi sesaat saja. Untuk apa sih duit
banyak-banyak hingga tidak habis tujuh turunan. Gaji saya saja sekarang
sudah besar. Mobil dikasih. Bensin gratis. Ada uang tunjangan ini-itu. Sudah lebih
dari cukup. Anak-anak saya juga sudah kerja semua. Bahkan, gajinya lebih besar dari saya.
Lalu, langkah apa yang akan Anda buat agar Polda Jabar giat mengungkap kasus korupsi?
Seperti saya katakan tadi, bersih-bersih dulu di dalam. Jika sudah bersih di dalam, baru
membersihkan di luar. Dan kasus korupsi akan menjadi salah satu target kami. Kami akan
genjot pengungkapan kasus korupsi biar Jabar bergetar.
Untuk itu, kami akan berkoordinasi dengan PPATK untuk mengusut kasus-kasus
korupsi di Jabar yang melibatkan pejabat publik. PPATK pasti mau membantu
asalkan anggota saya bersih dan bisa dipercaya. Kita juga bisa diberi
kasus-kasus. Kalau tidak bersih dan tetap "bermain" bagaimana bisa
dipercaya. Kalau orang sudah percaya sama kita, maka banyak kasus yang
masuk.
Akan tetapi, bukan karena basic saya di korupsi sehingga korupsi digenjot.
Kasus lainnya juga dikerjakan. Dan, untuk itu harus tertib administrasi,
salah satunya dengan membuat sistem pelaporan perkara berbasis IT yang
terintegrasi dari polsek hingga ke polda. Untuk apa? Agar kita tahu setiap
ada perkara yang masuk. Jadi, alangkah bodohnya seorang kapolda jika tidak
mengetahui jumlah perkara di jajarannya. Kalau jumlahnya saja tidak tahu,
bagaimana tahu isi perkaranya. Dalam sistem pelaporan perkara tersebut,
nantinya ada klasifikasi perkara. Perkara mana yang porsinya polda, polwil,
polres, dan polsek. Untuk polda, misalnya kasus teror dan korupsi. Soal lapor
boleh di mana saja.
Kita juga harus mempertanggungjawab kan hal itu ke pelapor dengan mengirim
surat kepada pelapor bahwa kasusnya ditangani oleh penyidik ini, ini, dan
ini. Kemajuannya dilaporkan secara berkala.
Ini akan menjadi standar penilaian untuk penyidik. Dan kapolda mengetahui
semua ini karena sistemnya ada sehingga tidak pabaliut. Saya paling tidak
suka yang pabaliut-pabaliut.
Mungkin, bagi sebagian orang, pabaliut itu enak karena sesuatu yang tidak
tertib administrasi itu paling enak untuk diselewengkan. Benar tidak?
Langkah Anda memberantas pungli dan korupsi di tubuh Polda Jabar kemungkinan
akan memberi efek pada pengungkapan kasus dengan alasan anggaran yang minim.
Menurut Anda?
Kalau kita pandang minim, pasti minim terus. Kapan cukupnya. Kalau anggaran
sudah habis, jangan dipaksakan memeras orang untuk menyidik. Mencari klien
yang kehilangan barang di sini, memeras di tempat lain. Siapa yang suruh?
Bilang saja sama rakyat, anggaran kita sudah habis untuk menyidik. Kita
tidak perlu sok pahlawan.
Perilaku memeras atau menerima setoran itu zaman jahiliah. Tidak perlu ada
lagi anggota setor ke kasat lantas atau kasat serse, lalu kasat serse setor
ke kapolres, dan kapolres setor ke kapolwil untuk melayani kapolda. Jangan
pernah setori saya. Lingkaran setan itu saya putus agar tidak ada lagi
sistem setoran.
Bukan zamannya lagi seorang kapolsek, kapolres atau kapolwil bangga karena
mampu membangun kantornya dengan megah. Dari mana duitnya kalau bukan dari
setoran orang-orang yang takut ditangkap, seperti pengusaha judi, dan
penyelundupan. Tidak mungkin dari gaji, wong gajinya hanya Rp 5-6 juta.
Menurut saya, anggota yang melakukan itu hanya satu alasannya, ingin kaya.
Kalau ingin kaya, jangan jadi polisi, tetapi jadilah pengusaha.
Sikap Anda tersebut kemungkinan memunculkan pro dan kontra di lingkungan
kepolisian?
Lho, kenapa harus jadi pro dan kontra. Peraturannya sudah jelas mana yang
boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh. Korupsi jelas-jelas dilarang dan
ancamannya bisa dipecat. Jadi, tidak perlu diperdebatkan. Titik.
Bagi saya, siapa yang menjadi pemimpin harus mau mengorbankan kenikmatan
dan kepuasan semu. Nikmat dengan pelayanan, dengan sanjungan, serta nikmat
dengan pujian palsu. Malu dong bintang dua jalan petantang-petenteng , tetapi anak
buah yang dipimpinnya korupsi dan memberikan pelayanan tidak sesuai dengan standar.
Malu juga dong kita lewat seenaknya pakai nguing-nguing (pengawalan) , sementara
rakyat macet. Itu juga korupsi.
Polisi yang korup sama saja dengan melacurkan diri. Jadi, kalau saya korup
dengan menerima setoran-setoran tidak jelas, apa bedanya saya dengan
pelacur.(Kutipan dari Pikiran Rakyat selesai)

Sabtu, Maret 01, 2008

Kok sibuk ya???


What is Cakrawala?
Cakrawala, di sinilah aku mulai kesibukanku bergerak di organisasi di bumi Kinanah ini. Yah, sebenarnya dulu aku juga sempet dinasehatin ama orang2 yang dituakan, semisal Bapak, Ibu, Embah, Pakde, Bude, dan bahkan Pak Yaiku di Pondok Salaf dulu juga pernah bilang, kalau di sini jangan bergerak di mana-mana, termasuk di NU atau apalah. Kalo soal cari koneksi entar gampang. Sementara konsentrasi kuliah aja dulu.

Tapi, mo gimana lagi? Mungkin untuk organisasi lain aku bisa nolak, tapi buat IKPM rasanya kurang adil... Yah, abis Gontor udah jadi kayak ibu kandungku...:)

Nah, Cakrawala adalah buletin angkatan tahun kedatangan pertama di almamater IKPM. Jadi di sini lebih banyak bersifat pembelajaran. Tapi jangan salah, walau pembelajaran, tapi gak kalah ama buletin2 yang udah mapan, lebih jauh klik cakrawalaikpm.blogspot.com





Innalillah..., mungkin ini kata yang pas, ketika sore itu anak2 Nozha kru Cakrawala sepakat nunjuk aku jadi pimpinan redaksi. Abis mo dikata apa, padahal aku udah berjanji dalam hati, untuk tahun pertama prioritasku adalah benerin hapalan, sambil dapat predikat jayyid minimal. Jadi, gak ada kata kajian apalagi organisasi dalam kalenderku di tahun pertama ini...

namun, tau gak apa yang terjadi selama dua bulan ini? lihat jadwalku:
Sabtu sore Kajian SIT
Penulis teks Pidato buat Gontor
Santer (dipaksa tapi...)
Ke Dream Park (ni bujukan maut irex, nih...)
Ngrakit Komputer yang udah sebulan ini gak nyala-nyala... (Motherboardnya atuh...)
Ngurus passport yang sejak tahun baru lalu lum selesai juga
Belum lagi jadi pimred Buletin Cakrawala...
Nah, yang gak kalah penting, masuk kuliah dan benerin hapalan.

Itu aja, udah setengah yang aku sengaja ngacir biar gak direkrut... afwan nih, bukannya aku nolak ato sombong ato gimana, .... tapi emang aku harus bisa berkata tidak. Matsbut???

Ya udahlah... semua pasti ada hikmahnya. Semua orang udah ada hitungannya. Bukankah Allah berfirman, "La yukallifullahu nafsan illa wus'aha"? dan bukankah di dalam satu kesulitan ada dua kemudahan? Belum lagi tak ada amal orang Mu'min yang kan sia-sia...

Sekarang aku cuma bisa berdoa mohon diberi kekuatan aja sama Allah, moga aku kuat menghadapinya. Bisa Istiqomah di jalan-Nya. Dan ditunjuki hanya kepada jalan yang diridhai-Nya... Amin ya, Robb.

Duhai Allah... hamba-Mu yang lemah ini datang memohon
penuh keyakinan akan ke-rahiman dan keagungan-Mu
hanya satu pintaku, beri hamba kekuatan meniti jalan-Mu...